News Update :

Video Ceramah

Ibadah

Ceramah Islam

Doa Doa Shahih

Tampilkan postingan dengan label Aqidah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aqidah. Tampilkan semua postingan

Apakah Syahadat Bisa Batal?

08 Juni 2016 14.31




Assalamu alaikum Ustadz,
Apakah dalam bersyahadat seorang muslim bisa menjadi batal seperti Sholat atau Puasa? Sekiranya ada hal-hal apakah yang bisa membatalkan Syahadat.
Jazakumullah khairan
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Saudara Abu Kais yang dimuliakan Allah swt
Bisakah Syahadat Batal?
Syeikh Thahawi menjelaskan bahwa kita menamakan ahli kiblat adalah kaum muslimin mukminin selama mereka mengakui apa yang dibawa oleh Nabi saw dan membenarkan segala yang disebutkan dan diinformasikan oleh beliau saw… dan kita tidak mengkafirkan seseorang dari ahli kiblat dikarenakan suatu dosa selama dia tidak menghalalkannya …
Sesungguh Allah swt menjadikan pengikraran dua kalimat syahadat sebagai pintu seseorang memasuki islam dan iman. Dan barangsiapa yang masuk islam dari pintu ini maka tidaklah ia bisa dikeluarkan kecuali dikarenakan adanya perkataan, perbuatan atau keyakinan yang membatalkan pernyataan sebelumnya, yaitu dua kalimat syahadatnya.
Sebagaimana diketahui bahwa dua kalimat syahadat berisi pernyataan seseorang untuk tidak mengambil tuhan selain Allah swt, tidak hanya didalam rububiyah-Nya atau keyakinan bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemberi manfaat dan mudharat atau yang lainnya tetapi juga didalam uluhiyah-Nya yaitu hanya menyembah dan beribadah kepada-Nya saja serta didalam tauhid asma dan sifat-sifat-Nya.
Selain itu dua kalimat syahadat juga berisi tentang pernyataan bahwa tauladan seorang muslim adalah Muhammad Rasulullah saw dengan mengimani apa yang dibawa dan meyakini berita berita dan informasi yang datang darinya.
DR. Muhammad Na’im Yasin, Ustadz di Fakultas Syari’ah Universitas Kuwait mengatakan bahwa barangsiapa yang mengatakan suatu perkataan atau melakukan suatu perbuatan yang menunjukkan pengingkarannya terhadap itu semua (kandungan dua kalimat syahadat, pen) maka sesungguhnya orang itu telah membatalkan dua kalimat syahadatnya dan telah keluar dari agama Allah swt.
Dan apabila perkataan atau perbuatan itu sesuai dengan hakekat niat dan keyakinannya maka ia telah kafir di dunia dan di akherat dan diperlakukan seperti hukum seorang yang kafir di dunia, diterapkan baginya hukum murtad dan yang paling mendesak baginya adalah diminta untuk segera bertaubat kemudian dibunuh apabila dia tidak mau brtaubat dan kelak dia termasuk orang-orang yang kekal di neraka jahanam apabila ia meninggal dalam keadaan seperti itu (tidak bertaubat).
Adapun apabila seorang mukmin melakukan suatu dosa dengan mengatakan perkataan atau melakukan suatu perbuatan yang menurut syariat dianggap sebagai perbuatan maksiat terhadap Allah swt maka hal itu tidak bisa dijadikan dalil untuk mengeluarkannya dari keimanan walaupun orang itu tidak bertaubat selama tidak ada sesuatu yang bisa menunjukkan pembatalan dua kalimat syahadatnya atau salah satu dari dua kalimat syahadat itu.
Orang itu berada dibawah kehendak Allah swt apakah akan mengadzabnya karena dosa dan maksiatnya dan memasukkannya ke neraka lalu menempatkannya ke surga berdasarkan berbagai dalil shahih tentang dikeluarkannya dari neraka orang yang mati sementara dihatinya masih terdapat keimanan sebesar biji sawi.
Atau Allah swt akan mengampuninya dan tidak mengadzabnya serta memasukkannya ke surga tanpa diadzab di neraka, sebagaimana firman-Nya :
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS. An Nisa : 116)
Yang Bisa Membatalkan Syahadat
Syeikh Naim Yasin mengumpulkan berbagai perkataan atau perbuatan yang bisa membatalkan syahadat menjadi empat macam :
1. Segala macam yang mengandung pengingkaran terhadap Rububiyah Allah swt atau percercaan terhadapnya, seperti : meyakini bahwa pancipta dan pengatur alam ini adalah selain Allah atau meyakini bahwa Allah lah yang menciptakan semua makhluk lalu Dia swt membiarkannya, tidak mengatur urusannya dan menjaga mereka.
2. Segala macam yang mengandung pencercaan terhadap nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, seperti : menafikan bahwa Allah swt memiliki kesempurnaan, kekuasaan atas segala sesuatu, pendengaran atau penglihatan-Nya. Termasuk dalam hal ini juga pengukuhan seseorang bahwa Allah memiliki anak, istri atau Allah tidur, mengantuk, lengah, mati.
3. Segala macam yang mengandung pencercaan terhadap uluhiyah-Nya, seperti : seorang meyakini bahwa ada selain Allah yang berhak diibadahi, atau meyakini bahwa ada selain Allah yang memiliki hak membuat syari’at tanpa seidzin Allah swt, memiliki hak untuk menghalalkan yang dharamkan atau mengharamkan yang dihalalkan syari’at, merubah batasan-batasan syari’at, taat atau berwala kepada oang-orang kafir atau thoghut (sembahan-sembahan selain Allah swt).
4. Segala macam yang mengandung pengingkaran terhadap risalah atau pencercaan terhadap para sahabatnya saw, seperti : orang yang mencerca kejujuran, amanah, iffah, keshalehan akalnya saw atau melakukan penghinaan terhadapnya. Termasuk juga mengingkari berita-berita ghaib yang datang darinya saw, seperti : pengingkaran terhadap hari kebangkitan, perhitungan, shirath, surga, neraka atau lainnya. Termasuk juga orang yang mengingkari sesuatu dari ayat-ayat Al Qur’an, ridho kepada kekufuran dan tidak ridho kepada islam.
Keempat macam tersebut meliputi perkataan, perbuatan maupun keyakinan dan seluruhnya bisa membatalkan dua kalimat syahadat dan mengeluarkan si pelakunya dari islam—naudzu billah–.
Wallahu A’lam.
Ustadz Sigit Pranowo /  eramuslim.com

Hasanat Jariyah, Modal Beharga Menuju Surga

20 Mei 2016 14.03


Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Hasanat jariyah adalah amal kebaikan yang terus mengalir pahalanya setelah kematiannya. Hasanat ini salah satu dari bekal terbaik untuk kehidupan akhirat. Saat nasib manusia ditentukan oleh amal perbuatannya.
Untuk kemakmuran dunia sebagian manusia mempersiapkan bekalnya dengan serius dan berinvestasi untuk keamanan dirinya di usia tua. Padahal kehidupan dunia hanya sementara. Namun untuk  akhirat yang kekal abadi tidak sedikit yang cuek dan tak mau peduli.
Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan tentang sifat akhirat dengan penjelasan yang dalam,
وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la: 17) seharusnya seorang muslim semangat menyiapkan bekal untuk tempat tinggal yang lebih indah dan abadi dengan amal-amal utama.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah menjelaskan hasanat jariyah ini dalam beberapa hadits agar menjadi panduan dan penerang bagi siapa yang menempuh jalannya.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda,
سَبْعٌ يَجْرِي لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ وَهُوَ فِي قَبْرِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ : مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا أَوْ أَجْرَى نَهْرًا أَوْ حَفَرَ بِئْرًا أَوْ غَرَسَ نَخْلاً أَوْ بَنَى مَسْجِدًا أَوْ وَرَّثَ مُصْحَفًا أَوْ تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ
“Ada 7 amalan yang pahalanya tetap mengalir bagi seorang hamba saat ia di kuburnya setelah wafatnya:  orang yang mengajarkan suatu ilmu, mengalirkan sungai, menggali sumur, menanam kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf, atau meninggalkan anak yang memohonkan ampun buatnya setelah dia meninggal.” (HR. Al-Bazzar dalam Kasyful Astâr dan dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’, no. 3602)
Hadits yang agung ini menjelaskan sumber-sumber kebaikan yang terus mengalir pahalanya. Sumber-sumber tersebut menjadi sarana mudah meraih pahala besar bagi siapa yang menginginkan kehidupan akhirat dan mengusahakan sebab-sebabnya.
Contoh nyata amal-amal yang terus mengalir pahalanya:
- Membagikan mushaf kepada kaum muslimin atau dihibahkan di masjid. Selama mushaf tersebut dibaca maka dirinya mendapat pahala tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala pembacanya. Pahala ini akan tetap mengalir kepadanya walau ia sudah meninggal dunia.
- Dirikan masjid untuk ibadah kaum muslimin atau ikut serta dalam pembangunan masjid. Selama masjid dipakai untuk ibadah maka dirinya akan terus mendapatkan pahalanya, walau sudah berbaring di kuburnya.
- Bagikan tulisan bermanfaat, artikel atau famplet, kepada kaum muslimin. Selama tulisan tersebut diamalkan, dirinya akan memperoleh pahala.
- Sebarkan nasihat baik kepada teman-teman di jejaring sosial; Facebook, WhatsApp, Line, dan selainnya.
- Sumbangkan pemikiran positif yang membangun; berkaitan dunia ataupun ibadah. Orang yang menunjukkan kepada kebaikan mendapat pahala seperti yang mengerjakannya, tanpa dikurangi sedikitpun dari palanya.
- Ikut serta mengajarkan ngaji kepada anak-anak seperti membaca surat Al-Fatihah, ayat kursi, Surat Al-Ikhas, dan surat lainnya kepada anak sendiri, anak-anak tetangga, anak-anak di TPA, atau siapa saja. Selama orang yang kita ajarkan tadi membacanya dalam shalatnya atau selainnya, maka kita mendapatkan pahalanya. Lebih-lebih lagi mereka mengajarkan kepada orang lain dari pengajaran kita tersebut, maka pahalanya akan lebih panjang.
- Bersedekah perangkat alat shalat seperti mukena, sarung, peci, sajadah shalat kepada orang tua kita, saudara-saudari kita, paman dan bibi kita, atau kepada orang lain. Selama barang-barang tersebut dipakai, kita akan mendapatkan jatah pahalanya.
- Ajarkan dzikir dan keutamaannya kepada orang lain; kerabat dekat, kerabat jauh, atau siapa saja. Kita pun akan mendapat jatah pahalanya.
- Didik anak-anak kita dengan pendidikan Islam yang benar sehingga mereka tumbuh besar dalam ibadah kepada Allah Ta’ala. Kita akan mendapat jatah pahala melalui amal-amal shalih mereka.
- Bagi-bagikan air minum kemasan kepada jamaah pengajian, atau orang yang ikut shalat Jum’at, maka sebanyak yang terhilangan dahaganya maka kita akan memperoleh pahalanya. Lebih-lebih amal kita ini dijadikan tradisi baik menyuguhkan hidangan sesudah shalat Jum’at.
- Amal minimal menanamkan niat baik dalam diri untuk beramal shalih jika Allah beri kekuatan dan kesempatan kepada kita, seperti jihad fi sabilillah, bersedekah, membantu orang susah, dan selainnya.

Penutup
Sudah sepatutnya kita bersemangat mengejar karunia besar dari Allah ini, yakni hasanat jariyah. Bentuknya tidak terbatas yang disebutkan di atas. Medannya sangat luas. Semoga Allah anugerahkan kepada kita hasanat-hasanat di kehidupan ini, dan tetap mengalir hasanat tersebut sesudah kita meninggal dunia. Harapannya, kita menempati tempat terbaik di surga dan mendapat balasan paling ahsan di sisi Allah Ta’ala. [PurWD/voa-islam.com]

Syiah agama penghujat sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam

28 Oktober 2013 09.42



Kaum muslimin meyakini dengan sebenar-benar keyakinan bahwa sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia pilihan dari kalangan umat ini. Mereka adalah generasi terbaik yang telah dipilih oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk mendampingi Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam. Keutamaan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam banyak dijelaskan di dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala,

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (at-Taubah: 100)

Adapun hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya adalah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah zamanku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi, dari hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan pula dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz “Sebaik-baik umatku”, Muttafaqun ‘alaihi)

Allah Subhanahu wata’ala melarang hamba-hamba-Nya untuk menyakiti kaum mukminin secara umum, baik dengan cara mencela, mengghibah, mengolok-olok, dan yang semisalnya. Lebih buruk lagi jika yang dicela adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, pembawa warisan beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (al- Ahzab: 58)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan ayat ini, “Betapa banyak manusia yang masuk ke dalam ancaman ini: orang-orang yang kafir kepada Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, kaum Rafidhah yang selalu mendiskreditkan para sahabat, mencela mereka dengan sesuatu yang Allah Subhanahu wata’ala telah membebaskan mereka darinya, dan melabeli mereka dengan sifat yang bertolak belakang dengan penjelasan Allah Subhanahu wata’ala tentang mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 11/241)

Demikian pula firman Allah Subhanahu wata’ala,

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (al-Fath: 29)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat tersebut, “Dari ayat ini, al-Imam Malik rahimahullah -dalam sebuah riwayat- mengambil kesimpulan hukum tentang kafirnya kaum Syiah Rafidhah yang membenci para sahabat. Beliau berkata, ‘Sebab, para sahabat membuat mereka (Syiah) jengkel, dan siapa yang mengghibah para sahabat, dia kafir berdasarkan ayat ini.’ Sebagian ulama menyepakati beliau dalam hal ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 12/135) Larangan mencela sahabat Nabi lebih ditegaskan lagi oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya,

تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْا أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا ما بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ

“Jangan kalian mencela para sahabatku. Seandainya salah seorang kalian berinfak emas sebesar Bukit Uhud, tidak akan menyamai infak satu mud yang mereka keluarkan, bahkan tidak pula setengahnya.” (HR. al-Bukhari no. 3470, Muslim no. 2541, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. Dalam riwayat Muslim disebut dengan lafadz, “Jangan kalian mencela seorang pun dari sahabatku”. Diriwayatkan pula oleh Muslim no. 2540, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Rafidhah bukan hanya memaki tetapi mengkafirkan para sahabat termasuk Sayidina Abu Bakar, Umar dan Sahabat-sahabat besar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang lain dan berlepas diri dari mereka semua. Syiah Imamiyah Ithna Asyariyyah, syiah yang dianut oleh khomeini dan pemerintah Iran tidak berbeda dari pehamaman Rafidhah itu karena kitab-kitab mereka yang muktabar penuh dengan caci maki dan riwayat-riwayat yang mengkafirkan para sahabat termasuk sahabat besar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita akan mengemukakan beberapa contoh dari kitab-kitab mereka sendiri.

Sebelum itu perlulah diketahui bahawa perselisihan pendapat ulama hanya terkait kafir atau tidaknya orang yang mencaci dan memburuk-burukkan para Sahabat tetapi mereka tidak berselisih pendapat tentang kafirnya orang yang mengkafirkan para sahabat agung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti Sayyidina Abu Bakar, Omar, Abd. Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah dan lain-lain.
Syiah didalam kitab-kitab mereka jelas telah mengkafirkan para Sahabat termasuk Sahabat agung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang tersebut tadi. Menafikan perkara ini sama seperti menafikan siang pada waktu matahari berada ditengah langit atau perkara ini hanya dapat dinafikan oleh orang-orang yang buta mata hatinya, sebagaimana tidak bergunanya cahaya matahari yang terang benderang itu kepada orang yang buta matanya.

Disini kita akan kemukakan beberapa contoh dari kitab Syiah Imamiyah Ithna Asyariyyah sendiri bahwa mereka mengatakan sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah murtad sepeninggal Baginda. Pendapat mereka ini tidak berbeda dari dahulu sampai sekarang.
  1. At-Tusi meriwayatkan dalam “Rijal al-Kasyi” bahawa Abu Ja’afar (Muhammad al-Baqir) berkata bahawa para sahabat telah murtad setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali Miqdad bin Aswad, Abu Zar al-Ghiffari dan Salman al-Farisi (Rijal al-Kasyi j.1 hal.6)
  2. At-Tusi meriwayatkan lagi dari Humran katanya; Aku berkata kepada Abu Ja’far “Alangkah sedikitnya bilangan kita sehingga kalau kita berkumpul untuk merebahkan seekor biri-biri pun tidak akan mampu”. Humran berkata: Maka Abu Ja’far berkata “Mahukah aku ceritakan perkara yang lebih aneh dari itu?”. Humran berkata “Ya”. Maka Abu Jaa’far berkata “Orang-orang Muhajirin dan Ansar telah pergi (murtad) kecuali tiga (dan beliau pun mengisyaratkan dengan tangannya).” (ibid)
  3. Diriwayatkan dari Abi Jaa’far as “Anak-anak Ya’qub bukan nabi tetapi mereka adalah cucu dari anak-anak para Nabi. Mereka tidak meninggalkan dunia melainkan didalam keadaan bahagia. Mereka telah bertaubat dan menyesal diatas apa yang mereka lakukan tetapi Abu Bakar dan Omar telah meningal dalam keadaan tidak bertaubat dan tidak menyesali apa yang telah dilakukan oleh mereka terhadap Amirul Mu’minin Ali Rhadiallahu’anhu. Mereka berdua dilaknat oleh Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya.” (Al-Kulaini, ar-raudhah min al-kafi, j. 8, hal 246)
  4. Diriwayatkan dari Abi Jaa’far as kata beliau “Para sahabat telah murtad sepeninggalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali tiga orang dari mereka.” Perawi bertanya “Siapakah yang tiga itu?”. Abi Jaa’far menjawab “Miqdad bin Aswad, Abu Zar al-Ghiffari dan Salma al-farisi.” (ibid hal.246)
  5. Ayatullah al-Uzma sayyid Murtadha al-Hussaini al-Fairuzabadi didalam kitabnya “As-sab’ah min as-salaf” telah mengkafirkan Abu Bakar, Omar, Othman, Abd. Rahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqas, Abu Ubaidah al-Jarrah, Muawiyah, Abu Said al-Khudri, Bara’ bin Azib dan lain-lain (Lihat hal. 29,32,71,78,81,85,107,120 dan 211)
  6. Ayatullah al-Uzma Khomeini didalam kitabnya “Kasyful al-asrar” telah mengkafirkan Saidina Omar (lihat hal 137 dan 176 edisi Arab dan hal 119 dan 153 edisi Parsi). Beliau menganggap Abu Bakar dan Omar jahil tentang hukum Allah dan mereka menjadikannya sebagai bahan permainan kanak-kanak (hal 110-111 edisi Parsi). Beliau juga menuduh Abu Bakar dan Omar mereka hadis atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam (hal 131 dan 138 edisi Arab, 114 dan 120 edisi Parsi)
  7. Syaikh kaum Rafidhah yang bernama Ni’matullah al-Jazairi berkata, “Telah datang beberapa riwayat khusus yang menerangkan bahwa setan dibelenggu dengan 70 belenggu dari besi neraka Jahannam, lalu digiring ke Padang Mahsyar. Di sana setan melihat seorang lelaki di hadapannya yang sedang digiring oleh malaikat penyiksa dan di lehernya terdapat 120 belenggu dari neraka Jahannam. Setan pun mendekat kepadanya dan bertanya, ‘Apa yang dilakukan oleh orang sengsara ini sehingga siksaannya lebih berat dariku, padahal akulah yang menyimpangkan seluruh makhluk dan menjerumuskan mereka ke dalam kebinasaan?’ Umar berkata kepada setan, ‘Aku tidak melakukan sesuatu pun selain merampas khilafah Ali bin Abi Thalib’.” (al-Anwar an- Nu’maniyah, 1/81—82)

Syiah yang berkembang di Indonesia adalah penghujat sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam

Syiah yang berkembang di Indonesia adalah syiah Rofidhoh yaitu “penghujat sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam“. Di indonesia tidak berkembang kecuali satu aliran syiah yaitu syiah imamiyah ithna asyariyah yang di impor dari Iran. Kebencian sekte ini kepada sahabat telah dijelaskan sebagaimana terdapat pada literatur literatur utama mereka yg telah disebutkan diatas. Janganlah kita tertipu oleh ucapan orang yang mengatakan bahwa syiah di Indonesia dapat dibagi kepada beberapa golongan yang tidak semuanya menghujat sahabat. Tanyakan kepada mereka Siapakah yang mereka puja dan tokohkan? Bukankah si khomeini yang menghujat sahabat dalam buku bukunya? Literatur apakah yang mereka pakai untuk mempelajari agama mereka? Bukankah jawabannya adalah ” Alkafi, Biharul anwar dan kitab kitab rujukan syiah lain yang penuh dengan hujatan kepada sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Di indonesia prilaku orang orang yang mengaku syiah atau mereka yang tidak mengaku syiah tetapi mendakwahkan pemikiran syiah tidak berbeda jauh dalam hal hujatan mereka kepada sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagai contoh:
  1. Pemutarbalikan fakta sejarah banyak dilakukan Emilia isteri Jalaludin Rakhmat dalam bukunya berjudul “40 Masalah Syiah”. Pada halaman 83, ia menuduh istri dan sahabat Nabi, Aisyah, Thalhah, Zubayr dan sahabat-sahabat “yang satu aliran dengan mereka” memerangi Imam Ali. “Sebelumnya, mereka berkomplot untuk membunuh Utsman,” tulisnya.
  2. Jalaludin Rahmat yang dalam ceramahnya bersikap sangat tidak sopan kepada Aisyah ra
  3. Husein bin hamid alattas, pengisi kajian rutin di radio “Rasil”, walaupun ia tidak mengakui sebagai “syi’i” tetapi sering melakukan hujatan kepada sahabat. Ia mengakui bahwa ia memang penghujat sahabat Muawiyah ra .

Menghujat sahabat adalah konsekuensi Aqidah imamiyah

Mereka meyakini bahwa sebelum meninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah berwasiat bahwa pemimpin umat sepeninggal beliau adalah Ali bin Abi Thalib ra. Keyakinan ini membawa konsekuensi bahwa naiknya Abu Bakar ra memimpin umat merupakan pengkhianatan kepada wasiat tersebut. Demikian juga dua kholifah setelahnya dan semua sahabat dianggap telah menghianati wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga mereka dianggap telah murtad sepeninggal Rasulullah.

Dalam kitab al-Kafi karya al-Kulaini, “Tiga macam manusia yang Allah Subhanahu wata’ala tidak akan melihat mereka, tidak menyucikan mereka, dan mereka mendapat siksaan yang pedih:
  1. orang yang mengakui kepemimpinan dari Allah Subhanahu wata’ala yang bukan miliknya,
  2. orang yang mengingkari imamah yang berasal dari Allah Subhanahu wata’ala, dan
  3. orang yang menyangka bahwa keduanya—Abu Bakr dan Umar memiliki kedudukan di dalam Islam.” (al-Kafi, Kitabul Hujjah, 1/373, Tafsir al-Iyyasyi, 1/178)
Meyakini adanya wasiat imamah kepada Ali ra dan penghujatan kepada sahabat adalah dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Apabila syiah di indonesia mereka mengaku tidak membenci sahabat maka konsekuensinya mereka harus melepaskan keyakinan bahwa Ali ra telah menerima wasiat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini sangat mustahil, kalau mereka melakukan ini maka mereka akan terhukum sebagai orang kafir sesuai dengan ajaran mereka

Kesesatan syiah dalam hal kebencian mereka kepada sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam saja sudah cukup sebagai bahan pertimbangan bahwa mereka tidak layak hidup berdampingan dengan umat islam di Indonesia. Apalagi dikaitkan dengan kesesatan kesesatan mereka yang lain. Sebagian ulama salaf berkata, “Tidaklah hati seseorang dengki terhadap salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, kecuali menunjukkan bahwa kedengkiannya terhadap kaum muslimin lebih kuat lagi.” (al-Ibanah hlm. 41, karya Ibnu Baththah)

Abu Zur’ah ar-Razi radhiyallahu ‘anhu juga berkata,

إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَنْتَقِصُ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ فَاعْلَمْ أَنَّهُ زِنْدِيقٌ وَذَلِكَ أَنَّ الرَّسُولَ عِنْدَنَا حَقٌّ وَالْقُرْآنَ حَقٌّ وَإِنَّمَا أَدَّى إِلَيْنَا هَذَا الْقُرْآنَ وَالسُّنَنَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ وَإِنَّمَا يُرِيدُونَ أَنْ يَجْرَحُوا شُهُودَنَا اللهِ لِيُبْطِلُوا الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ وَالْجَرْحُ بِهِمْ أَوْلَى وَهُمْ زَنَادِقَةُ

“Jika engkau melihat seseorang mencela salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ketahuilah bahwa dia adalah zindiq (munafik). Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menurut kami adalah benar, al-Qur’an juga kebenaran, serta yang menyampaikan al-Qur’an dan Sunnah kepada kita adalah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sesungguhnya mereka ingin mencerca saksi-saksi agama kita agar mereka dapat membatalkan al- Kitab dan as-Sunnah. Celaan justru lebih pantas untuk mereka, dan mereka adalah orang-orang zindiq.” (al-Kifayah, Khathib al-Baghdadi, hlm. 49).

Karena itu sudah selayaknya MUI pusat segera mengeluarkan fatwa tentang kesesatan syiah.
Wallahu’alam bish shawab…
(Ukasyah/arrahmah.com)

Oleh: Ustadz dr. Haidar Abdullah Bawazir

Penganut Syi'ah Kafir dan Fasik! Ayo Hijrah ke Islam Kaffah!

09.21




Al-Hamdulillah, segala pujin milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam- keluarga dan para sahabatnya.

Memang benar, para ulama menjelaskan bahwa tidak semua pengikut Syi’ah itu dikafirkan. Mereka tidak berada pada satu tingkatan dalam memegang keyakinan tasyayyu’ mereka. Sebagian mereka yang ghuluw (ekstrim) sampai melakukkan sesuatu yang membatalkan prinsip-prinsip keimanan, maka ia dikafirkan tanpa ragu. Seperti pengikut Syi’ah yang sampai menyembah Ali, Fathimah, Hasan dan Husain maka mereka dikafirkan. Begitu juga yang mengatakan bahwa Jibril menghinati amanat, kenabian itu haknya Ali tapi diserahkan kepada Muhammad; ini juga dikafirkan.

Di antara kelompok Syi’ah ada Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah yang meyakini imam-imam mereka lebih mulia daripada para malaikat dan Nabi, maka ini juga dikafirkan. Di antara mereka yang mengafirkan Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, dan sejumlah besar sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, juga dihukumi kafir oleh para ulama.

Sementara di antara pengikut Syi’ah yang hanya meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib lebih utama daripada tiga khalifah sebelumnya maka tidak dikafirkan, tetapi dihukumi salah. Karena ijma’ sahabat, Ali sebagai khalifah ketiga setelah Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Mereka lebih mulia daripada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhum. Maka jika ada satu kelompok yang mengatakan Ali lebih utama daripada mereka bertiga, ia telah berbuat kesalahan dan menyalahi ijma’ para sahabat. Namun, ia tidak dikafirkan.

. . . menghukumi secara umum terhadap kelompok Syi’ah sebagai kelompok sesat dan menyimpang dari kebenaran dan kelompok yang celaka bersama sekte-sekte yang dikabarkan hadits Nabi sebagai penghuni neraka, adalah sebuah kaharusan. . .

Dalam mengafirkan personal (takfir mu’ayyan) ada keharusan melakukan tastabbut (memastikan keyakinannya dengan melakukan pendalaman dan tidak buru-buru), karena tidak semua orang yang berintisab kepada kelompok yang menyimpang dari madhab salaf dalam beberapa perkara boleh dikafirkan. Begitu juga terhadap orang-orang yg berinstisab kepada madhab Syi'ah, tidak semuanya -secara personal- bisa dikafirkan. Karena bisa jadi ada sebagian mereka yang hanya ikut-ikutan, terpengaruh ajarannya karena kurangnya pengaruh dakwah Al-Haq di daerahnya, dan sebab-sebab lainnya.

Makna melakukan tatsabbut dalam mengafirkan personal tertentu bukan berarti kita tidak menyematkan hukum secara global kepada kelompok-kelompok yang menyimpang dari kebenaran, seperti kelompok sesat dan menyimpang. Karena tatsabbut (hati-hati dan tidak terburu-buru) tersebut khusus bagi personal, bukan jamaah secara umum. Oleh karenanya, menghukumi secara umum terhadap kelompok Syi’ah sebagai kelompok sesat dan menyimpang dari kebenaran dan kelompok yang celaka bersama sekte-sekte yang dikabarkan hadits Nabi sebagai penghuni neraka, adalah sebuah kaharusan.

Ini dikuatkan dengan adanya bukti dari kitab-kitab rujukan mereka yang ditulis sendiri oleh tangan ulama-ulama mereka. Seperti, keyakinan adanya perubahan, penambahan dan pengurangan terhadap Al-Qur’an yang ada di tangan kaum muslimin sekarang ini.

Keyakinan mereka terhadap para sahabat Nabi yang dijamin surga seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah, Hafsah –yang menurut keyakinan Syi’ah-  sebagai orang-orang kafir, jahat, zalim, dan tuduhan kebencian lainnya. Mereka senantiasa mencaci maki orang-orang pilihan dan menyatakan permusuhan kepada orang-orang dekat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yang sebagian mereka menjadi mertua dan menantu beliau.

Keyakinan bada’, bahwa Allah tidak tahu sesuatu sebelumnya dan baru tahu sesudahnya, dan keyakinan-keyakinan sesat lainya.

Maka saat seorang Syi’i (pengikut Syi’ah) menampakkan keyakinan-keyakinan kufurnya, mereka dihukumi kafir; jika tidak maka tidak dihukumi kafir.

. . . tidak semua orang yang berintisab kepada kelompok yang menyimpang dari madhab salaf dalam beberapa perkara boleh dikafirkan. . .

Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah pernah ditanya tentang status Rafidhah, apakah dikafirkan? Bagaimana seorang muslim berinteraksi dengan mereka, karena seringnya mereka tidak menampakkan kedengkian dan kebencian terhadap Ahlus Sunnah.

Menjawab hal ini, beliau menyampaikan bahwa tidak mungkin memberikan jawaban secara gebyah uyah (di samaratakan), bahwa semua pengikut Rafidhah (Syi’ah) adalah kafir dan setiap Rafidhah fasik. Kedudukan mereka sebagaimana kelompok-kelompok ahli bid’ah lainnya. Apabila menampakkan sesuatu yang menjadikan kufur, maka mereka menjadi kafir. Jika mereka menampakkan sesuatu yang menjadikan fasik, maka mereka dihukumi fasik. Harus ada perinciannya dan melihat tingkat kebid’ahannya. Kewajiban kita adalah mengajak mereka kepada kebenaran. Kita jelaskan kebenaran kepada mereka.

Jika kita tahu ia dari kelompok mana, maka kita jelaskan keburukan kelompoknya tersebut. Janganlah putus asa mendakwahi mereka, karena hati-hati manusia itu ada di antara dua jari-jemari Ar-Rahman ‘Azza Wajalla. Boleh jadi Allah memberi petunjuk kepada mereka melalui tangan-tangan kita sehingga kita mendapat pahala yang besar. Dan seseorang yang mendapat petunjuk setelah sebelumnya ia tidak mendapat petunjuk terkadang manfaatnya untuk masyarakat itu lebih banyak dan lebih besar daripada orang yang mendapat petunjuk sejak awal. Karena ia mengetahui kebatilan dan meninggalkannya, menjelaskannya kepada manusia sehingga penjelasannya kepada manusia benar-benar di atas ilmu. Wallahu Ta’ala A’lam. [PurWD/voa-islam.com]

Oleh : Ustadz Badrul Tamam

8 Amalan Agar Dapat Menemani Rasulullah di Surga

09.15


Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Dekat dengan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah kenikmatan yang agung. Karenanya para sahabat beliau adalah manusia-manusia terbaik dari umat ini. Menemani sang utusan dengan iman mengangkat kedudukan mereka di atas manusia-manusia mulia sesudahnya. Ini kebersamaan dengan beliau di dunia, lalu bagaimana dengan membersamai beliau di akhirat?
Pastinya, membersamai beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam di akhirat jauh lebih utama lagi. Pastinya, orang yang menemani beliau di surga berada pada tingkatan tertingginya. Karenanya kita temukan beberapa sahabat sangat berkeinginan membersamai atau menemani beliau di sana. Apakah kita juga berkeinginan mendapatkan derajat yang sangat mulia ini? berikut ini beberapa amal dan doa yang menjadi sebab kita mendapatkan keutamaan agung ini.
1. Mutaba’ah (mengikuti) & taat kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-Nisa’: 69)
Disebutkan dalam Al-Mu’jam al-Kabir milik Al-Thabrani, dari Ibnu Abas Radhiyallahu 'Anhuma: ada seseorang datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan berkata: Wahai Rasulullah, sungguh aku mencintaimu sehingga aku ingin menyampaikan kepadamu jika aku datang dan tidak melihatmu maka aku merasa nyawaku keluar. Aku juga sampaikan kalaulah aku masuk surga dan berada di bawah tempatmu maka hal itu sangat menyedihkan buatku. Aku ingin satu tingkat bersama dirimu. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak menjawab sedikitpun sehingga Allah 'Azza Wa Jalla menurunkan ayat di aats. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memanggilnya dan membacakan ayat tersebut kepadanya.
2. Mencintai Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
Disebutkan dalam Shahihain, dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, berkata: Ada seseorang bertanya kepada Rasulullah tentang hari kiamat dan berkata, "Kapankah hari kiamat tiba?", beliau menjawab, "Apa yang engkau persiapkan untuk menghadapinya ?". Ia menjawab, "Tidak ada, melainkan saya mencintai Allah dan Rasul-Nya". Maka Rasulullah bersabda, "Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai."
Anas bin Malik berkata: "Kami tidak pernah merasa gembira seperti kegembiraan kami dengan ucapan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai (di akhirat kelak).
Kemudian Anas berkata: “Sungguh saya mencintai Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, Abu Bakar dan Umar dan berharap agar saya bisa bersama mereka (di akhirat kelak) disebabkan cintaku terhadap mereka, walaupun saya tidak beramal seperti amalan mareka.” (HR. Bukhari)
Tetapi pecinta sejati yang akan mendapatkan kemuliaan ini adalah yang menempuh jalan orang yang dicintainya, mengikuti langkah-langkahnya, berada di atas manhajnya, dan mengambil petunjuknya. Ingat, Yahudi dan Nasrani mengaku mencintai para nabi mereka tetapi tidak mendapatkan nikmat menemani mereka di akhirat dikarenakan mereka menyalahi petunjuk para nabinya.
Kita lihat Abu Thalib sangat mencintai keponakannya namun tidak bisa membersaminya di akhirat karena ia tidak mengikuti Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam keimanan dan petunjuk. Siapa yang ingin bersama orang yang dicintainya ia harus menempuh jalan orang tersebut.
. . . Ingat, Yahudi dan Nasrani mengaku mencintai para nabi mereka tetapi tidak mendapatkan nikmat menemani mereka di akhirat dikarenakan mereka menyalahi petunjuk para nabinya. . . .

3. Memperbanyak Shalat Sunnah
Disebutkan dalam Shahih Muslim, Rabi'ah bin Ka'ab Al Aslami Radhiyallahu 'Anhu bercerita bahwa dia pernah bermalam bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Kemudian ia meyiapkan air wudhu dan keperluannya. Beliau lalu bersabda kepadaku, "Mintalah sesuatu kepadaku", saya berkata, "Saya meminta agar saya bisa bersamamu di surga.” Beliau menjawab, "Adakah permintaan selain itu", saya berkata, "hanya itu.” Beliau lalu bersabda, "Maka bantulah aku atas dirimu (untuk memohon kepada Allah agar memenuhi permintaanmu) dengan memperbanyak sujud (shalat)".” (HR. Muslim)
Dari hadits ini, Ibnul Qayyim mengatakan, “apabila kamu ingin mengetahui tingkatan semangat, maka lihatlah kepada semangatnya Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami Radhiyallahu 'Anhu, di mana Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda kepadanya, “Mintalah sesuatu kepadaku”, lalu ia berkata, “Saya meminta agar saya bisa menemanimu di surga,” sementara orang selainnya meminta sesuatu yang memenuhi perutnya atau menutupi kulitnya.” (Madarij al-Saalikin: 3/147)
Hadits ini juga menjadi dalil bahwa membersamai Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam di akhirat kelak tidak diperoleh hanya dengan berangan-angan semata, harus dibuktikan dengan amal nyata.
4. Berakhlak Mulia
Dari Jabir Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

Sesungguhnya orang yang paling saya cintai dan paling dekat majelisnya denganku di antara kalian hari kiamat kelak (di surga) adalah yang paling baik akhlaknya…". (HR. Al-Tirmidzi dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani)
5. Memperbanyak Membaca Shalawat
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ القِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلاَةً

Manusia yang paling utama (dekat) denganku hari kiamat kelak adalah yang paling banyak bershalawat atasku.” (HR. Al-Tirmidzi, dan disebutkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad)
Al-Munawi Rahimahullah menjelaskan makna hadits di atas, yaitu orang yang paling dekat kepadaku (Rasulullah) dan paling dimuliakan dengan syafa’atku serta paling berhak terhadap limpahan kebaikan-kebaikan dan dihindarkan dari keburukan-keburukan pada hari kiamat. (Lihat: Faidhul Qadir Syarh al-Jami’ al-Shaghir: 2/560)
6. Merawat, Menyantuni & Membantu Anak Yatim
Berbuat baik kepada anak-anak yatim termasuk sebab keberuntungan di akhirat dengan mendapatkan surga tertinggi. Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا

Saya dan orang yang merawat anak yatim di surga kelak seperti ini,” seraya beliau mengisyaratkan jari tengah dan telunjuknya lalu merenggangkan keduanya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Imam al-Nawawi menjelaskan makna Kaafil al-Yatim: orang yang mengurusi kebutuhan-kebutuhannya. (Riyadhus shalihin. Bab: Mulathafah al-Yatim)
Ibnu Baththal Rahimahullah –disebutkan dalam  Fathul Baari- berkata: “wajib bagi siapa yang  mendengar hadits ini untuk mengamalkannya, supaya ia bisa menemani Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam di surga, dan tidak ada kedudukan di akhirat yang lebih utama darinya.”
7. Mendidik Anak-anak Wanita Agar Menjadi Mukminah Shalihah
Imam Bukhari meriwayatkan dalam al-Adab al-Mufrad, dari Anas Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda:
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تدركَا، دَخَلْتُ أَنَا وَهُوَ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ

Barangsiapa yang memelihara (mendidik) dua wanita sampai mereka dewasa, maka saya akan masuk surga bersamanya di surga kelak seperti ini", beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya." (Imam Muslim juga meriwayatkan serupa dalam Shahihnya
Dalam Mushannaf Ibnu abi Syaibah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Siapa yang mempunyai dua orang saudari atau dua orang putri lalu ia berbuat baik kepada keduanya selama mereka bersama dirinya maka saya dan dia di surga seperti ini,” beliau mendekatkan kedua jarinya.
8. Memperbanyak Do’a
Yakni doa agar didekatkan dengan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan menemani beliau di akhirat. Dalil umumnya adalah apa yang diminta Rabi’ah kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam agar beliau mendoakannya untuk menemaninya di surga. Juga doa yang dipanjatkan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ إِيمَانًا لَا يَرْتَدُّ، وَنَعِيمًا لَا يَنْفَدُ، وَمُرَافَقَةَ مُحَمَّدٍ فِي أَعْلَى جَنَّةِ الْخُلْدِ

Ya Allah saya meminta kepada-Mu keimanan yang tidak akan berubah dengan kemurtadan, kenikmatan yang tiada putus, dan (aku memohon kepada-Mu) agar menjadi pendamping Muhammad shallallahu'alaihi wasallam di derajat tertinggi dari surga yang kekal." (HR. Ahmad dengan sanad shahih. Syaikh Al-Albani menyatakan isnadnya hasan).
Doa ini bagian tawakkal hamba dalam mengusahakan sebab-sebab supaya bisa bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam di surga. Wallahu Ta’ala A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
  • Diringkas dari tulisan DR. Mahran MAher Utsman yang berjudul: Murafaqah Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam fi Al-Jannah. Sumber: http://www.saaid.net.

Oleh : Ustadz Badrul Tamam

Bahaya Merasa Tidak Butuh Kepada Allah

21 Oktober 2013 10.00




Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Butuh kepada Allah merupakan kondisi semua makhluk dan sifat melekat padanya. Mereka semua butuh kepada karunia Allah, nikmat-Nya, kebaikan-Nya, pertolongan-Nya, perlindungan-Nya, dukungan-Nya, ampunan-Nya & keridhaan-nya.

Setiap manusia yang ada di timur sampai barat butuh kepada-Nya. Mereka butuh kemurahan Allah agar tetap memberi mereka kesempatan hidup, tempat tinggal di bumi-Nya, menghirup udara-Nya, memberi fungsi anggota tubuh, rizki, dan selainnya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman tentang kondisi ini,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ * إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ * وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ

Hai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.” (QS. Faathir: 15-17)

Imam Al-Syaukani berkata, “maksudnya: mereka butuh kepada-nya dalam semua urusan Dien dan dunia mereka. Mereka butuh kepada-Nya secara umum.”

Allah Ta’ala berfirman dalam hadits Qudsi:

يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلَّا مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلَّا مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ

Wahai hamba-hambaKu sesungguhnya kalian semua itu sesat kecuali orang yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepadaku niscaya Kuberi hidayah kalian. Wahai hamba-hamba-Ku sesungguhnya kalian semua itu orang lapar kecuali orang-orang yang Aku beri makan. Maka mintalah makan kepadaKu niscaya Aku beri makan kalian. Wahai hamba-hambaKu sesungguhnya kalian semua orang-orang yang telanjang kecuali orang yang aku beri pakaian maka mintalah pakaian padaKu niscaya Aku beri pakaian kalian. Wahai hamba-hambaKu sesungguhnya kalian semua melakukan kesalahan di waktu malam dan siang, sedangkan Aku mengampuni segala dosa semuanya, maka mintalah ampun kalian semua padaKu niscaya Aku ampuni kalian.” (HR. Muslim)

Hadits ini mengabarkan tentang kondisi awal manusia, semuanya dalam keadaan jahil, sesat, kelaparan, telanjang, dan banyak doa. Kemudian Allahlah yang memberikan ilmu kepada mereka, menunjuki mereka, memberikan makanan dan pakasian serta mengampuni dosa-dosa mereka sehingga mereka tidak habis binasa.

Merasa Tidak Butuh Kepada Allah Sumber Penyimpangan

Tidak semua menusia mengakui sifat ini dan menyadari kebutuhannya kepada Allah yang sangat. Ada sebagian menyombongkan diri dan merasa tidak butuh kepada Allah hanya karena mereka memiliki fisik sehat lagi kuat, mampu bekerja sehingga menghasilkan duit yang mencukupi hidupnya, memiliki kekayaan melimpah, menduduki jabatan tinggi dan  atau ia sebagai penguasa di satu belahan bumi memiliki kekayaan. Ia enggan mencari kecintaan Allah dan keridhaan-Nya. Biasanya, manusia semacam ini cenderung menyimpang dan menyombongkan diri sehingga tidak mau tunduk & taat kepada Allah, membuang syariat-Nya, dan melampui batasanya sebagai hamba.

Allah telah mengabarkan manusia jenis kedua dalam firman-Nya,

كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى أَنْ رَآَهُ اسْتَغْنَى إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى

Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu).” (QS. Al-Alaq: 6-8)

وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى

Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (QS. Al-Lail: 8-10)

إِنَّ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا وَرَضُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوا بِهَا وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ آَيَاتِنَا غَافِلُونَ أُولَئِكَ مَأْوَاهُمُ النَّارُ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 7-8)

Mereka akan menemui kehinaan dan kesengsaraan di kehidupan akhirat; bahkan terkadang kehinaan itu disegerakan juga dalam kehidupan dunia.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya kabulkan doa kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina".” (QS. Ghaafi: 60)

Ada orang merasa dirinya lemah dan membutuhkan bantuan Dzat lebih perkasa, namun ia lari dari Allah dan datang kepada sesama makhluk yang lemah. Ia tidak mengenal Allah dengan baik sehingga ingkar terhadap Rububiyyah-Nya. Ia terjerumus ke dalam kesyirikan. Ia tak mendapatkan apa yang dikehendakinya kecuali dengan Izin Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Allah sebutkan tentang orang-orang musyrikin yang menyembah berhala-berhala agar mereka memudahkan jalan rizkinya.

إِنَّمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْثَانًا وَتَخْلُقُونَ إِفْكًا إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Sesungguhnya apa yang kamu sembah selain Allah itu adalah berhala, dan kamu membuat dusta.  Sesungguhnya yang kamu sembah selain Allah itu tidak mampu memberikan rezeki kepadamu; maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan.” (QS. Al-Ankabut: 17)

Allah terangkan tentang orang yang beribadah kepada Allah di atas keraguan, jika mendapat kemakmuran rizki maka dia tetap di atas ibadah. Sebaliknya, jika mendapat kerugian materi maka ia berpaling darinya & mencari selain Allah untuk diminta. Orang ini menemui kerugian dunia-akhirat.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُ وَمَا لَا يَنْفَعُهُ ذَلِكَ هُوَ الضَّلَالُ الْبَعِيدُ

Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat.  Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Ia menyeru selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 11-12)

Apakah Allah Rugi dengan Pengingkaran?

Tidak, Allah maha kaya tidak butuh kepada makhluk-Nya, tidak butuh pula kepada ibadah dan ketaatan mereka.

وَقَالَ مُوسَى إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ

Dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim: 8)
Allah berfirman dalam hadits Qudsi:

يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا

Wahai, hamba-hamba-Ku. Seandainya yang pertama dan yang terakhir dari kalangan jin dan manusia semua merupakan setaqwa-taqwa makhluq di antara kalian, tidaklah yang demikian itu menambah sedikitpun kekuasaan-Ku. Dan seandainya yang pertama dan yang terakhir dari kalangan jin dan manusia merupakan seburuk-buruk makhluq di antara kalian, tidaklah yang demikian itu mengurangi sedikitpun kekuasaan-Ku.” (HR. Muslim)

Semua itu karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala Maha kaya dan sudah berkecukupan sehingga tak butuh kepada semua makhluk-Nya. Dia tidak berhajat kepada usaha makhluk untuk memberikan kemanfaat bagi-Nya. Keshalihan mereka semua tidaklah menambah kekuasaan-Nya sedikitpun. Sebaliknya kebejatan dan keingkaran mereka tidak mengurangi kekuasaan barang sedikitpun.

Kesempurnaan kekayaan Allah mengharuskan ketaatan makhluk-Nya tidakmembawa manfaat bagi-Nya. Sebaliknya, kedurhakaan para ahli maksiat tidak membawa madharat sedikitpun bagi-Nya. Allah Mahakaya dan Mahaterpuji. Makhluk lah yang butuh kepada ibadah mereka dan ampunan atas dosa-dosa mereka. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]

Oleh Ustadz Badrul Tamam

Inilah Dalil-Dalil Mengharamkan Umat Islam Memilih Pemimpin Kafir

03 Oktober 2013 19.49




Menjadikan orang kafir sebagai pemimpin bagi umat Islam berarti menentang Allah SWT dan Rasulullah SAW serta Ijma' Ulama. Memilih orang kafir sebagai pemimpin umat Islam berarti memberi peluang kepada orang kafir untuk "mengerjai" umat Islam dengan kekuasaan dan kewenangannya. 

Berikut ini adalah sejumlah Dalil Qur'ani beserta Terjemah Qur'an Surat (TQS) yang menjadi dasar untuk bersikap dalam memilih pemimpin :

1.  Al-Qur'an melarang menjadikan orang kafir sebagai Pemimpin
QS. 3. Aali 'Imraan : 28. 

"Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara  diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu)."

 QS. 4. An-Nisaa' : 144. 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?"

 QS. 5. Al-Maa-idah : 57.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi PEMIMPINMU, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman."

2.  Al-Qur'an melarang menjadikan orang kafir sebagai Pemimpin walau Kerabat sendiri :
QS. 9. At-Taubah : 23.

"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan BAPAK-BAPAK dan SAUDARA-SAUDARAMU menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."

QS. 58. Al-Mujaadilah : 22.

"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling  berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekali pun orang-orang itu BAPAK-BAPAK, atau ANAK-ANAK atau SAUDARA-SAUDARA atau pun KELUARGA mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada- Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa  puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa  sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung."

3. Al-Qur'an melarang menjadikan orang kafir sebagai teman setia
QS. 3. Aali 'Imraan : 118.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi TEMAN  KEPERCAYAANMU orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang  disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya."

QS. 9. At-Taubah : 16.

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi TEMAN SETIA selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman ? Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

4. Al-Qur'an melarang saling tolong dengan kafir yang akan merugikan umat Islam
QS. 28. Al-Qashash : 86.

"Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Quran diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu menjadi PENOLONG bagi orang-orang kafir."

QS. 60. Al-Mumtahanah : 13.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan PENOLONGMU kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa." 

5. Al-Qur'an melarang mentaati orang kafir untuk menguasai muslim
QS. 3. Aali 'Imraan : 149-150.

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu MENTAATI orang-orang yang KAFIR itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. Tetapi (ikutilah Allah), Allah lah Pelindungmu, dan Dialah sebaik-baik Penolong."

6. Al-Qur'an melarang beri peluang kepada orang kafir sehingga menguasai muslim
QS. 4. An-Nisaa' : 141.

"...... dan Allah sekali-kali tidak akan MEMBERI JALAN kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman."

7. Al-Qur'an memvonis munafiq kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
QS. 4. An-Nisaa' : 138-139.

"Kabarkanlah kepada orang-orang MUNAFIQ bahwa mereka akan mendapat siksaan  yang pedih. (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah."

8. Al-Qur'an memvonis ZALIM kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
QS. 5. Al-Maa-idah : 51.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak  memberi petunjuk kepada orang-orang yang ZALIM."

9. Al-Qur'an memvonis fasiq kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
QS. 5. Al-Maa-idah : 80-81.

"Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang FASIQ."

10. Al-Qur'an memvonis sesat kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai pemimpin
QS. 60. Al-Mumtahanah : 1.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu     karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu  nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah TERSESAT dari jalan yang lurus."

11. Al-Qur'an mengancam azab bagi yang jadikan kafir sbg Pemimpin / Teman Setia
 QS. 58.  Al-Mujaadilah : 14-15.

"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman ? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui. Allah telah menyediakan bagi mereka AZAB yang sangat  keras, sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan."

12. Al-Qur'an mengajarkan doa agar muslim tidak menjadi sasaran fitnah orang kafir
 QS. 60. Al-Mumtahanah : 5.

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (SASARAN) FITNAH bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

10 Amalan Berbonus Rumah di Surga

02 Oktober 2013 14.24




Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah-Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Setiap rumah yang kita tempati sekarang –sebagus apapun itu- akan rusak dan hancur. Sebabnya bisa beragam seperti kebakaran, gempa bumi, longsor, tertabrak kereta dan sebab lainnya. Jikapun rumah kita tetap kokoh maka ia tak akan bisa melindungi kita dari kematian. Inilah rumah kita di kehidupan dunia.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. Al-Nisa’: 78)

Untuk rumah di dunia ini, manusia terus bekerja keras, banting tulang, peras keringat siang-malam. Cari pinjaman sana-sini untuk mengredit rumah sepetak yang lusuh dan tak tahan lama. Padahal rumah tersebut akan fana, hancur, dan usang di makan masa. Atau dengan kemegahannya akan ditinggalkan oleh pemiliknya selama-lamanya.

Kehidupan akhirat pasti kita masuki. Tak satupun manusia bisa mengelak darinya. Di sana ada kehidupan yang lebih kekal dan abadi. Orang-orang beriman akan dimuliakan dengan rumah megah lagi indah sesuai dengan tingkat iman dan takwanya. Kenapa kita tidak lebih serius dan sungguh-sungguh berusaha mencari jalan dan mengupayakan sebab untuk memiliki rumah di sana?

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengabarkan kepada kita tentang sifat-sifat rumah surga yang sangat indah dan bahan bakunya.

لَبِنَةٌ مِنْ فِضَّةٍ وَلَبِنَةٌ مِنْ ذَهَبٍ وَمِلَاطُهَا الْمِسْكُ الْأَذْفَرُ وَحَصْبَاؤُهَا اللُّؤْلُؤُ وَالْيَاقُوتُ وَتُرْبَتُهَا الزَّعْفَرَانُ مَنْ دَخَلَهَا يَنْعَمُ لَا يَبْأَسُ وَيَخْلُدُ لَا يَمُوتُ لَا تَبْلَى ثِيَابُهُمْ وَلَا يَفْنَى شَبَابُهُمْ

Bangunannya dari batu bata berupa perak dan emas, adukannya dari minyak wangi kesturi Al-Adzfar, kerikilnya dari mutiara dan permata, kerikilnya dari zakfaron. Siapa yang memasukinya akan merasa nikmat dan tidak akan meninggalkannya, kekal tidak akan mati, pakaiannya tidak kotor dan senantiasa muda tidak akan tua.” (HR. Al-Tirmidzi & Ahmad. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih al-Jami’: 3116)

Amal-amal Berbonus Rumah di Surga

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengabarkan adanya beberapa amal yang berbonus rumah di surga. Sebagiannya terlihat ringan, sebagian lainnya butuh modal besar, dan sebagian lainnya membutuhkan pengorbanan. Di antara amal-amal tersebut adalah:

1. Membangun masjid karena Allah

Dari Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu 'Anhu, berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا بَنَى اللَّه لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّة

Siapa yang membangun satu masjid untuk Allah maka Allah akan membangunkan untuknya satu rumah di surga.” (Muttafaq ‘alaih)

مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا مِنْ مَالٍ حَلَالٍ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّة

Siapa yang membangun satu masjid untuk Allah dari harta yang halal maka Allah akan membangunkan untuknya satu rumah di surga.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syuabul Iman, al-Thabrani dalam al-Ausath, dan lainnya)

Dari Abu Dzar Radhiyallahu 'Anhu, berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

Siapa membangun masjid karena Allah walau seperti sarang burung atau lebih kecil dari itu maka Allah akan membangunkan untuknya satu rumah di surga.” (HR. Ibnu Majah, al-Bazzar dan Ibnu Hibban. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih al-Jami’, no. 6128)

2. Membaca surat Al-Ikhlas sepuluh kali


Dari hadits Mu’adz bin Anas Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ حَتَّى يَخْتِمَهَا عَشْرَ مَرَّاتٍ بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْرًا فِي الْجَنَّةِ

Siapa yang membaca Qul Huwallaahu Ahad (Surat Al-Ikhlash) sampai menghatamkannya sebanyak sepuluh kali niscaya Allah bangunkan untuknya intana di surga.” (HR Ahmad dari Mu’adz bin Anas al-Juhani & dihassankan Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 589)

3. Memuji Allah dan beristirja’ saat diuji dengan kematian anak

Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu 'Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

إِذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلَائِكَتِهِ قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيَقُولُ قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ فَيَقُولُونَ نَعَمْ فَيَقُولُ مَاذَا قَالَ عَبْدِي فَيَقُولُونَ حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ فَيَقُولُ اللَّهُ ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ

Apabila anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada MalaikatNya, “Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?” Mereka berkata, “Benar.” Allah berfirman, “kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?” Mereka menjawab, “Benar.” Allah berfirman, “Apa yang diucapkan oleh hamba-Ku?” Mereka berkata, “Ia memuji-Mu dan mengucapkan istirja’ (Innaa Lilaahi Wa Innaa Ilaihi Raaji’uun).” Allah berfirman, “Bangunkan untuk hamba-Ku rumah di surga dan namai ia Rumah Pujian.” (HR. Al-Tirmidzi dan beliau menghassankannya , juga dihasankan oleh Syaikh Al AlBani di Shahih al-Jami’)

4. Membaca doa masuk pasar

Dari Umar bin al-Khathab Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ دَخَلَ السُّوقَ فَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ دَرَجَةٍ وَبَنَى لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa masuk pasar lalu ia mengucapkan, “Laa Ilaaha Illallaahu wahdahu Laa Syariikalahu, Lahul Mulku Walahul Hamdu, Yuhyii, Wayumiitu, Wahuwa Hayyun Laa Yamuutu, Biyadihil Khairu, Wahuwa ‘alaa Kulli Syai-in Qadiir” niscaya Allah menuliskan baginya sejuta kebaikan, menghapuskan darinya sejuta kejelekan, mengangkat derajatnya hingga sejuta derajat, dan membangunkan untuknya rumah di surga”." ( HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim. Syaikh Al-Albani menyatakan, hadits tersebut hasan)
. . . Kenapa kita tidak lebih serius dan sungguh-sungguh berusaha mencari jalan dan mengupayakan sebab untuk memiliki rumah di akhirat?. . .

5. Menutup celah barisan shaf shalat

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ سَدَّ فُرْجَةً بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتاً فِي الْجَنَّةِ وَ رَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً

Siapa menutup celah (pada barisan shalat) niscaya Allah bangunkan untuknya rumah di surga dan mengangkat derajatnya dengan perbuatannya itu.” (HR. Al-Muhamili dalam Amaalinya dan dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 1892)

6. Menjaga shalat-shalat sunah rawatib dua belas rakaat

Dari Ummu Habibab Radhiyallahu 'Anha, berkata: Aku Mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

Siapa yang shalat 12 rakaat dalam sehari semalam niscaya dibangunkan untuknya rumah di surga.” (HR. Muslim)

Shalat 12 raka’at itu adalah empat rakaat sebelum Dzuhur & dua rakaat sesudahnya, dua raka’at sesudah maghrib, dua rakaat setelah ‘Isya, dan dua rakaat sebelum Shubuh sebagaimana yang terdapat dalam hadits ‘Aisyah dalam Sunan al-Tirmidzi dan Ibnu majah.

7. Iman, islam, hijrah dan berjihad fi sabilillah

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

أَنَا زَعِيمٌ وَالزَّعِيمُ الْحَمِيلُ لِمَنْ آمَنَ بِي وَأَسْلَمَ وَهَاجَرَ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ وَأَنَا زَعِيمٌ لِمَنْ آمَنَ بِي وَأَسْلَمَ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى غُرَفِ الْجَنَّةِ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلَمْ يَدَعْ لِلْخَيْرِ مَطْلَبًا وَلَا مِنْ الشَّرِّ مَهْرَبًا يَمُوتُ حَيْثُ شَاءَ أَنْ يَمُوتَ

Aku menjamin orang yang beriman kepadaku, masuk islam dan berhijrah dengan sebuah rumah di pinggir surga, di tengah surga, dan surga yang paling tinggi. Aku menjamin orang yang beriman kepadaku, masuk Islam dan berjihad dengan rumah di pinggir surga, di tengah surga dan di surga yang paling tinggi. Barangsiapa yang melakukan itu, ia tidak membiarkan satupun kebaikan, dan lari dari semua keburukan, ia meninggal, di mana saja Dia kehendaki untuk meninggal.” (HR. Al-Nasai, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Dishahihkan oleh Syaikh Al AlBani rahimahullah).

8. Menghindari debat walaupun dalam posisi yang benar

9. Meninggalkan dusta dalam becanda

10. Berakhlak mulia

Dari Abu Umamah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَه

Aku menjamin sebuah rumah di pinggir jannah (surga) bagi siapa saja yang meninggalkan perdebatan berkepanjangan meskipun ia dalam posisi yang benar, juga sebuah rumah di tengah jannah bagi siapa saja yang meninggalkan berbohong walaupun ia sedang bercanda, serta sebuah rumah di puncak jannah bagi siapa saja yang berakhlak mulia.” (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Syaikh Al-Albani menghassankannya di Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 1648)

Inilah beberapa amalan yang diberitakan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berbonus rumah di surga. Orang hidup pasti menginginkan tempat tinggal yang indah, megah, sejuk, dan nyaman. Maka untuk kehidupan yang kekal di akhirat hendaknya lebih semangat memiliki rumah idaman tersebut. Tentunya rumah-rumah itu membutuhkan pernak-pernik dan perhiasannya; dari kamar dan ruangan, perbendaharaan dan perhiasannya, serta pepohonannya. Dan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam teleh menjelaskan  amal-amal untuk menyempurnakannya, sebagaimana yang sudah kami tuliskan terdahulu. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]

Oleh : Ustadz Badrul Tamam

Murottal AlQuran

Aqidah

Tanya Jawab

 

© Copyright Indahnya Islam 2010 - 2016 | Powered by Blogger.com.