News Update :

Video Ceramah

Ibadah

Ceramah Islam

Doa Doa Shahih

Kiwil Ikut Aksi Damai 4 November: “Ini Soal Aqidah, Saya Sudah Siap Sekalipun Harus Mati”

03 November 2016 16.10




Hanya segelintir kalangan artis yang mendukung aksi demonstrasi besar-besaran pada 4 November nanti. Berbagai alasan dan pertimbangan yang membuat kalangan artis enggan ikut turun ke jalan bersama ribuan massa dari ormas Islam itu.
Namun sikap kebanyakan artis itu berbeda dengan Wildan Delta alias Kiwil. Komedian tersebut mengaku mendukung bahkan siap ikut turun ke jalan pada Jumat (4/11) nanti. Hal itu diungkapkan Kiwil saat berkunjung ke markas pemenangan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur nomor urut 3 Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi) di Jalan Cicurug No 6, Menteng, Jakarta Pusat, kemarin.
Menurut Kiwil, kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI non-aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tergolong kasus serius. Pasalnya, yang diduga menistakan agama itu adalah publik figur.
“Ini soal akidah, maka wajib hukumnya bagi Saya untuk ikut bergabung dengan saudara-saudara Saya sesama Muslim yang menuntut Ahok diproses secara hukum atas kelakuannya,” tegas Kiwil.
Bahkan komedian kondang ini pun mengatakan, dirinya siap menerima semua resiko yang akan terjadi saat ia ikut turun ke jalan untuk melakukan demo.
“Saya yakin demo nanti adalah demo besar-besaran yang dilakukan umat Muslim di Indonesia. Makanya apapun yang terjadi pada saat demo nanti saya sudah siap, sekalipun harus mati. Karena ini menyangkut agama, kita berjihad mati pun masuk surga. Insya Allah,” tandasnya.
Namun demikian, dirinya berharap aksi demo nanti tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga demo bisa berjalan aman dan tertib.
“Sebenarnya kucinya ada diaparat penegak hukum. Kalau aparat penegak hukum bisa memproses Ahok atas kelakukaanya itu gejolak atau kegaduhan seperti sekarang ini tidak akan terjadi,” pungkasnya.(kl/monitortoday) / eramuslim.com

Jarak Safar Bolehnya Qashar Shalat

26 Oktober 2016 13.59




Soal:
Assalam ‘Alaiku Warahmatullah, Ustad.Berapa batasan jarak safar untuk bolehnya Qashar shalat?
08980890994
Jawab:
Wa’alaikumus Salam Warahmatullah.. Al-Hamdulillah, shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Jarak safar untuk bolehnya Qashar shalat menjadi perselisihan para ulama. Masyhur di kalangan fuqaha’ sekira 83 KM. Ada pendapat kurang dari itu (yaitu 81 KM) dan ada yang nyatakan lebih dari itu.  Ukuran ini dalam perjalanan perginya saja.
Dalam hadits Muslim, dari Anas bin Malik yang ditanya tentang qashar shalat, beliau menjawab,  
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا خرج، مسيرة ثلاثة أميال أو ثلاثة فراسخ صلى ركعتين
 “Adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam jika keluar menempuh jarak 3 mil atau 3 farsakh beliau shalat dua rakaat”. (HR Muslim)
Lalu dalam hadits Ibnu Abi Syaibah, bahwa jarak qashar shalat adalah perjalanan sehari semalam.
hadits ini dan hadits shahih yang jelaskan jarak safar tidak menunjukkan pembatasan jarak minimal tertentu. Tetapi lebih ke pemaparan perbuatan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.  
Pendapat paling kuat –ini yang disebutkan di Shahih Fiqih Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal- yang jadi patokan jarak safar adalah ‘urf (kebiasaan di satu masyarakat). Jika orang-orang menilai perjalanan sudah sebagai safar maka boleh Qashar. Yaitu perjalanan yang -umumnya- orang membawa bekal. Kalau di masyarakat kita, dia sudah bawa pakaian ganti, bawa sangu. Sudah terimage dibenaknya, ini sudah safar.
Syaikh Khalid bin Abdul Mun’im al-Rifa’i berpendapat di fatwanya berjudul Seorang Pilot Boleh yang Safar Setiap Hari Boleh Mengqashar Shalat?, “Sebagian ahli ilmu berpendapat, yang jadi pegangan dalam jarak qashar adalah al-‘Urf. Jika orang-orang sudah menyebutnya sebagai safar maka boleh qashar dan rukhsah safar lainnya. Mereka berargument, tidak ada nash jelas dari pembuat syariat dalam menetapkan jaraknya. Hadits-hadits yang sebutkan jarak tertentu tidak membatasinya sebagai syarat. Karena semuanya kisah dari perbuatan. Inilah yang dirajihkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan Ibnu Qudamah Rahimahullah di al-Mughni.”
Kemudian Syaikh Al-Rifa’i menukil pendapat Ibnu Qudamah bahwa penetapan batasan bersifat tauqif, tidak boleh hanya didasarkan kepada pendapat semata. Selama ia sebagai musafir maka boleh dia melakukan qashar.
Jika seseorang sudah berada di jarak minimal yang disebut safar (dalam kondisi safar) dengan niatnya dan sudah keluar dari tempat tinggalnya maka ia boleh lakukan qashar shalat, yaitu menjadikan shalat yang empat rakaat menjadi 2 rakaat. Juga boleh melakukan jama’; yaitu menggabungan dua shalat di salah satu waktunya, Dzuhur dengan Ashar, Maghrib dengan Isya’. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Oleh Ustadz Badru Tamam

Habib Rizieq: SARA Dijadikan Senjata Bungkam Umat Bicara Kepemimpinan Islam

13.53


Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab menentang keras larangan membicarakan kewajiban memilih pemimpin muslim di masjid-masjid. Menurutnya, wacana tersebut adalah propaganda politik memuluskan menangnya pemimpin kafir di Jakarta.

"Ayat al-Maidah 51 boleh di bacakan di masjid, itu bukan politisasi masjid, tapi menyampaikan ajaran Islam," katanya saat tabligh akbar di masjid Al-Makmur, Tanah Abang, Jakarta, Senin malam (24/10/2016).

Habib Rizieq meminta kepada para ustadz, mubaligh dan dai untuk tidak takut menyampaikan surat al-Maidah 51 di masjid-masjid dan di mimbar-mimbar pada saat khutbah atau tabligh akbar.

"Saat ini, SARA dijadikan senjata agar umat Islam tidak membicarakan kepemimpinan. SARA dijadikan senjata agar kafir menguasai Jakarta," ungkap lulusan Universitas Madinah itu.

Oleh karena itu, Habib Rizieq meminta masyarakat agar mewaspadai propaganda SARA untuk membungkam umat Islam tidak membicarakan kepemimpinan dan penolakan terhadap pemimpin kafir.

"Ini bukan soal SARA tapi soal aqidah. Yang melarang orang kafir memimpin bukan manusia, tapi Allah Subhanahu wa Ta'ala," terangnya.

Habib Rizieq menerangkan bahwa ayat pelarang pemimpin kafir termaktub di al-Qur'an lebih banyak daripada ayat larangan memakan babi dan Khamar. Namun anehnya, umat Islam lebih waspada terhadap babi dan khamar dibanding pada pemimpin kafir.

"Mengapa larangan memakan babi dan minum khamar kita taati, tapi larangan pemimpin kafir kita tidak taat?" sindirnya.

Lanjut Habib Rizieq, di antara ayat larangan pemimpin kafir adalah surat al-Maidah ayat 51. Ayat ini, nilainya, sudah sangat jelas, singkat dan padat. Sehingga tidak memerlukan penafsiran yang rumit dan mendalam.

"Ulama salaf dan khalaf sepakat menafsirkannya sebagai larangan pemimpin kafir," tutupnya. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]


Bagaimana Hukum Orang Junub Membaca Al-Qur'an dari Hafalan

27 September 2016 13.31




Soal:
Assalaamu 'Alaikum Warahmatullah . . . Ustadz Badrul -yang dirahmati Allah-, apa hukumnya seorang laki-laki yang dalam keadaan berjunub (belum sempat mandi wajib) membaca/muroja'ah Al-Qur'an? Trimakasih.
089654222697

Jawab:
Wa'alaikumus Salam Warahmatullah . . . semoga Allah merahmati penanya.

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah, keluarga, dan para sahabatnya.

Orang junub tidak boleh membaca Al-Qur'an, baik dari hafalannya, apalagi dengan memegang mushaf. 

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membacakan Al-Qur'an dalam kondisi apa saja, kecuali beliau sedang junub.

وَلَمْ يَكُنْ يَحْجُبُهُ عَنْ الْقُرْآنِ شَيْءٌ لَيْسَ الْجَنَابَةَ

Tidak ada sesuatu pun yang menghalanginya dari membaca Al-Quran selain junub.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Al-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Hampir semua ulama madhab empat dan selain mereka berpendapat haramnya orang junub membaca Al-Qur'an,  walau tanpa memegang mushaf.

Imam Al-Tirmidzi rahimahullah berkata,

وَهُوَ قَوْلُ أَكْثَرِ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَالتَّابِعِينَ ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِثْلِ : سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ ، وَابْنِ الْمُبَارَكِ ، وَالشَّافِعِيِّ ، وَأَحْمَدَ ، وَإِسْحَاقَ

"Ini pendapat mayoritas ulama dari sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, tabi’in, dan ulama sesudahnya seperti Sufyan al-Tsauri, Ibnu al-Mubarak, Imam al-Syafi'i, Imam Ahmad, Imam Ishaq." (Selesai nukilan dari Sunan al-Tirmidzi: 1/195)

. . . orang yang junub sama sekali tidak boleh membaca Al-Qur'an, walau dari hafalannya, sehingga ia mandi. . .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Imam madhab 4 sepakat dilarangnya hal itu (orang junub baca Al-Qur'an),” di Majmu' Fatawa: 21/344.

Imam al-Kasani Rahimahullah berkata,

وَلَا يُبَاحُ لِلْجُنُبِ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ عِنْدَ عَامَّةِ الْعُلَمَاءِ

Orang junub tidakdibolehkan membaca Al-Qur'an, menurut para ulama.” (Bada’i al-Shanai’: 1/37)

Syaikh Ibnu Bazz Rahimahullah di fatwa tentang hukum membaca Al-Qur'an dengan berbaring berkata,

أما الجنب فلا يقرأ مطلقاً حتى يغتسل، لا من المصحف ولا عن ظهر قلب

Adapun orang junub, tidak boleh membaca Al-Qur'an secara mutlak sehingga ia mandi; baik dari mudhaf atau dari hafalan.

Kesimpulannya, orang yang junub sama sekali tidak boleh membaca Al-Qur'an, walau dari hafalannya, sehingga ia mandi. Jika tetap membacanya, baik dari hafalannya, padahal belum mandi maka ia berdosa. Wallahu A'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Hukum Haji dan Umroh dari Pinjaman di Bank

05 September 2016 16.50




assalamu’alaikum warahmatullah.
Ustad ana mau menanyakan apakah boleh seseorang pergi haji dan umroh dengan menggunakan pinjaman bank bagi PNS atau pegawai swasta yang memiliki gaji bulanan yang tetap? atas penjelasannya ana mengucapkan Jazakallahu.
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Abu Shabir yang dimuliakan Allah swt
Diantara syarat diwajibkannya seseorang pergi haji adalah memiliki kesanggupan untuk berangkat ke sana. Seorang yang berutang pada dasarnya termasuk orang yang tidak memiliki kesanggupan kecuali setelah dirinya melunasi utang-utang tersebut atau telah mendapatkan toleransi dari orang atau pihak yang memberikannya pinjaman akan penundaan pembayaran utang tersebut hingga setelah penunaian haji.
firman Allah swt :
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً
Artinya : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Al Aimron : 97)
Diriwayatkan oleh al Baihaqi dari Abdullah bin Abi Aufa berkata,”Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang seorang yang belum menunaikan haji atau berutang untuk haji? Beliau saw bersabda,’Tidak.” (HR. Baihaqi)
Demikian pula utang yang pelunasannya baru terjadi pada masa yang akan datang dan pembayarannya diambil dari pemotongan gaji atau pernghasilan tetapnya secara rutin setiap bulannya maka pada dasarnya ia bukanlah penghalang baginya untuk berhaji. Baik utang itu tidak terkait dengan ONH nya, seperti : cicilan kendaraan, cicilan rumah atau lainnya maupun utang untuk ONH itu sendiri.
Akan tetapi jika seseorang untuk biaya pergi hajinya melakukan pinjaman dari bank konvensional yang menerapkan praktek ribawi maka hal itu termasuk perkara yang tidak diperbolehkan meskipun dia memiliki kesanggupan melakukan pembayaran per bulannya dari pemotongan gajinya.
Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir dia berkata, “Rasulullah saw melaknat pemakan riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan saksi-saksinya.” Dia berkata, “Mereka semua sama.”
Dan apa yang dilakukannya itu termasuk tolong menolong atau bantu membantu dalam kemaksiatan dan dosa yang dilarang Allah swt.
وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ
Artinya “ Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah.” (QS. Al Maidah : 2)
Wallahu Alam
Ustadz Sigit Pranowo/eramuslim.com

Keutamaan 10 Hari Pertama Dzulhijjah Menurut Al-Qur'an dan Sunnah

04 September 2016 12.55




Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Allah telah menjadikan sebagian makhluk-makhluk ciptaan-Nya lebih utama atas sebagian yang lain. Allah mengistimewakan sebagian zaman, tempat, bulan, siang, dan malam. Allah juga telah melebihkan sebagian manusia atas sebagian yang lain.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.” (QS. Al-Qashshash: 68)

Allah telah mengistimemakan kumpulan hari di sepuluh Dzulhijjah atas kumpulan hari lainnya dengan karunia dan pahala, sebagaimana Allah muliakan Makkah dan Madinah atas tempat-tempat lainnya.

Sebentar lagi, -sebagian catatan kalender, Sabtu (3/09/2016)- kita sudah memasuki kumpulan hari mulia ini. Di mana Allah telah menyebutkan kumpulan hari ini di Kitab-Nya dan bersumpah dengannya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ

Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)
“Walayaalin ‘Asyr” menurut Imam Al-Thabari adalah malam-malam sepuluh Dzulhijjah berdasarkan kesepakatan hujjah dari ahli ta’wil (ahli tafsir).” (Jaami’ al Bayan fi Ta’wil al-Qur’an: 7/514)

Ibnu Katsir menguatkan penafsiran tersebut dengan mengatakan, “dan malam-malam yang sepuluh, maksudnya: sepuluh Dzulhijjah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, dan lebih dari satu ulama salaf dan khalaf.” (Ibnu Katsir: 4/535)

Kemuliaan sepuluh hari ini juga disebutkan dalam Surat Al-Hajj dengan perintah agar memperbanyak menyebut nama Allah pada hari-hari tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS. Al-Hajj: 27-28)

Imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini menukil riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhuma,  “al-Ayyam al-Ma’lumat (hari-hari yang ditentukan) adalah hari-hari yang sepuluh.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/239)

Kemuliaan sepuluh hari ini juga diakui umat-umat terdahulu. Allah berkisah tentang Nabi Musa ‘Alaihis Salam,

وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam.” (QS. Al-A’raf: 142)

Imam Ibnu Katsir di tafsirnya mengatakan, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa 30 hari itu adalah Dzulqa’dah, sedangkan sepuluh harinya adalah 10 hari di Dzulhijjah. Ini perkataan Mujahid, Masruq, dan Ibnu Juraij.”

Pada hari-hari tersebut Nabi Musa berpuasa, memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah Ta'ala.   
Hari-hari pemuliaan yang dijanjikan Allah berakhir pada yaum nahr (Idul Adha), Musa mendapatkan Taurat, dan pada hari itu pula Allah sempurnakan Dien Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3)

Dari sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau pernah bersaksi bahwa hari-hari tersebut adalah kumpulan hari dunia yang paling agung.

Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu 'Anhuma, dari Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ

Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari yang sepuluh (sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah).” (HR. Ahmad, dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir)

أَفْضَلُ أَيَّامِ الدُّنْيَا أَيَّامِ الْعَشْرِ – يَعْنِيْ عَشْرَ ذِي الْحِجَّةِ – قِيْلَ: وَلَا مِثْلُهُنَّ فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلَا مِثْلُهُنّ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلَّا رَجُلٌ عُفِرَ وَجْهَهُ بِالتُّرَابِ

Hari-hari di dunia yang palung utama adalah hari-hari sepuluh -yakni sepuluh hari pertama dalam bulan Dzul Hijjah-, Ada yang bertanya, ‘tidak pula sama baiknya dengan (jihad) di jalan Allah..?’ Beliau menjawab, ‘tidak pula sama dengan (jihad) di jalan Allah melainkan seorang pria yang wajahnya penuh dengan debu tanah’.” (HR. Al-Bazzar, Abu Ya’la dan Ibnu Hibban. Dishahihkan Syaikh Al-Albani di Shahihut Targhib wat Tarhib dan Al-Jami’ush Shahih)
Beliau juga menerangkan keutamaan amal-amal shalih di dalamnya,


مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

"Tidak ada kumpulan hari yang amal shaleh lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dikerjakan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Al-Bukhari, Abu Dawud dan  Ibnu Majah)

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa amal shalih di sepuluh hari pertama Dzulhijjah lebih dicintai Allah Ta’ala daripada amal yang sama dikerjakan di kumpulan hari selainnya. Seluruh amal shalih dilipatgandakan pahalanya tanpa terkecuali.

Keutamaan tersebut bukan bagi amalnya saja, tapi juga bagi pelakunya. Bahkan disebutkan, ia lebih utama daripada mujahid fi sabilillah yang bisa kembali dari medan perang dengan membawa hartanya.

. . . Seluruh amal shalih di sepuluh hari pertama Dzulhijjah dilipatgandakan pahalanya tanpa terkecuali. . .
Penutup
Kemuliaan dan keistimewaan sepuluh hari pertama Dzulhijjah sangat besar. Amal-amal shalih di dalamnya diistimewakan; lebih dicintai Allah dan dilipatgandakan pahalanya. Semua ini bagian dari nikmat Allah dan karunia-Nya untuk para hamba-Nya. Wajiblah bagi kita mensyukurinya dengan meningkatkan perhatian dan kesungguhan diri dalam ketaatan. Caranya, bersungguh-sungguh dalam menjalankan amal shalih dan memperbanyaknya daripada hari-hari sebelumnya.

Semua amal shalih dilipatgandakan pahalanya. Namun ada beberapa amal lebih spesial di hari-hari tersebut; di antaranya: haji dan umrah, udhiyah (berqurban), berpuasa (tanggal 9 dan hari-hari sebelumnya), dzikir dan takbir, shalat, sedekah, dan selainnya. Wallahu A’lam [PurWD/voa-islam.com] / ust.badrul tamam

Foto Sosok Tanpa Wajah Terekam Kamera Saat di Raudhah Masjid Nabawi

03 September 2016 13.13




Di media sosial beredar secara meluas sebuah foto yang merekam sesosok tanpa wajah yang tengah duduk di Raudhah Masjid Nabawi. Publik pun dibuat gempar. Momen foto tersebut diambil oleh seorang jamaah haji asal Mesir.

Jamaah tersebut pun kaget ketika mengetahui ada sosok tanpa wajah dalam foto yang diambil olehnya.

Jamaah haji yang memotret foto tersebut bahkan berani bersumpah bahwa ia telah memotret sosok tanpa wajah di Masjid Nabawi tersebut.


Sontak, foto tersebut mengundang kontroversi. Bagaimana kebenaran foto tersebut? Pertanyaan ini diajukan kepada KH Abdurrahman Navis, Direktur Aswaja Center NU Jawa Timur.

“Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sehingga jika di Masjid Nabawi terjadi keanehan-keanehan, hal itu mungkin saja. Namun yang perlu ditelusuri adalah kebenaran dari orang yang menyampaikan hal itu. Apakah ia jujur dan berkata benar karena sekarang banyak foto editan,” terangnya dalam siaran di Radio Sam FM, baru-baru ini.


“Jadi kalau ada sosok yang wajahnya tidak kelihatan, itu mungkin saja. Tetapi yang perlu kita cek, benar tidak informasi itu. Bahkan ada yang katanya itu ketika dia thawaf melihat orang yang kepalanya seperti anjing atau kepalanya seperti hewan. Itu mungkin saja. Semua itu mungkin. Tetapi yang perlu dicek, benar nggak informasi itu,” lanjutnya.

“Jadi tentang yang di media sosial itu, saya tidak bisa menjelaskan benar atau tidaknya, karena hal itu diperlukan untuk cek dan ricek.” * [Tarbiyah/Syaf/voa-islam.com]

Saya Muak Liat Ahok, Tiap Hari Kerjanya Cuma Ngebacot! Itu Kata Politikus PDIP

02 September 2016 19.46




Politisi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan, mengaku muak dengan sikap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. 

Pasalnya, Gubernur DKI Jakarta tersebut mengaku mau mengawal program prioritas pemerintahan sehingga tidak mau cuti kampanye Pilkada 2017 mendatang.

Padahal, Arteria Dahlan menegaskan, berdasarkan UU, cagub incumbent wajib cuti. Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan fasilitas negara saat kampanye.

“Saya muak melihat bacotnya Ahok, koar-koar atas nama konstitusi dan seolah-olah hanya dia yang bisa benahin Jakarta. Enggak mau cuti karena takut anggarannya disalahgunakan. Memangnya kita meletakkan penggantinya bukan dengan penuh pertimbangan?”  ungkap Arteria Dahlan, Kamis (1/9).

Anggota Komisi II DPR ini menjamin bahwa Plt Gubernur DKI Jakarta terpilih nanti tentunya orang yang memiliki kemampuan mumpuni dengan kualifikasi yang bahkan melebihi Ahok.

“Publik harusnya sadar Ahok ini kan enggak kerja. Tiap hari ngebacot saja dan selalu buat polemik. Kapan dia kerja, dia main perintah-perintah anak buah. Begitu gagal, marah-marah dan salahkan anak buah. Jangan sampai nanti pegawai DKI jadi psikopat semua,” katanya.

Bukan hanya para pegawai di lingkungan Pemda DKI, Arteria pun mengaku dirinya bisa gila jika terus dimintai tanggapan soal ulah Ahok.

“Saya sebenarnya bisa gila juga kalau ngikutin dan selalu diminta tanggapin bacotnya Ahok tiap hari,” ujarnya.

Ahok sendiri pada saat Pilkada DKI 2012 lalu, meminta calon incumbent Fauzi Bowo mengambil cuti kampanye. Karena Ahok, yang saat itu menjadi cawagub DKI berpasangan dengan Jokowi, tak ingin ada cagub yang menggunakan fasilitas negara.

“Kita tidak takut. Kita hanya ingin menjadikan Jakarta sebagai contoh, dimana para calon gubernurnya taat aturan, yang incumbent saat kampanye dalam mengambil cuti,” ujar Ahok saat itu. (ts/rmol)/eramuslim.com

Murottal AlQuran

Aqidah

Tanya Jawab

 

© Copyright Indahnya Islam 2010 - 2016 | Powered by Blogger.com.