Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Kefakiran terkadang mendorong seseorang
melakukan tindakan-tindakan yang tak dibenarkan agama. Kefakiran juga
memaksanya untuk melakukan tindakan haram; seperti mencuri, mencopet,
merampok, menipu, dan melacur dan sebagainya. Karenanya, tidak bisa
disalahkan jika ada ungkapan bahwa kefakiran atau kemiskinan mendekatkan
kepada kekufuran.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
كَادَ الْفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا وَ كَادَ الْحَسَدُ أَنْ يَسْبِقَ الْقَدَرَ
"Hampir-hampir saja kefakiran akan menjadi kekufuran dan hampir saja hasad mendahului takdir." (Didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani dan lainnya)
Al-Munawi dalam Faidhul Qadir mengutip
perkataan Imam al-Ghazali yang menerangkan bahwa kefakiran mendekatkan
untuk terjerumus ke dalam kekufuran, "Karena kefakiran (kemiskinan)
menyebabkan orang untuk hasud kepada orang kaya. Sedangkan hasud akan
memakan kebaikan. Juga karena kemiskinan mendorongnya untuk tunduk
kepada mereka dengan sesuatu yang merusak kehormatannya dan membuat
cacat agamanya, dan membuatnya tidak ridha kepada qadha' (ketetapan
Allah) dan membenci rizki. Yang demikian itu jika tidak menjadikannya
kufur maka itu mendorongnya ke sana. Karenanya Al-Musthafa Shallallahu 'Alaihi Wasallam berlindung dari kefakiran."
Ini dikuatkan perkataan Sufyan
al-Tsauri, "Aku mengumpulkan 40 ribu dinar di sisiku sehingga aku mati
meninggalkannya lebih aku sukai daripada fakir satu hari dan kehinaan
diri dalam meminta kepada manusia."
Dalam perkataan beliau yang lain, "Demi
Allah aku tidak tahu apa yang terjadi padaku kalau aku diuji dengan satu
ujian berupa kefakiran atau sakit, bisa jadi aku kufur sedangkan aku
tidak sadar."
Karenanya dikatakan bahwa kefakiran
mendekatkan kepada kakufuran; karena seseorang yang mengalami kesulitan
dan kehinaan bisa menyebabkan dirinya berpaling dari Allah dan
mengingkati kekuasaan-Nya.
Oleh sebab itu, terdapat beberapa hadits
yang menggabungkan keduanya dalam isti'adzah (doa memohon
perlindungan). Seperti doa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ
"Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kefakiran dan kekufuran serta adzab kubur."
(HR. Abu Dawud, Al-Nasai, dan Ahmad. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam
dan Syu'aib al-Arnauth, beliau berkata: sanadnya kuat sesuai syarat
Muslim)
Al-Munawi dalam Faudh al-Qadir berkata:
"Digabungkannya kefakiran dengan kekufuran karena kefakiran terkadang
menyeret kepada kekufuran."
Ini bukan berarti bahwa fakir (miskin)
adalah buruk dan tercela. Karena sesungguhnya kaya-miskin merupakan
ketentuan Allah. Dia melapangkan rizki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Begitu juga sebaliknya, menyempitkan rizki dan
membatasinya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia sengaja membuat
perbedaan itu dengan hikmah yang Dia ketahui.
Allah Ta’ala berfirman,
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ
"Dan Dialah yang menjadikan kamu
penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas
sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS. Al-An’am: 165)
Dalam firman-Nya yang lain,
نَحْنُ
قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا
بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا
سُخْرِيًّا
"Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan
sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar
sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.” (QS. Al-zukhruf: 32)
Ibnu Hazm al-Andulisy dalam kitabnya, al-Ushul wa al-Furu’ (1/108) menyinggung tentang kaya dan miskin, mana yang lebih utama?.
Menurut beliau, bahwa kaya dan miskin
tidak menentukan kemuliaan. Kemuliaan orang kaya dan orang miskin
ditentukan oleh amal mereka. Jika amal keduanya sama, maka kemuliaannya
pun juga sama. Jika yang kaya lebih banyak beramalnya, maka ia lebih
mulia dari orang miskin, begitu juga sebaliknya.
Kemudian beliau menjelaskan tentang
hadits tentang orang-orang fakir 40 tahun lebih dulu masuk surga
dibandingkan dengan orang kaya, bahwa secara umum para fuqara’ muhajirin
lebih dahulu masuk surga daripada orang kaya mereka. Karena orang-orang
miskin muhajirin lebih banyak amal shalihnya dibandingkan dengan orang
kaya mereka.
Jadi, jika miskin tapi seseorang bisa
bersabar dan ridha dengan ketetapan Allah dan tidak sampai lalai dari
ketaatan kepada-Nya, maka miskin yang seperti ini mulia dan tidak
tercela. Wallahu A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Oleh : Ustadz Badrul Tamam