
Kaum muslimin meyakini dengan sebenar-benar keyakinan bahwa sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia pilihan dari kalangan umat ini. Mereka adalah generasi terbaik yang telah dipilih oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk mendampingi Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam. Keutamaan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam banyak dijelaskan di dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala,
وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ
اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara
orang-orang Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha
kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Itulah kemenangan yang besar.” (at-Taubah: 100)
Adapun hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, di antaranya adalah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah zamanku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi, dari hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan pula dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz “Sebaik-baik umatku”, Muttafaqun ‘alaihi)
Allah Subhanahu wata’ala
melarang hamba-hamba-Nya untuk menyakiti kaum mukminin secara umum,
baik dengan cara mencela, mengghibah, mengolok-olok, dan yang
semisalnya. Lebih buruk lagi jika yang dicela adalah para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, pembawa warisan beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
“Dan
orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa
kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul
kebohongan dan dosa yang nyata.” (al- Ahzab: 58)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan ayat ini, “Betapa banyak manusia yang masuk ke dalam ancaman ini: orang-orang yang kafir kepada Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, kaum Rafidhah yang selalu mendiskreditkan para sahabat, mencela mereka dengan sesuatu yang Allah Subhanahu wata’ala telah membebaskan mereka darinya, dan melabeli mereka dengan sifat yang bertolak belakang dengan penjelasan Allah Subhanahu wata’ala tentang mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, 11/241)
Demikian pula firman Allah Subhanahu wata’ala,
مُّحَمَّدٌ
رَّسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ
رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا
مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ
السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي
الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ
فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ
الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Muhammad itu adalah
utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu
lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya.
Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di
atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar.” (al-Fath: 29)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat tersebut, “Dari ayat ini, al-Imam Malik rahimahullah
-dalam sebuah riwayat- mengambil kesimpulan hukum tentang kafirnya kaum
Syiah Rafidhah yang membenci para sahabat. Beliau berkata, ‘Sebab, para
sahabat membuat mereka (Syiah) jengkel, dan siapa yang mengghibah para
sahabat, dia kafir berdasarkan ayat ini.’ Sebagian ulama menyepakati
beliau dalam hal ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 12/135) Larangan mencela
sahabat Nabi lebih ditegaskan lagi oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya,
تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَلَوْا أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا ما بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ
“Jangan
kalian mencela para sahabatku. Seandainya salah seorang kalian berinfak
emas sebesar Bukit Uhud, tidak akan menyamai infak satu mud yang mereka
keluarkan, bahkan tidak pula setengahnya.” (HR. al-Bukhari no. 3470, Muslim no. 2541, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu.
Dalam riwayat Muslim disebut dengan lafadz, “Jangan kalian mencela
seorang pun dari sahabatku”. Diriwayatkan pula oleh Muslim no. 2540,
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Rafidhah bukan
hanya memaki tetapi mengkafirkan para sahabat termasuk Sayidina Abu
Bakar, Umar dan Sahabat-sahabat besar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
yang lain dan berlepas diri dari mereka semua. Syiah Imamiyah Ithna
Asyariyyah, syiah yang dianut oleh khomeini dan pemerintah Iran tidak
berbeda dari pehamaman Rafidhah itu karena kitab-kitab mereka yang
muktabar penuh dengan caci maki dan riwayat-riwayat yang mengkafirkan
para sahabat termasuk sahabat besar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita akan mengemukakan beberapa contoh dari kitab-kitab mereka sendiri.
Sebelum
itu perlulah diketahui bahawa perselisihan pendapat ulama hanya terkait
kafir atau tidaknya orang yang mencaci dan memburuk-burukkan para
Sahabat tetapi mereka tidak berselisih pendapat tentang kafirnya orang
yang mengkafirkan para sahabat agung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam seperti Sayyidina Abu Bakar, Omar, Abd. Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah dan lain-lain.
Syiah didalam kitab-kitab mereka jelas telah mengkafirkan para Sahabat termasuk Sahabat agung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
yang tersebut tadi. Menafikan perkara ini sama seperti menafikan siang
pada waktu matahari berada ditengah langit atau perkara ini hanya dapat
dinafikan oleh orang-orang yang buta mata hatinya, sebagaimana tidak
bergunanya cahaya matahari yang terang benderang itu kepada orang yang
buta matanya.
Disini kita akan kemukakan beberapa contoh dari
kitab Syiah Imamiyah Ithna Asyariyyah sendiri bahwa mereka mengatakan
sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah murtad sepeninggal Baginda. Pendapat mereka ini tidak berbeda dari dahulu sampai sekarang.
- At-Tusi
meriwayatkan dalam “Rijal al-Kasyi” bahawa Abu Ja’afar (Muhammad
al-Baqir) berkata bahawa para sahabat telah murtad setelah wafatnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali Miqdad bin Aswad, Abu Zar al-Ghiffari dan Salman al-Farisi (Rijal al-Kasyi j.1 hal.6)
- At-Tusi
meriwayatkan lagi dari Humran katanya; Aku berkata kepada Abu Ja’far
“Alangkah sedikitnya bilangan kita sehingga kalau kita berkumpul untuk
merebahkan seekor biri-biri pun tidak akan mampu”. Humran berkata: Maka
Abu Ja’far berkata “Mahukah aku ceritakan perkara yang lebih aneh dari
itu?”. Humran berkata “Ya”. Maka Abu Jaa’far berkata “Orang-orang
Muhajirin dan Ansar telah pergi (murtad) kecuali tiga (dan beliau pun
mengisyaratkan dengan tangannya).” (ibid)
- Diriwayatkan
dari Abi Jaa’far as “Anak-anak Ya’qub bukan nabi tetapi mereka adalah
cucu dari anak-anak para Nabi. Mereka tidak meninggalkan dunia melainkan
didalam keadaan bahagia. Mereka telah bertaubat dan menyesal diatas apa
yang mereka lakukan tetapi Abu Bakar dan Omar telah meningal dalam
keadaan tidak bertaubat dan tidak menyesali apa yang telah dilakukan
oleh mereka terhadap Amirul Mu’minin Ali Rhadiallahu’anhu. Mereka berdua
dilaknat oleh Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya.”
(Al-Kulaini, ar-raudhah min al-kafi, j. 8, hal 246)
- Diriwayatkan dari Abi Jaa’far as kata beliau “Para sahabat telah murtad sepeninggalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
kecuali tiga orang dari mereka.” Perawi bertanya “Siapakah yang tiga
itu?”. Abi Jaa’far menjawab “Miqdad bin Aswad, Abu Zar al-Ghiffari dan
Salma al-farisi.” (ibid hal.246)
- Ayatullah al-Uzma
sayyid Murtadha al-Hussaini al-Fairuzabadi didalam kitabnya “As-sab’ah
min as-salaf” telah mengkafirkan Abu Bakar, Omar, Othman, Abd. Rahman
bin Auf, Saad bin Abi Waqqas, Abu Ubaidah al-Jarrah, Muawiyah, Abu Said
al-Khudri, Bara’ bin Azib dan lain-lain (Lihat hal.
29,32,71,78,81,85,107,120 dan 211)
- Ayatullah al-Uzma
Khomeini didalam kitabnya “Kasyful al-asrar” telah mengkafirkan Saidina
Omar (lihat hal 137 dan 176 edisi Arab dan hal 119 dan 153 edisi Parsi).
Beliau menganggap Abu Bakar dan Omar jahil tentang hukum Allah dan
mereka menjadikannya sebagai bahan permainan kanak-kanak (hal 110-111
edisi Parsi). Beliau juga menuduh Abu Bakar dan Omar mereka hadis atas
nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam (hal 131 dan 138 edisi Arab, 114 dan 120 edisi Parsi)
- Syaikh
kaum Rafidhah yang bernama Ni’matullah al-Jazairi berkata, “Telah
datang beberapa riwayat khusus yang menerangkan bahwa setan dibelenggu
dengan 70 belenggu dari besi neraka Jahannam, lalu digiring ke Padang
Mahsyar. Di sana setan melihat seorang lelaki di hadapannya yang sedang
digiring oleh malaikat penyiksa dan di lehernya terdapat 120 belenggu
dari neraka Jahannam. Setan pun mendekat kepadanya dan bertanya, ‘Apa
yang dilakukan oleh orang sengsara ini sehingga siksaannya lebih berat
dariku, padahal akulah yang menyimpangkan seluruh makhluk dan
menjerumuskan mereka ke dalam kebinasaan?’ Umar berkata kepada setan,
‘Aku tidak melakukan sesuatu pun selain merampas khilafah Ali bin Abi
Thalib’.” (al-Anwar an- Nu’maniyah, 1/81—82)
Syiah yang berkembang di Indonesia adalah penghujat sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
Syiah yang berkembang di Indonesia adalah syiah Rofidhoh yaitu “penghujat sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam“.
Di indonesia tidak berkembang kecuali satu aliran syiah yaitu syiah
imamiyah ithna asyariyah yang di impor dari Iran. Kebencian sekte ini
kepada sahabat telah dijelaskan sebagaimana terdapat pada literatur
literatur utama mereka yg telah disebutkan diatas. Janganlah kita
tertipu oleh ucapan orang yang mengatakan bahwa syiah di Indonesia dapat
dibagi kepada beberapa golongan yang tidak semuanya menghujat sahabat.
Tanyakan kepada mereka Siapakah yang mereka puja dan tokohkan? Bukankah
si khomeini yang menghujat sahabat dalam buku bukunya? Literatur apakah
yang mereka pakai untuk mempelajari agama mereka? Bukankah jawabannya
adalah ” Alkafi, Biharul anwar dan kitab kitab rujukan syiah lain yang
penuh dengan hujatan kepada sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di
indonesia prilaku orang orang yang mengaku syiah atau mereka yang tidak
mengaku syiah tetapi mendakwahkan pemikiran syiah tidak berbeda jauh
dalam hal hujatan mereka kepada sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagai contoh:
- Pemutarbalikan
fakta sejarah banyak dilakukan Emilia isteri Jalaludin Rakhmat dalam
bukunya berjudul “40 Masalah Syiah”. Pada halaman 83, ia menuduh istri
dan sahabat Nabi, Aisyah, Thalhah, Zubayr dan sahabat-sahabat “yang satu
aliran dengan mereka” memerangi Imam Ali. “Sebelumnya, mereka
berkomplot untuk membunuh Utsman,” tulisnya.
- Jalaludin Rahmat yang dalam ceramahnya bersikap sangat tidak sopan kepada Aisyah ra
- Husein
bin hamid alattas, pengisi kajian rutin di radio “Rasil”, walaupun ia
tidak mengakui sebagai “syi’i” tetapi sering melakukan hujatan kepada
sahabat. Ia mengakui bahwa ia memang penghujat sahabat Muawiyah ra .
Menghujat sahabat adalah konsekuensi Aqidah imamiyah
Mereka meyakini bahwa sebelum meninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
telah berwasiat bahwa pemimpin umat sepeninggal beliau adalah Ali bin
Abi Thalib ra. Keyakinan ini membawa konsekuensi bahwa naiknya Abu Bakar
ra memimpin umat merupakan pengkhianatan kepada wasiat tersebut.
Demikian juga dua kholifah setelahnya dan semua sahabat dianggap telah
menghianati wasiat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga mereka dianggap telah murtad sepeninggal Rasulullah.
Dalam kitab al-Kafi karya al-Kulaini, “Tiga macam manusia yang Allah Subhanahu wata’ala tidak akan melihat mereka, tidak menyucikan mereka, dan mereka mendapat siksaan yang pedih:
- orang yang mengakui kepemimpinan dari Allah Subhanahu wata’ala yang bukan miliknya,
- orang yang mengingkari imamah yang berasal dari Allah Subhanahu wata’ala, dan
- orang
yang menyangka bahwa keduanya—Abu Bakr dan Umar memiliki kedudukan di
dalam Islam.” (al-Kafi, Kitabul Hujjah, 1/373, Tafsir al-Iyyasyi, 1/178)
Meyakini
adanya wasiat imamah kepada Ali ra dan penghujatan kepada sahabat
adalah dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Apabila syiah di
indonesia mereka mengaku tidak membenci sahabat maka konsekuensinya
mereka harus melepaskan keyakinan bahwa Ali ra telah menerima wasiat
dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini sangat mustahil, kalau mereka melakukan ini maka mereka akan terhukum sebagai orang kafir sesuai dengan ajaran mereka
Kesesatan syiah dalam hal kebencian mereka kepada sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
saja sudah cukup sebagai bahan pertimbangan bahwa mereka tidak layak
hidup berdampingan dengan umat islam di Indonesia. Apalagi dikaitkan
dengan kesesatan kesesatan mereka yang lain. Sebagian ulama salaf
berkata, “Tidaklah hati seseorang dengki terhadap salah seorang sahabat
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, kecuali menunjukkan bahwa kedengkiannya terhadap kaum muslimin lebih kuat lagi.” (al-Ibanah hlm. 41, karya Ibnu Baththah)
Abu Zur’ah ar-Razi radhiyallahu ‘anhu juga berkata,
إِذَا
رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَنْتَقِصُ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ
فَاعْلَمْ أَنَّهُ زِنْدِيقٌ وَذَلِكَ أَنَّ الرَّسُولَ عِنْدَنَا حَقٌّ
وَالْقُرْآنَ حَقٌّ وَإِنَّمَا أَدَّى إِلَيْنَا هَذَا الْقُرْآنَ
وَالسُّنَنَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ وَإِنَّمَا يُرِيدُونَ أَنْ
يَجْرَحُوا شُهُودَنَا اللهِ لِيُبْطِلُوا الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ
وَالْجَرْحُ بِهِمْ أَوْلَى وَهُمْ زَنَادِقَةُ
“Jika engkau melihat seseorang mencela salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ketahuilah bahwa dia adalah zindiq (munafik). Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
menurut kami adalah benar, al-Qur’an juga kebenaran, serta yang
menyampaikan al-Qur’an dan Sunnah kepada kita adalah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sesungguhnya mereka ingin mencerca saksi-saksi agama kita agar mereka
dapat membatalkan al- Kitab dan as-Sunnah. Celaan justru lebih pantas
untuk mereka, dan mereka adalah orang-orang zindiq.” (al-Kifayah,
Khathib al-Baghdadi, hlm. 49).
Karena itu sudah selayaknya MUI pusat segera mengeluarkan fatwa tentang kesesatan syiah.
Wallahu’alam bish shawab…
(Ukasyah/arrahmah.com)
Oleh: Ustadz dr. Haidar Abdullah Bawazir