Selasa (05/11/13) bertepatan dengan
tanggal 01 Muharram 1435 H, sebuah seminar sehari dan diskusi interaktif
diadakan dengan tema “Polemik Suksesi Kekhalifahan dan Tragedi Berdarah
Karbala: Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Madzhab Islam” di Gedung
Diklat Kimia Farma, Jl. Cipinang Cempedak 1 No. 38, Polonia, Jakarta
Timur.
Dr (Cand) Abdul Chair, SH, MH, yang
tidak lain pakar hukum, menjadi salah satu pemapar dalam diskusi itu.
Setelah mempertanyakan keanehan doktrin imamah syiah, beliau mengkritik
tajam masalah Idul Ghadir. Bahkan beliau mengatakan itu sudah masuk
ranah hukum alias subversif.
“Kalau para Imam itu mengetahui hal
yang ghaib, ngapain Imam Husein datang ke Karbala kalau dia pada
akhirnya dibunuh. Dan apa juga kaitannya dengan Idul Ghadir. Pasti ada
kaitan. Padahal Ghadir itu adalah klarifikasi Sayyidina Ali terhadap
pasukannya ketika diekspansikan ke Yaman. Mereka melakukan apa yang
diperintahkan leh Sayyidina Ali dan hartanya diambil. Mereka ngedumel.
Nah ini diklaim bahwa itu penyerahan secara total-totalan.
Kalau kita lihat peta, Ju’fah itu
mendekati Madinah. Kalaupun Nabi mengumpulkan menyerahkan kekhalifahan
pasca Nabi nanti meninggal, kenapa tidak pada tanggal 13 Dzul Hijjah,
kenapa pada tanggal 18 Dzul Hijjah. Dan Sayyidina Husein meninggal pada
tanggal 18 Dzul Hijjah. Terbunuhnya Sayyidina Utsman pada tanggal 18
Dzul Hijjah.
Saya kasih gambaran kepada Bapak.
Kalau saya meyakini PKI bahwa PKI itu benar. 30 SPKI itu benar, Dewan
Jenderal itu ada. Sekarang saya rayakan, saya mendirikan partai tiap
tanggal 30 September. Abdul Chair merayakan 30 September. Saya subversif
gak. Kena pida gak saya. Berarti ini juga pidana. Bahkan ini adalah
subversif terhadap agama. Saya harus bicara ini. Saya tidaktakut, saya
orang hukum. Ini subversif"