Menjelang akhir Ramadhan di seantero Mesir, khususnya Cairo,
berlangsung pembantaian terhadap umat Islam, dan anggota Jamaah Ikhwanul
Muslimin oleh pasukan militer Mesir atas perintah Menteri Pertahanan
Abdul Fattah al-Sissi.
Sekarang, berdasarkan laporan Telivisi Aljazeera sudah lebih 600
orang yang tewas, dan hampir 7.000 orang yang luka dan cidera. Militer
Mesir dengan menggunakan senjata menembaki para pendukung Presiden
Mursi, tanpa jeda.
Korban bergelimpangan. Dengan luka tembak di kepala dan dada.
Sebagian korban akibat dibunuh oleh preman, yang sejatinya tentara yang
menyamar sebagai preman. Jumlah korban akan terus bertambah, karena
sampai hari ini para pendukung Presiden Mursi tetap berada di
jalan-jalan, dan mereka menolak pergi, dan meninggalkan tempat-tempat
mereka.
Para pemimpin Jamaah Ikhwan menyerukan campur tangan internasional,
dan bantuan internasional, karena begitu banyak korban, dan rumah-rumah
sakit sudah tidak mampu lagi menampung korban yang jatuh, akibat
serangan militer.
Tetapi, Menteri Pertahanan Mesir, Jenderal Abdul Fattah al-Sissi
terus melakukan langkah-langkah repressif secara total dengan
menggunakan kekuatan militer, dan termasuk menggerakan unsur-unsur
sipil, guna menghancurkan dan mengeliminir kekuatan para pendukung
Presiden Mursi.
Dibagian
lain, para pemimpin dunia mulai mengeluarkan kecaman atas tindakan
militer yang melakukan kudeta terhadap Presiden Mursi. Perdana Menteri
Turki, Recep Tayyeb Erdogan, mengatakan menolak mengakui pemerintahan
baru Mesir yang dipimpin Presiden al-Adl, dan diangkat oleh Menteri
Pertahanan Jendral Abdul Fattah al-Sissi.
Di
Turki berlangsung aksi demonstrasi yang mengutuk kudeta yang dilakukan
militer dan menolak mengakui pemerintahan baru yang merupakan produk
militer. Seantero Turki mulai dari Ankara, Istambul, Izmir dan kota-kota
di Turki lainnya, berlangsung aksi demonstrasi yang mengutuk kudeta dan
menolak pemerintahan bikinan militer Mesir. Ribuan orang di Istambul
dengan membawa foto Presiden Mursi meneriakkan dukungan mereka.
Sementara
itu, di New York, Sekjen PBB Ban Ki-moon, menyerukan kepada
pemerintahan dan militer Mesir, segera membebaskan Presiden Mohamad
Mursi, dan menciptakan kondisi terciptanya dialog yang konstruktif bagi
fihak-fihak yang terlibat dalam konflik di Mesir.
Utusan delegasi Uni Afrika diketuai Alpha Oumar Konare, mantan
Presiden Mali dan mantan Presiden Uni Afrika, tiba di kota Kairo pada
hari minggu untuk menindak-lanjuti situasi di Mesir pasca keputusan
Dewan perdamaian dan keamanan Uni Afrika dengan membekukan keanggotaan
Mesir.
Sejatinya,
Presiden Mesir ad-interim Mansur al-Adl, tak lain, seorang kristen, dan
ibunya seorang Yahudi. Jadi kudeta yang dijalankan oleh militer itu,
hanyalah guna mendudukan tokoh kristen menggantikan Presiden Mursi, dan
mengangkat tokoh liberal Mohamad el-Baadei yang sangat pro-Israel dan
Amerika menjadi wakil presiden.
Dibagian lain, masyarakat international mengutuk pembantaian di Mesir, Organisasi International
Union of Muslim Scholars, Komunitas Islam di Jerman, Prancis dan
Italia mengutuk tentara Mesir menembaki para pengunjuk rasa anti-kudeta
di Kairo Rab'a Al-Adaweya, Jum'at lalu.
Pernyataan tertulis dari Presiden IUMS (International of Muslim Scholars) yang ditandatangani oleh Presiden Yusuf Al-Qaradhawi dan Sekretaris Jenderal Ali Al-Qaradaghi menggambarkan serangan itu sebagai "pembantaian yang memalukan", ungkapnya.
Sheikh Yusuf Qardawi menyerukan kepada tentara Mesir melindungi rakyat Mesir secara keseluruhan, bukan kelompok tertentu, ujarnya. Qardawi mendesak kepada Menteri Pertahanan Mesir, Jendral al-Sissi tidak menggunakan kewenangannya untuk membunuh rakyat yang tidak berdosa dengan cara mengorganisir kekuatan sipil melakukan teror terhadap para pendukung Presiden Mursi.
Ketua Komunitas Islam di Jerman (IGD) Samir Falah juga mengutuk "Pembantaian terhadap demonstran damai di Kairo."
Falah mengatakan bahwa pembataian yang berdarah oleh Jendral al-Sissi akan menimbulkan konflik internal, dan berdampak ke seluruh dunia, dan bahkan sampai ke Jerman, tuturnya.
Kementerian Luar Negeri Perancis, mengatakan hendaknya semua fihak dapat menahan diri, termasuk partai politik dan semua pihak di Mesir, dan angkatan bersenjata untuk menjaga ketenangan di Mesir.
"Kami mengimbau semua pihak di Mesir untuk tetap tenang, mendamaikan fihak yang konflik, dan mencari solusi politik, dan mendesak para pejabat Mesir memenuhi komitmen mereka mengenai pemilihan umum sesegera mungkin," kata pejabat Deparlu Perancis.
Menteri Luar Negeri Italia Emma Bonino mengutuk tindakan militer Mesir terhadap para demonstran anti-kudeta, dan mengulangi seruan agar berlangsung dialog dan rekonsiliasi nasional untuk menjaga perdamaian dalam negeri di Mesir.
Emma memperingatkan akibat bentrokan akan membawa konsekwensi yang sangat serius, dan terjadi eskalasi kekerasan yang sangat dalam, serta dampaknya memecah belah bangsa Mesir, ujar Emma.
Menlu Italia Emma, lebih jauh mendesak kebebasan berekspresi dan kebebasan beraktivitas bagi semua kekuatan politik dan pemimpin di Mesir, dan menambahkan bahwa Italia siap mendukung bantuan kemanusiaan.
Sementara itu, tindakan kudeta milter dan pembantaian terhadap para pendukung Presiden Mursi menimbulkan gelombang protes di seluruh dunia, terutama terjadi di seluruh Turki, seperti di Istanbul, Ankara, Antalya, Kirikkale, Sivas, Sanliurfa, Eskisehir, Kayseri, Diyarbakir, Adana, Mardin, Konya, Samsun, Zonguldak, Erzurum, Bursa, Sakarya , Canakkale, Gaziantep, Kahramanmaras, Adiyaman, Malatya dan provinsi Erzincan.
Tetapi, di Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia, tidak ada aksi protes, dan pernyataan atas terjadinya pembataian yang dilakukan militer Mesir terhadap kaum Muslim di bulan Ramadhan ini. Semuanya bungkam. Padahal, mestinya Indonesia, para pemimpin Islam, dan pemerintahannya, berdiri di garda paling depan mengutuk pembantaian yang terjadi. Indonesia negara yang berpenduduk 250 juta, dan mayoritas muslim. Tidak ada sedikitpun suara yang keluar dari mulut para pemimpin Indonesia.
Pernyataan tertulis dari Presiden IUMS (International of Muslim Scholars) yang ditandatangani oleh Presiden Yusuf Al-Qaradhawi dan Sekretaris Jenderal Ali Al-Qaradaghi menggambarkan serangan itu sebagai "pembantaian yang memalukan", ungkapnya.
Sheikh Yusuf Qardawi menyerukan kepada tentara Mesir melindungi rakyat Mesir secara keseluruhan, bukan kelompok tertentu, ujarnya. Qardawi mendesak kepada Menteri Pertahanan Mesir, Jendral al-Sissi tidak menggunakan kewenangannya untuk membunuh rakyat yang tidak berdosa dengan cara mengorganisir kekuatan sipil melakukan teror terhadap para pendukung Presiden Mursi.
Ketua Komunitas Islam di Jerman (IGD) Samir Falah juga mengutuk "Pembantaian terhadap demonstran damai di Kairo."
Falah mengatakan bahwa pembataian yang berdarah oleh Jendral al-Sissi akan menimbulkan konflik internal, dan berdampak ke seluruh dunia, dan bahkan sampai ke Jerman, tuturnya.
Kementerian Luar Negeri Perancis, mengatakan hendaknya semua fihak dapat menahan diri, termasuk partai politik dan semua pihak di Mesir, dan angkatan bersenjata untuk menjaga ketenangan di Mesir.
"Kami mengimbau semua pihak di Mesir untuk tetap tenang, mendamaikan fihak yang konflik, dan mencari solusi politik, dan mendesak para pejabat Mesir memenuhi komitmen mereka mengenai pemilihan umum sesegera mungkin," kata pejabat Deparlu Perancis.
Menteri Luar Negeri Italia Emma Bonino mengutuk tindakan militer Mesir terhadap para demonstran anti-kudeta, dan mengulangi seruan agar berlangsung dialog dan rekonsiliasi nasional untuk menjaga perdamaian dalam negeri di Mesir.
Emma memperingatkan akibat bentrokan akan membawa konsekwensi yang sangat serius, dan terjadi eskalasi kekerasan yang sangat dalam, serta dampaknya memecah belah bangsa Mesir, ujar Emma.
Menlu Italia Emma, lebih jauh mendesak kebebasan berekspresi dan kebebasan beraktivitas bagi semua kekuatan politik dan pemimpin di Mesir, dan menambahkan bahwa Italia siap mendukung bantuan kemanusiaan.
Sementara itu, tindakan kudeta milter dan pembantaian terhadap para pendukung Presiden Mursi menimbulkan gelombang protes di seluruh dunia, terutama terjadi di seluruh Turki, seperti di Istanbul, Ankara, Antalya, Kirikkale, Sivas, Sanliurfa, Eskisehir, Kayseri, Diyarbakir, Adana, Mardin, Konya, Samsun, Zonguldak, Erzurum, Bursa, Sakarya , Canakkale, Gaziantep, Kahramanmaras, Adiyaman, Malatya dan provinsi Erzincan.
Tetapi, di Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia, tidak ada aksi protes, dan pernyataan atas terjadinya pembataian yang dilakukan militer Mesir terhadap kaum Muslim di bulan Ramadhan ini. Semuanya bungkam. Padahal, mestinya Indonesia, para pemimpin Islam, dan pemerintahannya, berdiri di garda paling depan mengutuk pembantaian yang terjadi. Indonesia negara yang berpenduduk 250 juta, dan mayoritas muslim. Tidak ada sedikitpun suara yang keluar dari mulut para pemimpin Indonesia.
Ketika
Indonesia memproklamirkan kemerdekaan tahun l945, tokoh dan gerakan
yang memberikan dukungan dan pengakkuan terhadap kemerdekaan Indonesia
adalah Hasan al-Banna dan Jamaah Ikhwanul Muslimin. Tetapi, sekarang tak
ada suaranya, ketika terjadi pembantaian di Mesir terhadap umat Islam
di negeri itu.Wallahu'alam./voa-islam.com