Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah,
Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu
'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Berdusta atau berbohong salah satu sifat
yang sangat buruk dan dicela dalam pandangan syariat, akal dan fitrah
yang lurus. Allah telah mengharamkannya dalam semua risalah samawiyah.
Allah juga mencela perbuatan dusta dan para pelakunya dalam banyak ayat.
Mereka diancam dengan siksa yang sangat berat.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
قُلْ
إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ
مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا
لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: "Tuhanku hanya
mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang
benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah
tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".” (QS. Al-A’raf: 33)
Ibnul Qayyim menilai bahwa
perkata-perkara haram dalam ayat di atas yang paling buruk dan paling
besar dosanya adalah berkata yang mengada-ada tentang Allah tanpa ilmu.
Sebab, syirik dan kekufuran tidak muncul kecuali dari kedustaan.
وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى
الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Dan siapakah yang lebih lalim
daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia
diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Shaaf: 7)
وَلَا
تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا
حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ
عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan
terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan
ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah
tiadalah beruntung.” (QS. Al-Nahl: 116)
Allah telah mengiringkan antara perbuatan dusta dan kesyirikan yang menunjukkan ada hubungan antara keduanya, “Maka
jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah
perkataan-perkataan dusta dengan ikhlas kepada Allah, tidak
mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barang siapa mempersekutukan sesuatu
dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu
disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 30-31)
Sebenarnya, berbohong merupakan identitas orang kafir. Allah telah firmankan tentang kafirin, “Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 39)
Dusta juga menjadi tabiat yg melekat
pada diri orang-orang munafik dan menjadi salah satu ciri mereka yang
paling menonjol. Ini sesuai dengan firman Allah, “Dan Allah mengetahui
bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”
(QS. Al-Munafikun: 1)
Dalam hadits yang sangat masyhur, “Ada
empat hal, yang jika berada pada diri seseorang maka ia menjadi seorang
munafiq sesungguhnya, dan jika seseorang memiliki kebiasaan salah satu
dari padanya, maka berarti ia memiliki satu kebiasaan (ciri) nifaq
sampai ia meninggalkannya; bila dipercaya ia berkhianat, bila berbicara
ia berdusta, bila berjanji ia memungkiri dan bila bertikai ia berbuat
curang.” (Muttafaqun 'alaih)
. . . Dusta juga menjadi tabiat yg melekat pada diri orang-orang munafik dan menjadi salah satu ciri mereka yang paling menonjol . . .
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
menjelaskan bahwa berlaku jujur adalah jalan menuju surga, sebaliknya
berdusta merupakan jalan yang menghantarkan kepada neraka. Dari Ibnu
Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِنَّ
الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى
الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا
وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي
إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا
“Sesungguhnya kejujuran menunjukkan
kepada perbuatan baik, dan perbuatan baik menunjukkan kepada surga, dan
sesungguhnya seseorang yang membiasakan jujur ia akan dicatat di sisi
Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta menunjukkan
kepada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa menunjukkan kepada neraka, dan
sesungguhnya seseorang yang biasa berdusta ia akan dicatat di sisi
Allah sebagai pendusta.” (Muttafaq ‘Alaih)
Oleh karenanya, wajar sekali jika
perbuatan dusta diancam dengan siksa yang sangat mengerikan. Dalam
hadits Samurah bin Jundab yang sangat panjang, dijelaskan akibat yang
akan ditanggung oleh pendusta yang kebohongannya sudah sampai ke ufuk.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menceritakan apa yang beliau temui dalam mimpinya,
فَانْطَلَقْنَا
فَأَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُسْتَلْقٍ لِقَفَاهُ، وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ
عَلَيْهِ بِكَلُّوِبٍ مِنْ حَدِيْدٍ، وَإِذَا هُوَ يَأْتِي أَحَدَ شِقَّيْ
وَجْهِهِ فَيُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمِنْخَرَهُ إِلَى
قَفَاهُ، وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ. (قَالَ : وَرُبَّمَا قَالَ أبو رَجَاء:
فَيَشُقُّ). قَالَ: ثُمَّ يَتَحَوَّلُ إِلَى الْجَانِبِ الآخَرِ
فَيَفْعَلُ بِهِ مِثْلَ مَا فَعَلَ بالجَانِبِ الأَوَّلِ، فَمَا يَفْرُغُ
مِنْ ذَلِكَ الْجَانِبِ حَتَّى يَصِحَّ ذَلِكَ الْجَانِبُ كَمَا كَانَ،
ثُمَّ يَعُوْدُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلَ مِثْلَ مَا فَعَلَ الْمَرَّةَ
الأُوْلَى. قَالَ: قُلْتُ لَهُمَا : سُبْحَانَ الله، مَا هَذَانِ؟ قَالَ:
قَالاَ لِي : اِنْطَلِقْ اِنْطَلِقْ.
“Kemudian kami berangkat lagi mendatangi
orang yang terlentang pada tengkuknya. Ternyata ada orang lain yang
berdiri di atasnya sambil membawa kait (yang terbuat) dari besi.
Tiba-tiba ia datangi sebelah wajah orang yang terlentang itu, lalu ia
robek (dengan kait besi tersebut) mulai dari sebelah mulutnya hingga tengkuknya, mulai dari lubang hidungnya hingga tengkuknya, dan mulai dari matanya hingga tengkuknya. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
kemudian bersabda: “Selanjutnya orang itu berpindah ke sebelah wajah
lainnya dari orang yang terlentang tersebut dan melakukan seperti yang
dilakukannya pada sisi wajah yang satunya. Belum selesai ia berbuat
terhadap sisi wajah yang lain itu, sisi wajah pertama sudah sehat
kembali seperti sedia kala. Maka ia mengulangi perbuatannya, ia lakukan
seperti yang dilakukannya pada kali pertama.”
Di penghujung hadits dijelaskan dosa
yang diperbuat oleh laki-laki tadi, “Sesungguhnya laki-laki itu setiap
keluar dari rumahnya ia berdusta (berbohong) yang kebohongannya sampai
ke kaki-kaki langit (tersebar ke mana-mana,-terj)” (HR. Al-Bukhari)
dalam riwayat lain, “Ia disiksa ademikian hingga tiba hari kiamat.”
Penutup
Siksa dahsyat yang ditimpakan kepada
pendusta di atas terjadi di alam kuburnya sebagai siksa kubur. Ini terus
disiksakan atasnya sampai terjadinya hari kiamat. Semoga Allah
menyelamatkan kita darinya.
Bahaya dusta semakin menjadi-jadi karena
dia dilakukan oleh lisan. Di mana seseorang lengah dari mengontrolanya.
Maka benar sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, bahwa yang paling
banyak menjerumuskan seseorang ke dalam neraka adalah hasil kerja
lisannya. (HR. al-Tirmidzi)
Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memberikan jaminan surga kepada umatnya yang benar-benar sanggup menjaga lisannya, “Barangsiapa
menjamin untukku apa yang ada di antara kedua dagunya dan apa yang ada
di antara kedua kakinya, maka aku akan menjamin surga untuknya.” (Muttafaq 'alaih dari hadits Sahal bin Sa'ad)
Berdusta semakin asyik dikerjakan karena
terkadang berdusta menjadi sebuah hiburan yang membuat orang-orang
tertawa dan lupa terhadap masalahnya. Sehingga berdusta yang seperti ini
tidak terlihat sebagai sesuatu yang tercela.
Pendorong berbohong lainnya, berbohong
terkadang bisa menambah jumlah nominal pernghasilan. Baik dengan
mengurangi timbangan dan takaran, bersumpal palsu saat menjual, atau
menipu, dan sebagainya. Tapi, satu kepastian bahwa harta yang
diperolehnya tidak akan barakah. Sehingga dengan hasil dari berdusta
tersebut, ia mengenyangkan perutnya, menghilangkan dahaganya, dan
menutupi tubuhnya dengan pakaiannya. Sehingga ibadah yang dikerjakannya
tidak bisa mentazkiyah jiwanya. Karenanya, kecenderungan kepada maksiat
dan perbuatan dosa lebih kuat dalam dirinya. Wallahu Ta’ala A’lam.
[PurWD/voa-islam.com]
OLeh : Ustad Badrul Tamam