Pertanyaan:
Assalamu ‘Alaikum Warahmatullah
Wabarakatuhu
Pak Ustadz, apa benar jika kita telah
jamaah Shubuh sehingga tidak sempat shalat (sunnah) fajar, maka ia bisa
diganti setelah shalat Shubuh atau pada saat masuk waktu Dhuha?
085735615***
Jawaban
Oleh: Badrul Tamam
Wa’alaikum Salam Warahmatullah
Wabarakutuh. . .
Setelah memuji Allah dan bershalawat
atas Rasulullah, shalat sunnah Fajar merupakan shalat sunnah rawatib
yang paling ditekankan dibandingkan dengan selainnya. Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkannya; baik dalam keadaan
safar maupun muqim. Hal ini didasarkan kepada hadits ‘Aisyah Radhiyallahu
'Anhu, beliau berkata:
لَمْ
يَكُنْ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلَى شَيْءٍ مِنْ اَلنَّوَافِلِ
أَشَدَّ تَعَاهُدًا مِنْهُ عَلَى رَكْعَتَيْ اَلْفَجْرِ
“Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
tidak pernah memperhatikan shalat-shalat sunat melebihi perhatiannya
terhadap dua rakaat fajar.” (Muttafaq ‘Alaih)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam pernah kesiangan melaksanakan shalat Shubuh dalam satu
perjalanan. Beliau bangun saat matahari sudah terbit. Kemudian beliau
menyuruh Bilal untuk mengumandangkan adzan. Lalu beliau wudhu dan shalat
fajar dua rakaat yang diikuti oleh para sahabat. Kemudian beliau
menyuruh Bilal mengumandangkan iqamah dan beliau shalat Shubuh bersama
mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)
Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
lakukan ini untuk tidak terlewat dari mendapatkan keutamaannya yang
telah beliau terangkan, “Dua rakaat fajar lebih baik dari dunia dan
seisinya.” (HR. Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, “Oleh karenanya,
beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah
meninggalkannya, yakni shalat sunnah Fajar dan shalat Witir, baik pada
saat safar maupun saat bermukim. Pada saat bepergian beliau lebih rutin
mengerjakan shalat sunnah Fajar dan Witir dibandingkan semua shalat
sunnah lainnya. Tidak pernah dinukil dari beliau bahwa beliau shalat
sunnah rawatib selain kedua rakaat shalat tersebut.” (Zaadul Ma’ad:
1/315)
Lalu bagaimana saat seseorang
tidak punya kesempatan menjalankan dua rakaat Fajar sebelum shalat
Shubuh?
Jika seseorang tidak berkesempatan
menjalankan dua rakaat fajar sebelum shalat Shubuh maka boleh baginya
mengadha’nya (mengganti dengan menjalankannya) setelah shalat shubuh
atau pada waktu matahari sudah terbit di waktu Dhuha. Sunnah telah
menerangkan keduanya. Tetapi –menurut Syaikh Ibnu Bazz- mengakhirkannya
sampai matahari meninggi lebih utama, karena Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam memerintahkan hal ini. Adapun mengerjakannya
sesudah shalat Shubuh terdapat taqrir (pengakuan) dari beliau Shallallahu
'Alaihi Wasallam akan pembolehannya.
Inilah pendapat yang dipilih Imam Ahmad,
beliau berkata: “Jika ia mengerjakannya sesudah fajar (shalat Shubuh)
maka itu sudah cukup. Adapun saya memilih hal itu (memilih mengadha’nya
di waktu Dhuha).”
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu,
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ لَمْ
يُصَلِّ رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ
الشَّمْسُ
“Siapa yang belum shalat dua rakaat
Fajar maka hendaknya mengerjakannya setelah terbit matahari.” (HR.
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah-Tirmidzi, Ibnul Huziamah,
al-Hakim, Ibnu HIbban. Dan selainnya. Hadits ini dishahihkan Syaikh
Al-Albani)
Hadits dari Qais bin’ Amr menuturkan,
bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah melihatnya
shalat dua rakaat Fajar setelah shalat Shubuh. Lalu beliau bertanya,
“Dua rakaat apa ini wahai Qais?” Qais menjawab, “Ya Rasulullah, aku
belum menunaikan dua rakaat Fajar, maka dua rakaat ini adalah dua rakaat
fajar.” Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam membiarkannya.
(HR> Ahmad, Abu Dawud, dan al-Tirmidzi) dan diamnya Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam menunjukkan pengakuannya akan kebolehan. Wallahu
Ta’ala A’lam. [PurWD/voa-islam.com]