Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah,
Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu
'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Praktek perdukunan sangat dicela dalam
Islam. Ulama sepakat akan keharamannya. Ia termasuk bagian dari
dosa-dosa yang paling besar. Pelakunya dihukumi murtad dari dien yang
hanief ini. Sebabnya, karena ia telah memberikan persembahan dan
peribadatan kepada jin.
Begitu juga mendatangi dukun dan
menggunakan jasa perdukunannya adalah haram. Pelakunya terbagi menjadi
dua:
Pertama,
mendatanginya karena percaya kepadanya dan membenarkan apa yang
disampaikannya, maka ia telah kufur kepada Al-Qur'an. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَنْ
أَتَى كَاهِنًا، أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ
بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
"Siapa yang mendatangi dukun atau
tukang ramal, lalu ia membenarkan apa yang dikatakannya, maka sungguh ia
telah kufur kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad." (HR.
Ahmad dan Ashabus Sunan. Hadits ini dishahihkan Syikah al-Albani dalam
Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 3047 dan al-Irwa')
Maksudnya: orang yang datang dan
bertanya kepada dukun disetai keyakinan akan kebenaran si dukun bahwa
dia mengetahui perkara ghaib maka ia telah kafir; karena ia telah
menyalahi dan mendustakan firman Allah Ta'ala,
قُلْ لَا
يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
"Katakanlah: "Tidak ada seorang pun
di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah"."
(QS. Al-naml: 65)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
berkata, "Maka siapa membenarkan dukun dalam ilmu ghaib (perkara ghaib
yang dismapaikannya) padahal dia tahu bahwa tidak ada yang mengetahui
perkara ghaib kecuali Allah, maka ia kafir kufur akbar yang mengeluarkan
dari agama (Islam). Jika ia jahil dan tidak meyakini bahwa dalam
Al-Qur'an ada kedustaan maka kufurnya adalah kufur di bawah kekafiran
(tidak menjadi kafir)." (Al-Qaul Mufid: 1/335)
Kedua, orang yang datang untuk dan
menanyakan sesuatu kepadanya –tanpa meyakini atau membenarkannya-, maka
shalatnya selama 40 hari tidak akan diterima. Hal ini didasarkan kepada
sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَنْ أَتَى
عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ
لَيْلَةً
"Siapa yang mendatangi tukang ramal
(dukun) dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima
shalatnya selama empat puluh malam." (HR. Muslim)
Perlu dicatat bahwa mendatangi di sini
bukan karena untuk mengujinya –apakah ia benar atau dusta- atau untuk
menunjukkankelemahan dan kedustaannya. Jika datangnya ke dukun karena
ini maka tidak termasuk yang diharamkan dan tidak terkena ancaman dalam
hadits.
Status Shalatnya?
Makna tidak diterima shalat orang yang
pergi ke dukun adalah ia tidak mendapat pahala dari shalatnya walaupun
telah gugur kewajiban shalat tersebut dari dirinya. Ia tidak harus
mengulangi shalatnya. Kedudukannya seperti orang yang shalat di atas
tanah hasil nilep atau memakai baju dari yang haram; walau sah
shalatnya dan tak perlu ulangi lagi shalatnya, namun ia tidak mendapat
pahala dari shalatnya tersebut.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan
dalam Syarah Muslim terhadap hadits ini, "Sesungguhnya para ulama
sepakat bahwa orang yang mendatangi peramal tidak harus mengulangi
shalat-shalatnya selama empat puluh malam. . ."
Kesimpulannya, bahwa shalat orang yang
mendatangi dukun atau tukang ramal –tanpa membenarkan dan meyakini
perkataannya- adalah sah. Kewajibannya telah gugur. Hanya saja,
shalatnya tersebut tidak diterima dan tidak diberi pahala. Wallahu
a'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Oleh : Ustadz Badrul Tamam