Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah.
Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Pemilik harta tidak boleh memberikan
zakat hartanya kepada orang yang wajib ia nafkahi olehnya seperti
anak-anaknya, istrinya, orang tuanya yang miskin, dan selain mereka.
Mereka termasuk orang berkecukupan dengan harta yang dimiliki olehnya.
Karena mereka berhak mendapat nafkah dari harta yang dimiliki orang
tadi. Jika ia memberikan zakat hartanya kepada mereka maka dengan
sendirinya jatah nafkah untuk mereka gugur. Secara tidak langsung ia
memberikan zakat hartanya untuk dirinya sendiri.
Ibnu Qudamah berkata, "Ibnul Munzir
berkata: para ulama sepakat bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada
kedua orang tua yang dalam satu waktu nafkah keduanya wajib ditunaikan
olehnya. Juga karena zakatnya untuk mereka akan menghilangkan kewajiban
nafkah dirinya dan menggugurkan darinya lalu manfaatnya akan kembali
kepada dirinya sendiri. Seolah-olah ia memberikan zakat itu kepada
dirinya sendiri, karenanya ini tidak boleh. Sebagaimana juga kalau ia
membayar hutang dengan zakat tadi."
Tetapi jika orang tadi adalah orang
tidak/kurang mampu untuk mencukupkan nafkah kepada orang tuanya, maka
sebagian ulama membolehkan untuk memberikan zakatnya kepada kedua orang
tuanya atau anak-anaknya dari orang yang wajib ia nafkahi namun ia
kurang mampu. Ini pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Ibnul Qayyim dalam Hasyiyah al-Raudh
berkata, "Syaikhul Islam berkata: dibolehkan memberikan zakat kepada
kedua orang tua dan anak apabila mereka termasuk fuqara' sedangkan
dirinya tidak mampu menafkahi mereka. Ini adalah salah satu pendapat
dalam madhab Ahmad."
Sedangkan memberikan zakat kepada
kerabat yang mereka tidak dibawah tanggungan nafkah darinya maka
memberikan zakat kepada mereka dibolehkan. Bahkan mereka lebih berhak
dibandingkan orang lain -dengan catatan: mereka termasuk mustahiq (orang
yang berhak menerima zakat)-. Karena memberikan zakat kepada mereka
bernilai dua, yakni sebagai sedekah dan menyambung tali kekerabatan
(silaturahim), sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits, "Sedekah
kepada orang miskin adalah sedekah. Sedangkan kepada orang yang
memiliki hubungan kerabat dua nilai: sedekah dan
menyambung tali kekerabatan (silaturahim)." (HR. Ahmad, al-Nasai,
Ibnu Hibban, dan al-Tirmidzi yang menghassankannya)
Keutamaan Menafkahi Orang Tua
yang Tidak Mampu
Berbakti dan memberikan kebaikan kepada
kedua orang tua termasuk amal ibadah yang agung. Maka jika seorang anak
yang berkecukupan menanggung nafkah kedua orang tuanya yang miskin itu
termasuk kewajiban yang sangat penting dan memiliki pahala yang besar.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda,
إِنَّ
أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ وَإِنَّ أَمْوَالَ أَوْلَادِكُمْ
مِنْ كَسْبِكُمْ فَكُلُوهُ هَنِيئًا
"Sesungguhnya sebaik-baik apa yang
kamu makan adalah hasil dari kerjamu sendiri. Sesungguhnya harta anakmu
termasuk dari usahamu, maka makanlah dengan nikmat." (HR. Ahmad,
al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al-Albani dan Syu'aib
al-Arnauth)
Ibnul Mundzir berkata: "Para ulama
sepakat, menafkahi kedua orang tua yang miskin yang tidak punya
pekerjaan dan tidak punya harta merupakan kewajiban yang ada dalam harta
anak, baik kedua irang tua itu muslim atau kafir, baik anak itu
laki-laki atau perempuan."
Beliau mendasarkannya kepada firman
Allah Ta'ala,
وَصَاحِبْهُمَا
فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
"Dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik." (QS. Luqman: 15) di antaranya melalui nafkah dan
pemberian yang membuat mereka senang.
Jika kedua orang tua adalah orang kaya
yang berkecukupan, maka seorang anak tidak wajib menafkahi kedua orang
tuanya tersebut. Kecuali ia memberikan jatah nafkahnya kepada keduanya
sebagai kesempurnaan ihsan (berbuat baik) kepada keduanya walau keduanya
tidak betul-betul membutuhkannya. Wallahu Ta'ala A'lam.
[PurWD/voa-islam.com]
Oleh : Ustad Badrul Tamam