Mantan
Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra membantah undang-undang
terorisme yang dibuat pada saat ia menjabat memiliki kesalahan
diantaranya kelonggaran aturan interogasi.
Menurut
Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) ini, anggapan kelonggaran
aturan interograsi yang bisa diterjemahan Densus 88 sebagai penyiksaan
bukan salah undang-undang, tetapi penerapan di lapangan oleh Densus
sendiri.
“Gak
ada yang salah dalam undang-undangnya. Gak ada yang perlu
diuji materi. Kalau memang terjadi penyiksaan itu masalah penerapan
saja. Itu perilaku mereka (Densus) yang salah,” kata Yusril saat seperti
dilansir Republika, Selasa (19/3/2013).
Yusril
mengatakan, undang-undang terorisme itu awalnya adalah Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) untuk mengatasi masalah bom
bali pada 2001. Yusril mengaku menyusun aturan-atruan itu dengan cara
yang paling aman dan sangat menjunjung tinggi HAM.
Soal
pemeriksaan dan interograsi pun, tetap mengacu kepada KUHAP. Sehingga,
ia menegaskan bahwa dalam undang-undang tidak mungkin ada kelonggaran
yang membuat pihak penegak hukum melakukan penyiksaan.
Sebelumnya
diberitakan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah
selesai melakukan sebuah investigasi pada video dengan aksi kekerasan
yang diduga dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88. Video berdurasi
delapan menit ini menampilkan adegan penyiksaan sejumlah oknum Polri
saat melakukan penangkapan terduga teroris pada tahun 2007.
Hasilnya,
Komnas HAM menegaskan, oknum aparat keamanan yang berada dalam video
tersebut adalah Densus 88. Kesimpulan dari Komnas HAM ini sektika
mematahkan pernyataan Polri yang menegaskan dalam video tersebut tak ada
anggota Densus 88 yang terlibat. [Widad/rpb]/voa-islam.com