Di antara ibadah istri adalah husnu taba’ul, berkhidmat kepad suami, benar istri patut berkhidmat kepada suaminya dalam urusan rumah dan lainnya, karena ia termasuk muasyarah bil ma’ruf
yang diperintahkan, Fatimah berkhidmat kepada suaminya Ali bin Abu
Thalib, hingga mengadu kepada ayahnya tentang bekas penggilingan pada
tangannya dan Rasulullah tidak berkata kepadanya, “Kamu tidak wajib
melakukan itu.”
Syaikhul Islam berkata dalam Majmu’ al-Fatawa 34/90-91, “Para ulama
berbeda pendapat, apakah istri wajib berkhidmat kepada suami seperti
menyiapkan tempat tidur, menyiapkan makan, minum dan sepertinya? Di
antara para ulama ada yang berkata tidak wajib dan pendapat ini lemah,
sama lemahnya dengan pihak yang berkata tidak wajib atas suami menggauli
istri, karena hal ini bukan termasuk mu’asyarah bil ma’ruf. Ada yang
berkata dan inilah yang benar, istri wajib berkhidmat kepada suami,
karena suami adalah majikan istri dalam kitab Allah, istri adalah
tawanan bagi suami dalam sunnah Rasulullah. ”
Termasuk berkhidmat adalah menjaga diri, harta dan anak-anak, Allah berfirman,
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Wanita shalihah adalah wanita yang patuh lagi menjaga diri saat
suaminya tidak hadir karena Allah menjaganya.” An-Nisa`: 34. Rasulullah
bersabda tentang khairun nisa`, “Yang menaati suami bila suami
memerintah, menyenangkan suami bila suami memandang dan menjaga dirinya
dan harta suami.” Hadits shahih diriwayatkan oleh an-Nasa`i.
Berkhidmatnya istri kepada suami adalah cara hidup para sahabat,
Asma` binti Abu Bakar berkata, “Az-Zubair menikahiku sementara di bumi
ini dia tidak mempunyai harta, hamba sahaya atau apa pun selain seekor
unta untuk mengambil air dan seekor kuda, aku yang memberi makan kudanya
dan mengambil air, aku menjahit timba dari kulit dan membuat adonan,
aku sendiri tidak pandai membuat roti, yang membuat roti adalah para
wanita Anshar tetanggaku, mereka adalah wanita-wanita baik, aku membawa
biji kurma dari ladang az-Zubair yang berjarak sekitar dua pertiga
farsakh hasil dari pemberian Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam di
atas kepala, suatu hari ketika aku sedang membawa biji kurma di atas
kepalaku, aku berpapasan dengan Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam
bersama beberapa orang-orang Anshar, beliau memanggilku kemudian beliau
bersabda, “Ikh, ikh.” –Kata untuk unta supaya ia menderum sehingga Asma`
bisa naik ke punggungnya- Beliau ingin memberiku tumpangan, tetapi aku
merasa malu berjalan bersama kaum laki-laki, aku teringat az-Zubair dan
kecemburuannya, dia termasuk orang paling cemburu, Rasulullah
shallallohu ‘alaihi wasallam mengetahui aku malu maka beliau berjalan
meninggalkanku, aku pulang kepada az-Zubair, aku berkata kepadanya, “Aku
bertemu Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam pada saat aku membawa
biji kurma di atas kepala, beliau bersama beberapa orang sahabat, beliau
menghentikan untanya dan hendak menderumkannya supaya aku naik ke
punggungnya, aku malu kepada beliau dan aku teringat dirimu yang
cemburu.” Maka az-Zubair berkata, “Demi Allah, kamu membawa biji kurma
adalah lebih berat bagiku daripada kamu naik bersama beliau.” Asma`
berkata, “Sampai bapakku Abu Bakar mengirim seorang pelayan yang
mengurusi kuda, seolah-olah dia telah memerdekakanku.”
Fatimah mengadukan beratnya penggilingan kepada Rasulullah
shallallohu ‘alaihi wasallam yang meninggalkan bekas padanya, pada saat
itu Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam sedang mendapatkan tawanan
perang, Fatimah pergi kepada Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam
tetapi dia tidak bertemu dengan beliau, dia bertemu Aisyah, Fatimah
mengatakan hajatnya kepada Aisyah, ketika Rasulullah shallallohu ‘alaihi
wasallam pulang Aisyah mengabarkan kedatangan Fatimah kepada beliau.
Ali berkata, “Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam datang kepada kami
sementara kami sedang bersiap-siap untuk tidur, aku hendak berdiri,
tetapi beliau bersabda, “Tetaplah kalian berdua di tempat.” Lalu beliau
duduk di antara kami, sampai aku merasakan dinginnya kedua kaki beliau
di dadaku, beliau bersabda, “Maukah kalian berdua aku ajari apa yang
lebih baik dari apa yang kalian berdua minta kepadaku, jika kalian
berdua hendak tidur, bertakbirlah tiga puluh empat kali, bertasbihlah
tiga puluh tiga kali dan bertahmidlah tiga puluh tiga kali, ia lebih
baik bagi kalian berdua daripada pembantu.”
Dalam kitab Usudul Ghabah milik Ibnul Atsir dari Asma’ binti
Yazid binti as-Sakan al-Asyhaliyah bahwa dia mendatangi Rasulullah,
sementara beliau sedang duduk di antara para sahabatnya. Asma’ berkata,
“Aku korbankan bapak dan ibuku demi dirimu ya Rasulullah. Saya adalah
utusan para wanita di belakangku kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu
kepada seluruh laki-laki dan wanita, maka mereka beriman kepadamu dan
kepada Tuhanmu.
Kami para wanita selalu dalam keterbatasan, sebagai
penjaga rumah, tempat menyalurkan hasrat dan mengandung anak-anak
kalian, sementara kalian – kaum laki-laki – mengungguli kami dengan
shalat Jum’at, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengantar
jenazah, berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji dan yang lebih utama
dari adalah jihad fi sabilillah. Jika salah seorang dari kalian pergi
haji atau umrah atau jihad maka kamilah yang menjaga harta kalian, yang
menenun pakaian kalian, yang mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami
menikmati pahala dan kebaikan ini sama seperti kalian?”
Namun hendaknya khidmat ini dalam batas-batas ma’ruf, sesuai
kesanggupan istri dan tidak memberatkannya sehingga istri seperti
pembantu, alangkah baiknya bila suami juga tidak segan membantu, Aisyah
ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah di rumah, dia menjawab,
“Membantu keluarganya, bila shalat tiba, beliau keluar untuk shalat.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari. Wallahu a’lam.
(esqiel/alsofwah/muslimahzone.com)