Sekalipun di kalangan umat Islam pernah terjadi
pemberontakan terhadap NKRI seperti DI/TII dengan konsep NII nya dan
PRRI dengan konsep revolusionya, namun kedua "pemberontakan" tersebut
tidak keluar dari konteks keindonesiaan. Karena latar belakang kedua
pemberontakan tersebut bukan untuk menuntut kemerdekaan, akan tetapi
untuk melawan pengkhianatan, kezaliman dan ketidak adilan.
Demikian terungkap dalam buku berjudul “Wawasan
Kebangsaan: Menuju NKRI Bersyariah” , ditulis oleh Ketua Umum FPI Habib
Muhammad Rizieq Syihab, MA. Buku yang diterbitkan oleh Islam Press
tersebut membahas tentang Gerakan Islam Indonesia Berwawasan Kebangsaan,
Mengawal NKRI Bersyariah, dan Revolusi.
“Begitu pula pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
yang semula merupakan perlawanan terhadap kezaliman dan ketidakadilan,
namun berubah menjadi tuntutan kemerdekaan Aceh dari NKRI karena
kekejaman yang terjadi terhadap rakyat Aceh pada saat pemberlakuan DOM
(Daerah Operasi Milliter). Namun, kini GAM bergabung kembali dalam
bingkai NKRI untuk membangun Aceh yang damai dan sejahtera di bawah
naungan syariat Islam,” papar Habib dalam tulisannya.
Berbeda dengan pemberontakan Republik Maluku Selatan
(RMS) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sejak wal kelahiran kedua
pemberontakan tersebut bukan ditujukan untuk melawan kezaliman dan
ketidakadilan, melaionkan ditujukan untuk melepaskan Maluku dan Papua
dari NKRI. Hingga kini, OPM telah melakukan pembunuhan terhadap anggota
TNI, Polri dan rakyat sipil.
Anehnya, Pemerintah NKRI terhadap DII/TII PRRI dan GAM
mengambil langkah tegas dan sangat keras, sehingga pemberontakan
tersebut diredam dan dipadamkan dengan korban tidak sedikit. Termasuk
terhadap mereka yang baru diduga sebagai “teroris”, Densus 88 langsung
menembaknya di tempat. Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang tidak terbukti
sebagai actor intelektual dalam Latihan Perang di Aceh, diadili dengan
vonis 15 tahun penjara.
Namun, terhadap RMS dan OPM yang menggelar operasi
perang terhadap TNI, Polri dan rakyat sipil, pemerintah NKRI terlihat
ragu dalam bertindak, bahkan terkesan takut. Apalagi banyak LSM
Komparador yang menyoroti masalah HAM di Indonesia terus menerus
berteriak agar Pemerintah NKRI tidak melakukan kekerasan terhadap
gerakan separatis.
Kenapa Pemerintah NKRI bersikap sangat represif terhadap
“separatis Islam” termasuk terhadap umat Islam yang “diduga teroris”,
sedangkan terhadap Separatis Kristen tampak Pemerintah NKRI bersikap
tidak tegas? Karena jika tekanan itu dilakukan terhadap umat Islam,
Masyarakat Internasional tidak akan mempersoalkan. Tapi sebaliknya,
tekanan itu dilakukan kepada umat Kristen, maka dengan cepat Masyarakat
Internasional memvonisnya sebagai bentuk pelanggaran HAM berat. Kasus
Timor timur adalah contohnya, dimana sejumlah jenderal TNI dituduh
melanggar HAM, bahkan dituntut ke Mahkamah Internasional.
Habib Rizieq menegaskan, Gerakan Islam telah memiliki
sikap yang jelas, bahwa semua aktivis Islam jika diperlukan siap
berjihad kapan saja ke Maluku dan Papua serta ke wilayah mana saja di
Indonesia untuk membela dan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan
NKRI. desastian/voa-islam.com