Sebuah media cetak menerbitkan tulisan dengan judul ‘Suap Sapi Berjanggut’. Ketua MUI Amidhan menilai istilah tersebut menyakiti umat Islam.
Penggunaan
istilah 'Sapi Berjanggut' yang dialamatkan kepada parpol tertentu yang
kini pimpinannya menjadi tersangka kasus korupsi impor daging sapi amat
tidak tepat. Sebab berjanggut merupakan sunnah mulia yang diajarkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketua
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakan, upaya semacam ini
memang dalam rangka menyudutkan Islam. Bahkan, tidak hanya di Indonesia
tapi juga di dunia. Walau diakuinya upaya penyudutan justru membuat
Islam semakin berkembang.
"Itu
merupakan tantangan. Tapi begitu jauh musuh-musuh Islam menyudutkan
agama Islam, dan berbagai bentuk strategi menyakitkan umat Islam, tapi
Islam ternyata terus berkembang," jelas Amidhan seperti dikutip inilah.com,
Senin (4/1/2013).
...begitu jauh musuh-musuh Islam menyudutkan agama Islam, dan berbagai bentuk strategi menyakitkan umat Islam
Istilah
'Sapi berjanggut' diakuinya menyudutkan dan menyakiti umat Islam. Karena
terlalu menggeneralisasi. Sebab, berjanggut bukan hanya milik partai
Islam dalam hal ini PKS. Tetapi juga, berjanggut adalah sunnah Rasul
yang bisa dilakukan oleh umat Islam, tanpa spesifik partai tertentu. Dia
mengatakan, ini adalah bentuk sinisme terhadap partai Islam.
"Sebenarnya
hukumnya, bukan partainya melakukan korupsi. Tindakan itu dianggap
mereka perbuatan 'munafik'. Karena itu membawa bendera Islam. Tentu
sinisme dengan kata-kata itu yang menyakitkan," kata Amidhan.
Sebagaimana
diberitakan, salah satu media cetak edisi terbaru menggunakan istilah
"suap sapi berjanggut" untuk judul beritanya. Istilah tersebut ditujukan
kepada PKS terkait dengan kasus dugaan suap impor sapi yang
dipersangkakan kepada mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Sebab,
dalam sampul bergambar sapi di media cetak itu terdapat simbol PKS di
tubuh hewan tersebut yang tengah memakan uang kertas ratusan ribu
rupiah. [Widad/inl]/voa-islam.com