Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah,
Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah atas Rasulillah
–Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Ibadah shalat adalah ibadah yang
menggabungkan antara ucapan dan perbuatan. Bahkan sebagian ucapan
menjadi bagian dari rukunnya, di mana jika ia tidak dikerjakan maka
tidak sah shalat yang ditegakkan. Misalnya: Membaca "Allahu Akbar" pada
takbiratul Ihram, surat Al-Fatihah, Tasyahhud, shalawat –menurut
sebagian ulama-, dan salam.
Selain surat Al-Fatihah, juga
disyariatkan membaca apa yang dihafal dari Al-Qur'an pada dua rakaat
pertama. Menurut ulama ini hukumnya sunnah mu'akkadah, bukan rukun.
Disunnahkan menjaharkan (mengeraskan)
bacaan dalam shalat Shubuh dan dua rakaat pertama pada shalat Maghrib
dan Isya'. Ini berlaku bagi Imam dan munfarid (orang yang shalat
sendirin).
Menjaharkan bacaan ini juga berlaku pada
shalat Jum'at, shalat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), shalat
gerhana bulan, shalat istisqa', shalat Tarawih dan Shalat nafilah di
malam hari. Selain yang disebutkan disunnahkan untuk men-sirri-kannya
(memelankannya).
Membaca Al-Qur'an dalam shalat sirriyah
haruslah tetap memperhatikan ketentuan membaca, yakni tetap membaca
huruf-hurufnya dengan menggerakkan lisan dan dua bibir sehingga
terdengar oleh dirinya sendiri. Tidak boleh mencukupkannya hanya dengan
hati saja. Hal ini dikuatkan dari kesaksian sejumlah shahabat dari cara
membaca Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam shalat sirriyah
beliau.
Dari Ma'mar, ia berkata: Aku bertanya
kepada Khabbah,
أَكَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ
وَالْعَصْرِ قَالَ نَعَمْ قُلْنَا بِمَ كُنْتُمْ تَعْرِفُونَ ذَاكَ قَالَ
بِاضْطِرَابِ لِحْيَتِه
"Apakah Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam membaca dalam shalat Dzuhur dan Ashar?" beliau
menjawab, "Ya." Kami bertanya, "Bagaimana kalian mengetahui hal itu?"
beliau menjawab, "Dengan gerakan janggutnya." (HR. Al-Bukhari dan
selainnya)
Dari Abul Ahwash yang bersumber dari
sebagian sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, ia berkata:
كَانَتْ
تُعْرَفُ قِرَاءَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
الظُّهْرِ بِتَحْرِيكِ لِحْيَتِهِ
"Diketahui bacaan Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam dalam shalat Zuhur dengan beliau menggerakkan
janggutnya." (HR. Ahmad dengan rijal yang tsiqqah)
Imam Malik rahimahullah ditanya
tentang orang yang membaca di dalam shalatnya, bacaannya tidak
terdengar oleh orang lain dan tidak pula oleh dirinya sendiri dan ia
tidak menggerakkan lisannya? Beliau menjawab: "Ini bukan membaca,
sesungguhnya membaca adalah dengan menggerakkan lisan." (Ibnu Rusyd
dalam Al-Bayan wa al-Tahshil: 1/490)
Al-Kasani rahimahullah berkata,
"Membaca tidak bisa kecuali dengan menggerakkan lisan dalam mengucapkan
huruf. Tidakkah engkau lihat, orang shalat yang mampu membaca apabila
ia tidak menggerakkan lisannya dalam mengucapkan huruf maka tidak sah
shalatnya. Begitu juga, kalau ia bersumpah tidak membaca satu surat dari
Al-Qur'an, lalu ia melihatnya dan memahaminya serta tidak menggerakkan
lisannya maka ia tidak menyalahi (melanggar) sumpahnya." (Al-Bada-i'
al-Shanaa-i': 4/118)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,
dalam Mukhtashar al-Fatawa al-Mishriyah:
يجب أن
يحرك لسانه بالذكر الواجب في الصلاة من القراءة ونحوها مع القدرة، ومن قال
إنها تصح بدونه يستتاب
"Ia wajib menggerakkan lisannya pada
zikir yang wajib dalam shalat berupa membaca (Al-Qur'an,-Pent) dan
semisalnya jika mampu. Dan siapa yang mengatakan, sah membaca tanpanya
(yakni tanpa menggerakkan lisan,-pent) maka ia disuruh taubat."
Ibnu Naajii dalam Syarah al-Risalah
berkata, "Dan membaca yang dipelankan (sir) dalam shalat, semuanya
dengan menggerakkan lisan. Maka siapa yang membaca dalam hatinya maka
seperti orang yang tidak membaca."
Syaikh Abdul Aziz bin Bazz ditanya,
"Apakah tidak menggerakkan lisan dan dua bibir dalam shalat membatalkan
shalat?" Beliau menjawab,
لابد من
القراءة، قراءة الفاتحة، والقراءة لابد من تحريك اللسان حتى يسمع قراءته
حتى يكون منه قراءة، لابد من القراءة بالحروف التي يسمعها.من "نور على
الدرب
"Haruslah membaca surat al-Fatihah. Dan
qira'ah (membaca) haruslah menggerakkan lisan sehingga ia mendengar
bacaaannya sehingga itu disebut membaca. Membaca haruslah dengan
melafadzkan huruf-huruf yang didengarnya." (Nuur 'Ala al-Darb)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
ditanya, "Apakah harus menggerakkan dua bibir dalam shalat, zikir dan
membaca (Al-Qur'an)? Ataukah cukup membaca dengan tanpa menggerakkan dua
bibir?"
Beliau menjawab,
لا بد من
تحريك الشفتين في قراءة القرآن في الصلاة، وكذلك في قراءة الأذكار الواجبة
كالتكبير والتسبيح والتحميد والتشهد؛ لأنه لا يسمى قولاً إلا ما كان
منطوقاً به، ولا نطق إلا بتحريك الشفتين واللسان، ولهذا كان الصحابة رضي
الله عنهم يعلمون قراءة النبي صلى الله عليه وسلم باضطراب لحيته أي:
بتحركها
ولكن اختلف
العلماء هل يجب أن يُسمع نفسه؟ أم يكتفي بنطق الحروف؟ فمنهم من قال: لا بد
أن يسمع نفسه، أي: لا بد أن يكون له صوت يسمعه هو بنفسه، ومنهم من قال:
يكفي إذا أظهر الحروف، وهذا هو الصحيح
"Haruslah menggerakkan dua bibir dalam
membaca Al-Qur'an saat shalat. Begitu juga saat membaca zikir yang wajib
seperti takbir, tasbih, tahmid, dan tasyahhud. Karena tidaklah disebut
perkataan kecuali kalau diucapkan. Dan tidaklah disebut ucapan kecuali
dengan menggerakkan dua bibir dan lisan. Oleh karena itu para sahabat Radhiyallahu
'Anhum mengetahui qira'ah (bacaan) Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam dengan bergeraknya jenggot beliau; maksudnya: dengan
gerakannya.
Akan tetapi para ulama berbeda pendapat,
apakah ia wajib memperdengarkannya untuk dirinya sendiri? Ataukah cukup
dengan mengucapkan huruf-huruf? Di antara mereka berpendapat: Ia harus
memperdengarkan kepada dirinya. Maksudnya: harus ada suaranya yang
didengar oleh dirinya sendiri. Pendapat lain di antara mereka: cukuplah
jika ia telah menampakkan (mengucapkan) huruf. Dan inilah pendapat yang
shahih." (Liqa' al-Bab al-Maftuh)
. . . Membaca Al-Qur'an dalam shalat sirriyah haruslah tetap membaca huruf-hurufnya dengan menggerakkan lisan dan dua bibir sehingga terdengar oleh dirinya sendiri. Tidak boleh mencukupkannya hanya dengan hati saja. . .
Kesimpulan
Bahwasanya membaca Al-Qur'an dalam
shalat sirriyah haruslah dengan melafadhkannya, yakni dengan
menggerakkan lisan dan kedua bibirnya. Tidak sah shalat jika tidak
demikian. Karenanya diketahui dari cara membaca Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam dalam shalat sirriyah beliau dengan bergeraknya
jenggot beliau. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
Oleh : Ustadz Badrul