Majelis Ulama Indonesia
(MUI) beserta sejumlah ormas Islam menegaskan pentingnya sunat
perempuan bagi kaum muslimah karena merupakan bagian dari ajaran agama.
MUI menentang dan menolak mentah-mentah semua argumen para aktivis
anti-sunat perempuan di Indonesia dan dunia.
Hal ini disampaikan oleh Ketua MUI KH Ma'ruf Amin di Kantor MUI, Jl
Proklamasi No 51, Menteng, Jakarta, Senin (21/1/2013) yang dihadiri
sejumlah perwakilan ormas Islam. Ia menegaskan kembali fatwa MUI yang
sudah dibuat pada tahun 2008 tentang hukum sunat perempuan berbunyi: "Khitan
bagi laki-laki maupun perempuan termasuk fitrah (aturan) dan syiar
Islam. Dan khitan terhadap perempuan adalah makrumah (ibadah yang
dianjurkan).
"Kami dari Majelis Ulama Indonesia, bersama ormas Islam menyampaikan
bahwa khitan adalah bagian dari ajaran Islam yang sangat dianjurkan bagi
umat Islam, baik bagi laki-laki maupun perempuan," kata Kiyai Ma'ruf
didampingi Wasekjen MUI Amirsyah Tambunan.
Seperti diketahui sebelumnya, Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengecam praktik sunat perempuan. PBB pun
meminta negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, untuk
menghentikan praktik yang disebut mengancam sekitar tiga juta gadis
setiap tahunnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 140 juta gadis
disunat. Praktik sunat perempuan lazim ditemui di negara-negara Afrika,
Timur Tengah, dan Asia, dan dilakukan karena alasan budaya, religi,
maupun sosial.
Kata Kiyai Ma'ruf, Khitan bagi perempuan diperbolehkan asal tidak berlebihan. Maksud dari berlebihan adalah memotong clitoral hood
(kulit pembungkus klitoris) yang terlalu banyak. Departemen Kesehatan
Indonesia juga sudah mengeluarkan kebijakan mengenai khitan. "Mungkin
PBB melarang khitan dari segi yang berlebihan seperti itu, barangkali,"
ujarnya.
Menurut Kyai Ma'ruf, Hukum khitan perempuan
adalah khilaf, yaitu hukum antara wajib, makrumah dan sunnah. Di dalam
Fatwa no 9 tahun 2008 tentang khitan perempuan, bagi laki-laki maupun
perempuan termasuk ibadah yang dianjurkan dengan tata cara tertentu.
Ma'ruf menambahkan, khitan mempunyai banyak manfaat, di antaranya
untuk menyeimbangkan syahwat perempuan. "Menurut para ulama, kalau dia
tidak dikhitan, syahwatnya terlalu besar. Kalau khitannya kebanyakan,
itu menjadi rendah syahwatnya. Maka dari itu, khitannya sedikit saja
untuk membuka selaput saja," jelas Ma'ruf.
Ma'ruf justru mempertanyakan mengapa Perserikatan Bangsa Bangsa
sampai mengurusi masalah khitan. "Ada apa PBB mengurusi khitan segala?
Korban seperti apa diakibatkan dari khitan seperti yang dimaksud oleh
PBB," tanya Ma'ruf.
Karena itu, ia menolak pelarangan khitan
perempuan yang digemborkan sebagian elemen masyarakat dan organisasi
kesehatan internasional. Khitan perempuan adalah bagian dari ajaran
agama yang melaksanakannya merupakan hak asasi manusia yang dilindungi
oleh UUD dan sudah didukung oleh Peraturan Menkes no
1636/Menkes/per/2010.
"Oleh karena itu, kami mendukung Permenkes
tersebut, kami meminta pada pemerintah untuk tidak mengindahkan setiap
upaya dari pihak mana pun yang menginginkan adanya pelarangan khitan di
Indonesia," pungkasnya. (bilal/arrahmah.com)