Pertanyaan:
Apakah jimat itu diperbolehkan atau
tidak? Kok ada seorang kyai selalu mengajarkan membuat jimat. Sedangkan
ada hadist Rasul yang menjelaskan bahwa jimat itu dilarang?
Angga Lisdiyanto
Jawaban:
Oleh: Ustadz Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah.
Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Benar kata Anda, jimat itu dilarang,
bahkan termasuk kesyirikan. Jika meyakini, jimat tersebut bisa
mewujudkan keinginannya, mendatangkan kemanfaatan dan menghindarkannya
dari bahaya; maka ia terjerumus ke syirik besar. Akibatnya, status
keislamannya bisa batal, seluruh amal shalihnya terhapus, dan jika mati
di atasnya maka ia akan kekal di neraka. Hal itu karena menyamakan Allah
Ta’ala dengan makhluk dalam perkara yang merupakan kekhususan bagi
Allah.
وَإِنْ
يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ
يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ
عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
"Jika Allah menimpakan sesuatu
kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali
Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang
dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa
yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Yunus: 107)
أَفَرَأَيْتُمْ
مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ
هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ
مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ
الْمُتَوَكِّلُونَ
“Katakanlah: “Maka terangkanlah
kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak
mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat
menghilangkan kemudaratan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat
kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah
Allah bagiku”. Kepada-Nya lah bertawakal orang-orang yang berserah
diri.” (QS. Al-Zumar: 38)
Kedua ayat di atas menunjukan bahwa
hanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang mampu memberikan manfaat
dan menimpakan bahaya, maka hal itu merupakan sifat rububiyah Allah
Ta’ala yang harus diyakini oleh setiap hamba, sehingga apabila seseorang
meyakini hal itu ada pada selain-Nya seperti pada malaikat, nabi, wali,
jin dan jimat-jimat maka berarti dia telah menyekutukan Allah Tabaraka
Wa Ta’ala.
Sementara jika meyakini bahwa jimat
hanya menjadi sebab terpenuhinya keinginan, mendatangkan kemanfaatan dan
menghindarkannya dari bahaya; maka ini syirik kecil. Ia termasuk dosa
besar yang membinasakan. Karena ia bersandar kepada sebab yang tidak
dibenarkan oleh syariat; baik secara syar'i atau qodari. Dan siapa yang
bersandar kepada sebab yang tidak dibenarkan syariat, secara syar'i atau
qadari; ia telah terjerumus ke dalam kesyirikan.
. . .jika meyakini bahwa jimat hanya menjadi sebab terpenuhinya keinginan, mendatangkan kemanfaatan dan menghindarkannya dari bahaya; maka ini syirik kecil. Ia termasuk dosa besar yang membinasakan. . .
Dalil-dalil Khusus Pengharaman
Jimat
Selanjutnya kami sertakan beberapa dalil
khusus yang menunjukkan haramnya meyakini dan memakai jimat;
Sahabat yang mulia ‘Uqbah bin
Amir Al-Juhani Radhiyallahu 'Anhu menuturkan,
أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْبَلَ إِلَيْهِ رَهْطٌ
فَبَايَعَ تِسْعَةً وَأَمْسَكَ عَنْ وَاحِدٍ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ
بَايَعْتَ تِسْعَةً وَتَرَكْتَ هَذَا قَالَ إِنَّ عَلَيْهِ تَمِيمَةً
فَأَدْخَلَ يَدَهُ فَقَطَعَهَافَبَايَعَهُ وَقَالَ مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً
فَقَدْ أَشْرَكَ
“Bahwasannya telah datang kepada
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sepuluh orang (untuk melakukan
bai’at), maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam membai’at sembilan orang
dan tidak membai’at satu orang. Maka mereka berkata, “Wahai Rasulullah,
mengapa engkau membai’at sembilan dan meninggalkan satu orang ini?”
Beliau bersabda, “Sesungguhnya dia mengenakan jimat.” Maka orang itu
memasukkan tangannya dan memotong jimat tersebut, barulah Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam membai’atnya dan beliau bersabda,
“Barangsiapa yang mengenakan jimat maka dia telah menyekutukan Allah”."
(HR. Ahmad. Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata, “Isnadnya
kuat,” dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah,
no. 492)
Dalam riwayat lain, Sahabat
‘Uqbah bin ‘Amir Radhiyallahu 'Anhu berkata,
aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda,
مَنْ
تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً
فَلاَ وَدَعَ اللَّهُ لَهُ
“Barangsiapa yang mengenakan jimat
maka Allah ta’ala tidak akan menyempurnakan hajatnya, dan barangsiapa
yang mengenakan wada’ah (jimat batu pantai) maka Allah
ta’ala tidak akan memberikan ketenangan kepadanya.” (HR. Ahmad.
Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata, “Hadits hasan.”)
Sahabat Imran bin
Al-Hushain Radhiyallahu 'Anhu menuturkan,
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْصَرَ عَلَى عَضُدِ
رَجُلٍ حَلْقَةً أُرَاهُ قَالَ مِنْ صُفْرٍ فَقَالَ وَيْحَكَ مَا هَذِهِ
قَالَ مِنَ الْوَاهِنَةِ قَالَ أَمَا إِنَّهَا لاَ تَزِيدُكَ إِلاَّ
وَهْنًا انْبِذْهَا عَنْكَ فَإِنَّكَ لَوْ مِتَّ وَهِيَ عَلَيْكَ مَا
أَفْلَحْتَ أَبَدًا
“Bahwasannya Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam melihat di tangan seorang laki-laki terdapat gelang dari
tembaga, maka beliau berkata, “Celaka engkau, apa ini?” Orang itu
berkata, “Untuk menangkal penyakit yang dapat menimpa tangan.” Beliau
bersabda, “Ketahuilah, benda itu tidak menambah apapun kepadamu kecuali
kelemahan, keluarkanlah benda itu darimu, karena sesungguhnya jika
engkau mati dan benda itu masih bersamamu maka kamu tidak akan beruntung
selama-lamanya”.”(HR. Ahmad)
Sahabat Abu Basyir Al-Anshari Radhiyallahu
'Anhu berkata,
أَنَّهُ
كَانَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ قَالَ
عَبْدُ اللهِ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ وَالنَّاسُ فِي مَبِيتِهِمْ
فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم رَسُولاً أَنْ لاَ
يَبْقَيَنَّ فِي رَقَبَةِ بَعِيرٍ قِلاَدَةٌ مِنْ وَتَرٍ أَوْ قِلاَدَةٌ
إِلاَّ قُطِعَتْ
“Bahwasannya beliau pernah bersama
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pada salah satu perjalanan
beliau –berkata Abdullah (rawi): Aku mengira beliau mengatakan-, ketika
itu manusia berada pada tempat bermalam mereka, maka Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam mengutus seseorang untuk menyampaikan,
“Janganlah tertinggal di leher hewan tunggangan sebuah kalung dari busur
panah atau kalung apa saja kecuali diputuskan”.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani
Asy-Syafi’i rahimahullah menyebutkan diantara
penjelasan ulama terhadap hadits di atas, “Bahwasannya di zaman
Jahiliyah dahulu mereka memakaikan kalung-kalung busur panah keras
terhadap onta mereka agar tidak terkena penyakit ‘ain menurut sangkaan
mereka. Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan
mereka untuk memutuskan kalung-kalung tersebut sebagai pengajaran kepada
mereka bahwa jimat-jimat itu tidak sedikitpun dapat menolak ketentuan
Allah ta’ala. Ini adalah pendapat Al-Imam Malik rahimahullah tentang
makna hadits ini. . ." (Fathul Bari: 6/142)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata,
aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda,
إِنَّ
الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya mantra-mantra, jimat-jimat
dan pelet itu syirik.” (HR. Ahmad, no. 3615, Abu Daud no. 1776, 3883
dan Ibnu Majah, no. 3530. Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arnauth berkata, “Shahih
lighairihi,” dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih
Ibni Majah, no. 2854)
Sahabat yang mulia Abu Ma’bad Abdullah
bin ‘Ukaim Al-Juhani Radhiyallahu 'Anhu berkata,
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ
تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
“Barangsiapa yang bergantung kepada
sesuatu (makhluk seperti jimat dan yang lainnya) maka dia akan dibiarkan
bersandar kepada makhluk tersebut (tidak ditolong oleh Allah
ta’ala).” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi. Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arnauth
berkata, “Hasan ligairihi,” dan dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ghayatul
Marom, no. 297]
Asy-Syaikh Abdur Rahman bin Hasan rahimahumallah berkata
dalam Fathul Majid: 124, “Bergantung kepada sesuatu itu bisa
jadi dengan hati, bisa pula dengan perbuatan dan bisa pula dengan hati
dan perbuatan sekaligus. Allah menjadikan pelakunya bergantung kepada
sesuatu tersebut, maksudnya adalah Allah jadikan dia bergantung kepada
sesuatu yang dia jadikan sebagai tempat bergantung. Maka
barangsiapa yang bergantung kepada Allah, memohon hajat-hajatnya
kepada-Nya, bersandar kepada-Nya, memasrahkan urusannya kepada-Nya
niscaya Allah akan mencukupinya, mendekatkan baginya setiap yang jauh,
memudahkan baginya semua yang sulit. Dan barangsiapa
yang bergantung kepada selain-Nya atau lebih tenang (ketika bersandar)
kepada pendapatnya, akalnya, obatnya, jimat-jimatnya dan yang semisalnya
maka Allah jadikan dia bergantung kepada makhluk-makhluk tersebut dan
Allah menghinakannya. Dan ini sudah dimaklumi berdasarkan dalil-dalil
dan kenyataan. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن
يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertawakkal kepada
Allah maka cukuplah Allah sebagai penolongnya.”(QS. Al-Tholaq:
3).” Wallahu Ta'ala A’lam.
. . . barangsiapa yang bergantung kepada selain-Nya atau lebih tenang (ketika bersandar) kepada pendapatnya, akalnya, obatnya, jimat-jimatnya dan yang semisalnya maka Allah jadikan dia bergantung kepada makhluk-makhluk tersebut dan Allah menghinakannya. . . .
Penutup
Berdasarkan uraian di atas, memakai
jimat dan meyakini keampuhannya adalah perbuatan terlarang. Ia termasuk
perbuatan syirik. Doa besar yang paling besar. Sementara jika ada kiai
atau orang alim yang mengajarkannya, maka ia telah melakukan kesesatan
dan penyimpangan. Sedangkan kebenaran tidak diukur oleh seseorang.
Tetapi oranglah yang ditimbang dengan kebenaran. Jangankan kiai yang
melakukan kesyirikan, Nabi saja jika melakukannya terkena ancamannya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman,
وَلَقَدْ
أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan
kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu
mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Al-Zumar: 65)
Khitab ayat di atas ditujukan kepada
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, hamba pilihan Allah yang
paling dicintai oleh-Nya. Jika beliau sampai berbuat syirik, maka tidak
ada ampun bagi beliau. Semua amal-amal shalih yang sudah dikerjakannya
akan terhapus dan harus merasakan azab dahsyat di akhirat. Lalu
bagaimana kalau yang berbuat syirik adalah orang yang derajatnya di
bawah beliau? [PurWD/voa-islam.com]