Perkelahian
antara siswa SMAN 6 dan SMAN 70 Jakarta pecah di kawasan Bulungan,
Jakarta Selatan, Senin (24/9/2012). Tawuran kedua sekolah favorit di
Jakarta itu menyebabkan Alawy Yusianto Putra, 15, siswa SMAN 6 kelas X,
tewas akibat luka sabetan benda tajam di bagian dada.
Padahal,
saat itu Alawy tidak melakukan tawuran. Dia tengah makan di sekitar
lokasi. Pada saat kejadian, dia mencoba menyelamatkan diri bersama
temannya. Namun, siyalnya siswa belia itu terjatuh dan ditebas oleh
pelaku dari SMAN 70 berinisial F.
Menanggapi
hal tersebut, ustadz Fauzan Al-Anshari mengungkapkan jika para pelaku
tawuran pasti bukan anak-anak Rohis. Meski sering memakan korban, namun
tawuran tak pernah dikatakan radikal apalagi teroris.
“Sudah
pasti yang tawuran tidak pernah ikut ke Rohis! Tapi tawuran itu tidak
pernah dikatakan radikal apalagi teroris, hal itu berbeda kalau yang
melakukan itu aktivis Rohis,” ujarnya melalui pesan singkat kepada
voa-islam.com, Selasa (25/9/2012).
...Sudah pasti yang tawuran tidak pernah ikut ke Rohis! Tapi tawuran itu tidak pernah dikatakan radikal apalagi teroris
Ia
menambahkan, yang demikian itu adalah standar ganda yang diajarkan sejak
dini di sekolah. “Itulah standar ganda yang dilakukan sejak dini di
sekolah sebagai hasil didikan PPKN dan syirik hormat bendera tiap
upacara Senin pagi yang disebut cinta tanah air,” tuturnya.
Jalan
untuk menghentikan tawuran kata ustadz Fauzan adalah dengan mengajarkan
tauhid yang benar agar para pelajar menjadi anak yang sholeh.
“Satu-satunya
jalan, hentikan pelajaran PPKN dan hormat bendera serta menyanyi lagu
syirik, lalu ganti dengan ajaran tauhid Islam supaya jadi anak sholeh
dan generasi muda brilyan,” ucapnya.
Sebaliknya,
amat salah kaprah jika ada yang mengusulkan pelajaran anti-terorisme
menjadi kurikulum sekolah. “itu materi untuk cari muka dan dolar,”
tandasnya. [Ahmed Widad/voa-islam.com]