News Update :

Wanita – wanita yang Haram di Nikahi

22 Desember 2011 23.44


Di syaratkan pada wanita yang ingin di nikahi seseorang itu bahwa ia bukan wanita yang diharamkan terhadap laki-laki itu.

· Wanita-wanita yang di haramkan itu ada dua macam:

1. Yang diharamkan selama-lamanya, dan mereka ini ada tiga golongan:
  • Yang diharamkan dengan sebab nasab, yaitu: ibu dan ibu dan seterusnya ke atas, puteri dan seterusnya ke bawah, saudari, saudari ibu, saudari bapak, puteri saudara dan puteri saudari.
  • Yang di haramkan dengan sebab susuan, dimana haram dari sebab susuan apa yang haram dari sebab nasab, dan setiap wanita yang haram dari sebab nasab maka haram wanita serupa itu dari sebab susuan kecuali ibu saudaranya dan saudari puteranya dari susuan maka ia tidak haram.
  • Yang di haramkan dengan sebab mushaharah (hubung pernikahan) yaitu: ibu isteri (mertua), anak isteri dari pria lain (anak tiri) bila si suami sudah menggauli ibu anak itu, isteri bapak (ibu tiri) dan menantu (isteri anak) jadi yang diharamkan dengan sebab nasab adalah tujuh, dan yang diharamkan dengan sebab susuan tujuh juga seperti mereka. Serta yang diharamkan dengan sebab mushaharah adalah empat. Alllah subhanahu wa ta’ala berfirman:
    “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nisa: 23)
  • Sebab-sebab pengharaman yang selamanya adalah: nasab, susuan, dan mushaharah.
  • Batasan baku bagi wanita-wanita yang diharamkan dari sebab nasab: semuja kerabat seorang pria dari nasab adalah haram atasnya kecuali saudari-saudari sepupunya (yaitu) puteri saudara bapak, puteri saudari bapak, puteri saudari ibu dan puteri saudara ibunya. Maka yang empat macam ini halal baginya.

2. Wanita-wanita yang diharamkan sampai waktu tertentu, yaitu:
  • Haram memadu antara dua saudari dan antara wanita dengan ‘ammah (saudari bapaknya) atau dengan khallaah (saudari ibu) dari nasab ataupun susuan. Dan bila dia (wanita) itu mati atau dicerai maka yang lainnya halal.
  • Mu’tadah (wanita yang sedang menjalani ‘iddah) sampai keluar dari ‘iddah.
  • Wanita yang dicerainya dengan thalaq tiga sampai menikah dengan pria lain.
  • Wanita yang sedang ihram sampai tahallul.
  • Muslimah adalah haram atas orang kafir sampai dia masuk Islam.
  • Wanita kafir non ahli kitab haram atas orang muslim sampai dia masuk islam.
  • Isteri orang atau sedang ‘iddah dari thalaq orang itu kecuali budak.
  • Wanita yang berzina haram atas pria yang berzina dengannya dan atas pria lain sampai ia bertobat dan habis masa ‘iddahnya.
· Bila budak menikah tanpa izin tuannya maka dia itu berzina, yang wajib dipisahkan di antara keduanya dan di tegakkan had terhadapnya.

· Haram atas pria menikahi puterinya dari hasil zina dan haram tas ibu menikah dengan puteranya dari hasil zina.

· Budak tidak boleh menikahi wanita yang jadi tuannya dan tuan tidak boleh menikahi budak wanitanya karena dia memiliki budak wanita itu dengan milkul yamien (akad perbudakan). Wanita yang haram di gauli dengan akad maka haram di gauli dengan akad perbudakan (milkul yamin), kecuali budak ahli kitab. Maka haram dinikahi dan boleh di gauli dengan milkul yamin[1]. Dan tidak boleh menggauli didalam syari’at ini menggauli wanita kecuali dengan nikah atau milkul yamin.

· Ummul walad adalah budak yang hamil dari tuannya dan melahirkan baginya, boleh menggaulinya, mempekerjakannya dan menyewakannya sebagaimana halnya budak, namun tidak boleh menjualnya, menghibahkannya dan mewaqafkannya seperti wanita merdeka dan ia ‘iddah dengan satu kali haidl yang dengannya mengetahui kekosongan rahimnya.

· Bila seorang wanita atau walinya mensyaratkan untuk tidak di madu atau tidak dikeluarkan dari rumahnya atau dari negerinya atau tambahan dalam maharnya dan hal serupa itu yang tidak bertentangan dengan akad maka syarat itu sah, kemudian bila suami menyelisihnya maka si isteri berhak fasakh.

· Bila isteri mafqud (suami yang hilang) menikah, kemudian datang suami yang pertama sebelum suami yang kedua menggaulinya maka dia itu milik yang pertama, dan bila datang setelah di gauli maka dia boleh mengambilnya sebagai isteri dengan akad awal tanpa perlu thalaq suami yang kedua dan dia boleh menggaulinya setelah si isteri menyelesaikan ‘iddahnya dan dia boleh merelakan si isteri untuk suami yang kedua dan dia mengambil dari yang kedua kadar mahar yang sudah dia berikan kepada si isteri.

· Bila suami seorang perempuan tidak shalat[2] maka dia tidak hala tetap bersama laki-laki itu dan haram atasnya menggaulinya, karena meninggalkan shalat adalah kekafiran, sedangkan tidak ada penguasaan bagi orang kafir atas muslimah. Bila si isteri meninggalkan shalat maka wajib meninggalkan (firaq) dia bila dia tidak tobat kepada allah ta’ala karena dia itu kafir.

· Bila suami isteri tidak shalat kedua-duanya sejak akad nikah maka akadnya sah[3], adapun bila isteri shalat saat sejak akad sedang suami tidak shalat atau isteri tidak shalat sedangkan suami shalat terus keduanya menikah kemudian keduanya mendapat hidayah maka yang wajib adalah memperbaharui akad nikah karena salah satunya saat akad adalah kafir.

· Menikahi wanita di masa ‘iddah saudarinya bila thalaqnya adalah thalaq raj’iy maka pernikahan itu adalah batal dan bila ‘iddah itu dari thalaq ba’in maka pernikahan itu haram.

Syarat – syarat Yang Rusak Di Dalam Nikah

· Syarat-syarat yang nikah ada dua macam :
Pertama: syarat-syarat yang rusak yang membatalkan akad di antaranya:
  • Nikah Syighar: yaitu seorang pria menikahkan puterinya atau saudarinya atau wanita yang perwalian terhadapnya ada padanya dengan syarat si pria lain itu menikahkan dia kepada puterinya atau saudarinya atau lainnya. Pernikahan ini adalah rusak baik disebut mahar di dalamnya maupun tidak.
    Bila pernikahan semacam ini terjadi maka masing-masing harus memperbaharui akad tanpa syarat yang lain itu, dan akad berlangsung dengan mahar baru, akad baru, wali dan dua saksi laki-laki yang adil. Dan untuk wanita yang satunya lagi juga seperti itu dan tanpa butuh kepada thalaq. Dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma: “bahwa rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam melarang dari syighar” (Muttafaq ‘alaih)[4]
  • Nikah Muhaillil: yaitu seorang pria menikah wanita yang di thalaq tiga dengan syarat bahwa bila dia sudah menghalalkan wanita itu bagi suami yang pertama maka dia menthalaqnya atau niat menghalalkan dengan hatinya atau keduanya sepakat terhadapnya sebelum akad. Pernikahan ini adalah rusak dan haram, dan barangsiapa melakukannya maka dia terla’nat berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Allah mela’nat orang yang menghalalkan dan orang yang dihalalkan baginya” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)[5].
  • Nikah mut’ah: yaitu seorang pria menjalin akad terhadap wanita (untuk) sehari atau sepekan atau sebulan atau setahun atau kurang dari itu atau lebih dan dia membayar mahar baginya kemudian bila mas waktu sudah habis maka dia meninggalkanya.
Pernikahan ini adalah rusak lagi tidak boleh karena membahayakan dan menjadikannya barang dagangan yang berpindah-pindah dari satu tangan ke tangan yang lain dan membahayakan anak-anak juga di mana mereka tidak mendapatkan rumah yang di dalamnya mereka menetap dan di didik, jadi pernikahan ini adalah pemuasan syahwat bukan keturunan dan pembinaan dan ia pernah dihalalkan di awal Islam untuk tenggan waktu tertentu kemudian ia diharamkan selama-lamanya.

Dari Sabrah Aljuhaniy radliyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam berkata “Wahai manusia sesungguhnya aku pernah mengizinkan untuk kalian dalam menikah mut’ah wanita, dan sesungguhnya allah telah mengaharamkan itu sampai hari kiamat, maka barangsiapa ada padanya seseorang yang menikah itu maka hendaklah dia melepasnya dan janganlah kalian mengambil sedikitpun dari apa yang telah kalian berikan kepada mereka” (HR. Muslim)[6].

· Barangsiapa memiliki empat isteri kemudian dia melakukan akad terhadap yang kelima maka akad terhadapnya adalah rusak, dan pernikahannya bathil yang wajib dihentikan.

· Haram menikahkan muslimah dengan non muslim[7], baik si pria itu dari ahli kitab maupun yang lainnya, karena muslimah itu lebih tinggi darinya dengan tauhidnya dan imannya. Jika pernikahan ini terjadi maka dia rusak dan haram dan wajib dihentikan karena tidak ada kekuaasan orang kafir terhadap muslim atau muslimah.
Allah ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (QS. Al Baqarah: 221)

Kedua: Syarat-syarat yang rusak yang tidak membatalkan akad nikah, diantaranya:
  1. Bila suami di akad nikah mensyaratkan pengguguran suatu dari hak – hak wanita seperti ia mensyaratkan tidak ada mahar bagi si isteri atau si isteri atau tidak ada nafkah baginya atau memberi jatah giliran baginya lebih sedikit atau lebih banyak dari isteri lain atau si isteri mensyaratkan suami mencerai isteri tuannya maka nikahnya sah dan syaratnya batal.
  2. Bila suami mensyaratkan isterinya itu muslimah kemudian ternyata kitabiyah (Nasrani atau Yahudi) atau dia mensyaratkannya perawan kemudian ternyata janda atau mensyaratkan tidak ada aib yang nikah tidak di fasakh dengannya seperti buta, bisu dan yang serupa itu kemudian ternyata nampak kebalikan itu maka nikah sah dan dia berhak untuk fasakh (membatalkan) bila dia mau.
  3. Bila pria menikah seorang wanita atas anggapan bahwa ia wanita merdeka kemudian dia itu budak maka dia berhak memilih (antara melanjutkan dan membatalkan) bila wanita itu termasuk yang halal baginya. Dan bila seorang wanita dengan pria merdeka kemudian ternyata dia itu budak maka dia berhak memilih antara melanjutkan dan membatalkan.

Cacat – cacat Dalam Pernikahan

· Cacat-cacat dalam pernikahan ada dua macam:
  1. Cacat-cacat yang menghalangi jima’, di mana pada pria : dzakarnya terputus, terputus kedua testisnya dan impotent. Sedangkan pada wanita: rataq (tersumbuat lubang vagina dengan daging), qarn (vagina tersumbat tulang yang menyerupai tanduk) dan a’fal (........................).
  2. Cacat-cacat yang tidak menghalangi senggama namun ia membuat orang menjauh atau ia tidak menular pada laki-laki atau wanita sepeti penyakit shapak, gila, kusta, basur (wasir) nasur (luka yang tidak bisa seembuh), luka yang berair di dalam kemaluan dan yang serupa itu.
· Wanita yang mendapatkan suaminya terputus dzakarnya atau tersisa baginya bagian dzakar yang tidak bisa menjima’ dengannya maka dia berhak untuk fasakh. Dan bila dia sudah mengetahui dan ridla dengannya sebelum akad atau ridla dengannya setelah dukhul (bermesraan dengan khalwat) maka gugur haknya dalam fasakh.

· Setiap cacat yang membuat pasangan seseorang menjauh darinya seperti penyakit sopak, bisu, cacat-cacat di kemaluan, luka-luka yang berair, gila, kusta, kencing terus di luar kontrol, di kebiri, TBC, bau mulut terus menerus, bau badan yang menyengat dan yang semacam itu maka masing – masing dari suami isteri memiliki hak fasakh bila dia mau dan barang siapa dia ridla dengan hal itu dan dia melakukan akad nikah maka dia tidak memiliki khyar (pilihan untuk fasakh ) dan bila cacat itu terjadi setelah akad maka pasangannya memiliki hak khiyar.

· Bila fasakh terjadi karena sebab salah satu dari cacat-cacat yang lalu dan yang serupoa dengannya maka bila fasakh ini terjadi sebelum dukhul (hubungan badan) maka tidak ada mahar bagi si wanita, dan bila fasakh ini stelah dukhul maka dia berhak mendapatkan mahar yang sudah disebutkan di saat akad dan si suami meminta ganti dari orang yang mengecohnya dan tidak sah pernikahan khuntsa musykil (waria) yang belum jelas apa dia laki-laki atau wanita sebelum ada kejelasan statusnya.

· Bila ternyata si suami mandul maka isteri punya hak khiyar karena wanita punya hak dalam anak. Impotent yaitu orang yang tidak mampu menjimai. Wanita yang mendapatkan suaminya impotent maka si suami diberi tangguh satu tahun dari sejak pengaduannya, bila dalam waktu ini dia bisa menjimai (maka pernikahan diteruskan). Dan bila tidak bisa maka si wanita memiliki hak fasakh, namun bila dia rela punya suami yang impoten sebelum dukhul atau sesudahnya maka gugur hak khiyarnya.

Note:
[1] Budak non ahli kitab juga tidak boleh dinikahi tapi halal di gauli. Pemberian contoh di sini perlu di tinjau ulang! Wallahu a’lam (pent).
[2] Begitu juga walau dia shalat tapi menjadi kafir dengan sebab menjadi anggota parlemen demokrasi, hakim, jaksa, tentara, polisi, intelejen dan anshar hukum thaghut lainnya (pent).
[3] Karena keduanya kafir, sedangkan pernikahan sesama orang kafir adalah sah (pent).
[4] Muttafaq ‘alaih / Al Bukhari (5112) dan ini teksnya, dan Muslim (1415).
[5] Shahih / Abu Dawud (2076) dan ini teks nya, shahih sunan Abi Dawud (1827) dan (1119), shahih sunan At Tirmidzi (894).
[6] Muslim (1406)
[7] Non muslim disini mencakup kafir asli dan kafir murtad, baik orang yang murtad yang mengaku agama non islam dan maupun yang masih mengaku islam tapi dalam pandangan syar’i dia itu sudah murtad (pent).
 

© Copyright Indahnya Islam 2010 - 2016 | Powered by Blogger.com.