News Update :

BEGITU BESAR TANGGUNG JAWAB BAPAK TERHADAP ANAK-ANAKNYA DARI AL-KITAB DAN AS-SUNNAH

19 Desember 2011 07.52


Allah Subhanahu wa Ta'la berfirman seraya meng-khithabi hamba-hamba-Nya yang beriman,

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrim:6)

Qatadah berkata: (Engkau menyuruh mereka untuk taat kepada Allah dan melarang mereka dari maksiat kepada Allah, engkau mengayomi mereka dengan perintah Allah dan memerintahkan mereka dengannya serta membantu mereka atasnya. Bila engkau melihat kemaksiatan terhadap Allah, maka engkau menyingkirkan mereka darinya serta menghardik mereka darinya.)

Ibnul Qayyim Rahimahumullah dalam kitabnya Tuhfatul Maulud menukil ucapan sebagian ahlul ilmi: (Sesungguhnya Allah Subhanahu bertanya kepada si ayah tentang anaknya di hari kiamat sebelum Dia bertanya kepada si anak tentang orang tuanya. Sesungguhnya sebagaimana si ayah memiliki hak atas anaknya, maka si anak juga memiliki hak atas ayahnya. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'la berfirman,

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat bak kepada dua orang ibu bapaknya.” (QS. at-Ahqaf:15)

Maka Dia Subhanahu wa Ta'la juga berfirman,
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”

Wasiat Allah terhadap para bapak agar baik terhadap anak-anaknya adalah lebih dahulu daripada wasiat-Nya terhadap para anak agar berbuat baik terhadap bapak-bapak mereka. Dia Subhanahu wa Ta'la berfirman,

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.” (QS. al-Isra’:31)

Dan Allah ‘Azza wa Jalla menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya bahwa kerugian sebenarnya yang terbesar bukanlah kerugian dari kerugian-kerugian yang dialami Bani Adam di dunia ini berupa perniagaan atau harta benda.. dan juga bukan kerugian ijazah-ijazah serta pekerjaan-pekerjaan dinas atau hal lain yang selalu menjadi bahan perhatian dan pemikian manusia.. akan tetapi kerugian yang nyata lagi sebenarnya hanyalah kerugian jiwa dan keluarga dengan tafrith pada hak Allah atas dirinya dan atas anak-anaknya berupa taat kepada-Nya, mentauhidkan-Nya, istiqamah di atas ajaran-Nya, mempelajari dien-Nya, mendidik keluarganya dan mentadibnya dengan etika-etika Islamiyyah yang terpuji serta membimbing mereka atas ketaatan juga menjauhkan mereka dari maksiat dan kemunkaran... Dia Subhanahu wa Ta'la berfirman,

“Dan sesungguhnya orang-orang yang beriman berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada hari kiamat. Ingatlah sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu berada dalam adzab yang kekal. Dan mereka sekali-kali tidak memiliki pelindung-pelindung yang dapat menolong mereka selain Allah. Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidaklah ada baginya sesuatu jalan pun (untuk mendapat petunjuk). Penuhilah seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya. Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) dapat mengingkari (dosa-dosamu).” (QS. asy-Syura:45-47)

Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'la ,

“Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat.” Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah mereka pun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan adzab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku, hai hamba-hamba-Ku.” (QS. az-Zumar:15-16)

Dan kerugian ini engkau bisa melihatnya pada mayoritas mereka di dunia ini, dimana sebagian mereka melaknat sebagian yang lain sebagai bentuk durhaka dan pemutusan silaturrahim. Ibnul Qayyim Rahimahumullah berkata: (Siapa yang menelantarkan anaknya dan apa yang bermanfaat baginya serta membiarkannya begitu saja, maka dia telah berbuat buruk kepadanya dengan sebenar-benarnya. Dan mayoritas anak hanyalah menjadi rusak dengan sebab bapak-bapaknya, dan penelantaran yang dilakukan terhadapnya, serta tidak mengajari mereka kewajiban-kewajiban dan sunnah-sunnah diennya. Mereka menyia-nyiakannya di saat kecil sehingga tidak bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan tidak bermanfaat bagi orang tuanya di saat dewasa, sebagaimana sebagian mereka mencela anaknya karena durhaka, maka si anak berkata: Wahai ayah, sesungguhnya engkau telah durhaka kepadaku saat aku kecil, maka aku durhaka kepadamu di saat aku dewasa, engkau telah menyia-nyiakanku di saat aku kecil, maka aku sia-siakanmu di masa tua.) Dari Tuhfatul Wadud.

Ada seorang Arab Badui mencela anak-anaknya...

Sesungguhnya anak-anakku semuanya seperti anjing
Yang paling berbakti adalah yang paling pertama mencaciku
Ooh.. andaikan aku mati tanpa meninggalkan keturunan
Atau seandainya aku ini mandul saja dahulu...


Penyia-nyiaan ini dan kerugian itu sangatlah jelas di hari kiamat, hari dimana seseorang lari dari saudaranya, ibunya, ayahnya, isterinya, dan anak-anaknya, hari dimana mereka cerai-berai sehingga tidak bertemu selama-lamanya, baik karena keluarga mereka telah pergi ke surga, sedangkan mereka telah pergi ke neraka, atau sesungguhnya mereka itu seluruhnya masuk neraka—wal ‘iyadzu billah—sehingga tidak ada pertemuan dan kebahagiaan.

Berbeda dengan orang-orang mukmin yang menghabiskan umur mereka dengan taat kepada Rabbnya dan mencari keridhaan-Nya pada diri mereka, anak keturunannya, dan keluarga-keluarganya. Mereka membimbing anak-isterinya dengan tarbiyyah shalihah dan menanamkan kalimatut-taqwa pada diri mereka. Sesungguhnya mereka itu akan mendapatkan manfaat pada diri anak-isterinya di dunia ini dengan sikap baktinya dan kepatuhannya terhadap mereka, dan setelah kematian mereka dengan berupa doa dan amal shalihnya, serta bisa berkumpul dengannya di hari kiamat, dan mereka disertakan dengannya di jannatun-na’im, tidak ada rasa takut atas mereka dan mereka tidak bersedih hati. Allah Subhanahu wa Ta'la berfirman,

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis apa yang mereka ingini. Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaidah dan tiada pula perbuatan dosa. Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan. Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling tanya-menanyai. Mereka berkata: “Sesungguhnya kami dahulu sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan siksa).” Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari adzab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dia-lah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang.” (QS. ath-Thur:21-28)

Ibnu Katsir berkata tentang ayat-ayat ini: (Dia Ta’ala mengabarkan tentang karunia, pemberian, imunan, kelembutan, dan ihsan-Nya terhadap makhluk-makhluk-Nya, bahwa kaum mukminin bila anak-cucu mengikuti mereka dalam keimanan, Dia hubungkan mereka dengan bapak-bapaknya dalam kedudukan meskipun mereka tidak mencapai amalannya, supaya para bapak dan anak merasa senang dengan mereka di tempat-tempatnya, Allah kumpulkan mereka dengan wajah-wajah terbaik. Orang yang kurang amalannya diangkat dengan yang sempurna amalannya, dan itu tidak mengurangi sedikitpun dari amalan dan kedudukannya, dikarenakan sama antara dia dengan itu, oleh karena itu Dia berfirman:

“Dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.”

Oleh sebab itu, sesungguhnya orang-orang yang berakal lagi paham, mereka menangani tarbiyah anak-anak dan keturunannya dengan perhatian yang sangat serius, dan mereka lebih mengutamakan hal itu atas banyak hal.

Coba silakan para Nabi shalawatullah wa salamuhu ‘alaihim, sedangkan mereka itu adalah manusia yang paling mengerti dan bijak, bagaimana mereka sangat memperhatikan keadaan anak-anaknya, dan mewasiatkan mereka agar taat kepada Allah ‘Azza wa Jalla, mentauhidkan-Nya, serta berpegang teguh pada dien-Nya yang haqq, Dia Ta’ala berfirman,

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan-ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. al-Baqarah:132)

Dan lihatlah Nuh Alaihissalam, bagaimana beliau sangat berupaya agar anaknya mendapatkan hidayah, dan beliau berusaha keras untuk menyelamatkannya dari kekafiran dan kesesatan, beliau termasuk hingga akhir kesempatan yang sangat menentukan—dan beliau berada di atas perahu dan air mengguyur dan meluap dari langit dan bumi—tidak berhenti dari menasehati anaknya dan mendakwahinya pada jalan kaum mukminin. Beliau tidak putus asa dari hidayah buatnya padahal anaknya itu mu’anid dan mustakbir, Dia Ta’ala berfirman:

“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya, maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud:42-43)

ini juga, khalilur Rahman, Ibrahim Alaihissalam, berdoa, dan beliau tidak lupa menyertakan anak-cucunya dalam doanya. Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkannya buat kita dan mengajarkan kepada kita doanya. Dia berfirman:

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak-cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim:35)

Dan berkata:

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak-cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim:40)

Dan dia juga berdoa bersama puteranya, Ismail, seraya berkata:

“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak-cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah:123)

Dan Allah ‘Azza wa Jalla memuji Nabi-Nya, Ismail, dengan hal itu. Dia berfirman:

“Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (QS. Maryam:55)

Dan inilah Nabiyullah Luth Alaihissalam juga berdoa, dia berkata:

“Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dan keluargaku dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan.” (QS. asy-Syu’ara:169)

Maka Allah ‘Azza wa Jalla mengabulkan doanya. Dia berkata:

“Lalu Kami selamatkan ia beserta keluarganya semua, kecuali seorang perempuan tua (isterinya) yang termasuk golongan yang tinggal. Kemudian Kami binasakah yang lain.” (QS. asy-Syu’ara:170-172)

Dan ini Luqman yang telah Allah karuniakan ilmu dan hikmah, menasehati puteranya dan mengajarkan Islam, tauhid, akhlaq, dan budi pekerti yang terpuji, beliau membimbingnya pada sumber-sumber kebaikan dan sikap bakti... beliau panjang lebar (dalam menasehatinya) sehingga nama beliau menjadi salah satu nama surat al-Quran...

‘Ibadur Rahman.. mereka orang-orang yang Allah Ta’ala sebutkan dalam kitab-Nya dan Dia sanjung mereka dengan amalan-amalan shalih mereka dan sifat-sifat-Nya yang terpuji, serta Dia janjikan surga bagi mereka dengan firman-Nya:

“Mereka itulah yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. al-Furqan:75-76)

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan kita bahwa di antara doa merka di dunia:

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. al-Furqan:74)

Inilah Khatamul Anbiya wal Mursalin Shalallah alaihi wassalam manusia yang paling sempurna diennya, paling baik akalnya, dan paling akhlaknya, sungguh Allah Subhanahu wa Ta'la telah memerintahkannya, Dia berfirman:

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha:132)

Beliau mewasiatkan kita (baik-baik) terhadap anak dalam banyak hadits-haditsnya dan beliau memperbesar tanggung jawab para bapak terhadap anak-anaknya di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla. Di antaranya apa yang diriwayatkan al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya dari Ibnu Umar Radiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallah alaihi wassalam bersabda:

كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته، فالإمام راع وهو مسؤول عن رعيته والرجل راع في أهله وهو مسؤول عن رعيته والمرأة راعيه في بيت زوجها وهي مسؤولة عن رعيته.

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kita (kalian?) akan ditanya tentang kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin dan ia akan ditanya tetnag rakyatnya, dan laki-laki adalah pemimpin di keluarganya dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia akan ditanya tentang pemimpinannya.”

Dan di antaranya juga apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ma’qil Ibnu Yasar, bahwa beliau Shalallah alaihi wassalam bersabda:

“Siapapun hambanya yang Allah percayakan memimpin rakyat, terus dia tidak berupaya sungguh menasehatinya, maka dia tidak mendapatkan wangi surga.”

Lihatnya beliau Shalallah alaihi wassalam , dan perhatikanlah kesungguhannya terhadap anak-anak kecil dan anak-cucu serta perhatiannya untuk mengajari dan melatih mereka. Perhatikanlah tuntunan beliau bersama mereka, tentulah engkau mendapatkannya sebagai tuntunan terbaik dan paling sempurna... beliau sang pengajar dan sang pendidik yang telah mempersiapkan generasi sahabat sebagai generasi terbaik... itulah generasi lewat tangan-tangan mereka Allah membukakan dunia timur dan barat, serta dengan karunia iman dan jihad mereka. Dia Subhanahu wa Ta'ala mengangkat tinggi panji tauhid dengan setinggi-tingginya sehingga mereka menguasai dunia...

Mereka itu laksana gunung di atas gunung dan bisa saja
Mereka itu berjalan sebagai laut di atas ombak laut

Beliau Shalallah alaihi wassalam memerintahkan untuk mengajarkan shalat kepada anak-anak kecil di usia tujuh tahun, dan mewasiatkan agar memukul mereka untuk shalat di usia sepuluh tahun [1]. Dan bahkan karena sangat perhatiannya terhadap mereka serta keseriusan beliau terhadap tarbiyah mereka, sesungguhnya beliau membawa mereka bersamanya dan menuntun mereka ke masjid[2] serta mendudukkannya di samping beliau[3] atau membawa mereka sedangkan[4] beliau khutbah di atas mimbar... dan dalam hal itu beliau tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, sampai-sampai beliau shalat seraya menggendong Umamah bintu Zainab di atas pundaknya[5], dan beliau dan beliau memanjangkan shalat karena mereka, sebagaimana beliau lakukan tatkala ditunggangi Hasan atau Husain di dalam shalat[6] dan beliau memendekkannya karena mereka juga, sebagaimana beliau lakukan bila mendengar tangisan bayi bersama ibunya dalam shalat..[7][8]. Beliau Shalallah alaihi wassalam menziarahi mereka, memberi mereka kun-yah (sebutan), mencandai mereka, bermain-main[9] dengan mereka, mengucapkan salam terhadap mereka di jalanan[10], membonceng mereka di belakangnya[11] dan makan bersama mereka[12].

bahkan telah tsabit darinya Shalallah alaihi wassalam bahwa beliau mengakhirkan ifadlah (pulang) dari Arafah karena Usamah yang beliau tunggu, dan beliau tidak meninggalkan Arafah sehingga Usamah datang padahal saat itu masih kanak-kanak

Dan wasiat Nabi Shalallah alaihi wassalam kepada Ibnu ‘Abbas sedangkan dia masih kecil adalah sangat masyhur, terkenal[13], lagi penuh dengan makna-makna tawakkal, yaqin, ta’dhim Allah ‘Azza wa Jalla, isti’anah terhadap-Nya saja, dan hal-hal lainnya yang diperlukan banyak orang-orang dewasa dan para bapak, bagaimana gerangan seandainya para anak dididik di atas nilai-nilai ini semenjak dini... Dan tidak ragu bahwa perkataan yang sangat besar dari Nabi Shalallah alaihi wassalam terhadap anak-anak kecil dan bimbingannya terhadap mereka dengan tarbiyah ini serta arahan-arahannya yang telah mencetak generasi itu... dan tidaklah apa yang kami turunkan dalam lembaran ini melainkan secuil dari gundukan besar perhatian beliau Shalallah alaihi wassalam terhadap anak keturunan, seandainya kami telurusi hal itu tentulah bahasannya panjang. Sungguh beliau Shalallah alaihi wassalam adalah murabbi yang penyayang, mulia, lagi tajam pandangannya... Maha Benar Allah saat mengatakan tentang beliau:

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. at-Taubah:123)

Dan dari itu semua nampak bagi kita begitu besarnya tanggung jawab ayah atas anak-anaknya, engkau juga mengetahui besar dan beratnya amanah ini, dan nampak bagimu juga bahaya yang dahsyat dan kesalahan yang besar yang jatuh di dalamnya bnyak para bapak yang muslim pada zaman ini yang sedikit kebaikannya dan besar keburukannya, serta berbagai macam fitnah yang menerjang dengan sebab mereka melalaikan tarbiyah anak-anaknya dan taqshir mereka terhadapnya serta pencampakan anak-anaknya di kemunkaran-kemunkaran sekolahan dan lumpur-lumpurnya tanpa peduli atau perhatian, dan juga mereka mengabaikan tanggung jawab besar yang Allah berbankan kepada mereka, meremehkan, dan menyepelekan racun-racun, kebejatan, kemunkaran, dan kemaksiatan yang terkandung di sekolahan-sekolahan ini. Dan yang sangat mengherankan, sesungguhnya engkau dengan hal ini semua mendapatkan mayoritas para bapak itu mendengung-dengungkan mendakwahi manusia untuk menjauhi thawaghit dan bara dari mareka, sedangkan mereka itu telah menyerahkan anak-anak mereka dan buah hati belahan jiwanya kepada thaghut, dia mendidik mereka untuk loyal kepadanya dan mengarahkannya sekehendak dia!! Dan di antara para bapak itu ada yang mendengung-dengungkan dakwah pada jihad dan pada meninggikan kalimatuddien serta terhadap upaya dalam rangka menegakkan daulatul Islam.. sedangkan mereka itu hingga sekarang tidak mampu menegakkannya di rumah-rumah mereka dan di tengah anak-anaknya.. dan mereka sampai detik ini tidak mampu bara’ dengan bara’ yang sebenarnya dari jahiliyyah masyarakat-masyarakat ini, dari najisnya dan kotorannya. Dan mereka tidak mampu menjauhi kerusakannya dengan diri mereka sendiri dan anak-anaknya, bahkan mereka masih bergumul dengan lembaga-lembaganya yang batil lagi terus bersemangat untuk tidak meninggalkan dan menjauhinya.. sedangkan di dalam hadits shahih, Nabi Shalallah alaihi wassalam bersabda:

المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمهاجر من هجر ما نهى الله عنه

“Orang muslim itu adalah orang yang mana kaum muslimin selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya, sedangkan muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang telah Allah larang.” (HR. al-Bukhariy dan lainnya)

والمجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله والمهاجر من هجر الخطايا والذنوب

“Mujahid adalah orang yang menjihadi dirinya dalam tha’atilah, dan muhajir adalah orang yang meninggalkan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa.”[14]

Bila saja mereka tidak bisa menjihadi diri mereka dan anak-anaknya serta mereka tidak bisa merealisasikan hijrah pertama yang wajib atas setiap muslim di setiap zaman dan tempat.. maka mana mungkin mereka bisa menjihadi kuffar dan para thaghut.. dan mana mungkin mereka bisa tahan akan kilatan pedang dan percikan darah atau dentuman meriam serta desingan peluru.

Ibnul Qayyim Rahimahumullah berkata: (Dan bila si hamba tidak menjihadi dirinya sendiri terlebih dahulu supaya ia melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang serta memeranginya di jalan Allah, maka tidak mungkinlah menjihadi musuhnya di luar, kemudian bagaimana dia bisa menjihadi musuhnya dan menagih perhitungan darinya, sedangkan musuh yang ada di hadapannya menguasai dia, mengendalikannya, tidak dia jihadi, dan tidak dia perangi karena Allah.) Dari Zaadul Ma’ad.

Dan beliau Rahimahumullah berkata juga dalam kitab yang sama: (Dan jihad itu tidak tegak kecuali dengan hijrah, dan tidak ada hijrah dan jihad kecuali dengan iman, sedangkan orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah adalah orang-orang yang menegakkan tiga hal ini. Dia Ta’ala berkata:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah:218)

Dan sebagaimana iman itu fardhu atas setiap orang, maka difardhukan atasnya dua hijrah dalam setiap waktu:

Hijrah kepada Allah dengan tauhid, ikhlas, taubat, tawakkal, takut, mengharap, dan rasa cinta.
Hijrah kepada Rasulullah Shalalallah alaihi wasalam dengan mutaba’ah, tunduk terhadap perintahnya, membenarkan khabarnya, dan mendahulukan perintah dan khabarnya atas setiap perintah yang selainnya. “Siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan siapa yang hijrahnya kepada dunia yang dia dapatkan atau kepada wanita yang dia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya.”

Dan difardhukan atasnya untuk menjihadi dirinya fi tha’atillah dan (juga) menjihadi syaithannya, semua ini adalah fardhu ‘ain yang tidak bisa digantikan orang lain...) Zaadul Ma’ad.

Dan Ibnul Qayyim meringkas hal itu dalam Nuuniyyahnya:

Dan jadikan bagi hatimu dua hijrah dan jangan tidur
Keduanya fardhu atas setiap orang
Hijrah pertama adalah kepada Ar-Rahman
Dengan ikhlas di waktu tersembunyi dan terang

Hingga ucapan beliau:

Dan hijrah yang lain adalah kepada yang diutus
Dengan kebenaran yang nyata nan terang

Sedangkan para du’at yang telah kami sebutkan itu mengklaim—padahal mereka itu menyimpang dari itu dan taqshir dalam hijrah ilallah wa Rasulihi dengan penyorotan mereka dan ketergantungannya terhadap sekolah-sekolah yang batil ini beserta lembaga-lembaga rusak yang disebarkan dan didirikan oleh pemerintah-pemerintah kafir—, mereka mengklaim bahwa mereka itu berada di atas manhaj salaf dan metode para sahabat berupa meninggalkan kebatilan dan kemunkaran-kemunkarannya serta menjauhinya dengan sejauh-jauhnya, dan bahwa seseorang di antara mereka saat masuk Islam adalah dilahirkan dengan kelahiran yang baru dan kelahiran aqidah dan manhaj, bukan kelahiran (dari) rahim.. dengannya dia pindah dari jahiliyyah dan kotorannya ke nurul Islam (cahaya Islam)...

Sekelompok lain dari mereka selalu menyebut-nyebut dan menukil apa yang disebutkan Sayyid Quthub Rahimahumullah saat beliau menyebutkan sebab-sebab yang menjadikan dari para sahabat generasi Qur’aniy satu-satunya itu.. (Sungguh, seseorang tatkala masuk Islam dia melepaskan di hadapannya segala masa lalunya di masa jahiliyyah. Pada detik pertama dia masuk Islam, dia merasa bahwa dia memulai babak baru yang terpisah dari kehidupan masa lalu dia di zaman jahiliyyah. Dan dia menyikapi setiap apa yang dia jalani di zaman jahiliyyahnya dahulu dengan sikap orang yang bimbang, ragu, hati-hati, lagi khawatir yang merasa bahwa ini semua adalah kotoran yng tidak pantas bagi Islam.

Kita sekarang berada pada zaman jahiliyyah seperti jahiliyyah yang pernah dilalui Islam atau bahkan lebih gelap, setiap apa yang ada di sekeliling kita adalah jahiliyyah. Pola pikir manusia dan aqidah-aqidahnya, adat-istiadat mereka dan kebiasaan yang diwariskannya, sumber-sumber pergerakan mereka, seni-seninya dan etika-etikanya, hukum-hukum mereka dan undang-undangnya.. hingga banyak hal yang kita duga sebagai tsaqafah Islamiyyah, referensi-referensi Islamiyyah, filsafat Islamiyyah dan tafkir Islamiy.. ia juga adalah buah hasil karya jahiliyyah ini!!

Oleh sebab itu, nilai-nilai Islam tidak tegak di dalam jiwa kita, dan gambaran Islam tidak nampak jelas di dalam akal kita, serta tidak tumbuh di tengah-tengah kita generasi yang besar dari manusia dari model generasi yang telah diciptakan Islam di awal kemunculannya.

jadi dalam manhaj harakah Islamiyyah ini kita harus mengosongkan diri di tenggang waktu pengasuhan dan pembentukan dari setiap pengaruh-pengaruh jahiliyyah yang mana kita hidup di dalamnya dan bersandar darinya. Mesti pada awal mula kita kembali kepada sumber yang murni yang mana para generasi (pilihan) itu telah merujuk kepadanya, yaitu sumber yang dijamin bahwa ia belum bercampur dan belum terkontaminasi apapun...)

(Sesungguhnya langkah pertama di jalan kita ini adalah kita meninggikan ego kita di hadapan masyarakat jahiliyyah ini, nilai-nilainya dan pola pikirnya, serta kita tidak boleh sedikit atau banyak membengkok nilai-nilai dan pola pikir kita supaya kita bisa bertemu bersamanya di tengah jalan, sungguh sekali-kali tidak boleh; sesungguhnya kita dan dia berada di atas jalan yang berbeda. Dan tatkala kita mengiringinya pada satu langkah saja, maka sesungguhnya kita kehilangan manhaj seluruhnya dan kehilangan jalan!) Dari al-Ma’alim.

Mayoritas para du’at yang engkau lihat sekarang mengetahui benar ini semuanya, mereka mengulang-ulangnya, dan mengkajinya, bahkan mereka menghapalnya.. akan tetapi, saat berbicara tentang perealisasiannya dan prakteknya pada realita amaliy di tengah masyarakat-masyarakat ini.. engkau melihat beraneka ragam kontradiksi dan pertentangan.. dan nampaklah hakekat sebenarnya di hadapanmu.. serta engkau mengetahui benar bahwa kalimat-kalimat yang manis lagi indah ini yang mana ia adalah menunjukkan pada kejelasan akan tashawwurat dan penentuan akan tujuan dan jalan, ia hanyalah tinta di atas kertas dan ma’lumat (pengetahuan) serta kalimat yang tercemar dan terbalik di dalam benak bersama banyak hal lain selain itu.. yang tidak melewati kitab-kitab dan lembarannya.. dan tidak melewati benak dan pemahamannya supaya ia menjadi waqi’ amaliy dan manhaj haqiqiy.

Bahkan sangat disayangkan engkau mendapatkan mayoritas para du’at itu melebur di dalam jahiliyyah yang busuk ini padahal mereka mengetahui akan pemahaman-pemahaman yang baik ini serta sering mengulang-ulangnya. Bahkan sesungguhnya banyak dari mereka telah menjadi wal iyyaadzu billah—baik mereka sadari atau tidak—pilar-pilar dan pondasi-pondasi yang tegak di atasnya banyak dari dinding-dinding masyarakat jahiliyyah ini, dengan bentuk pembelaan mereka akan sebagian sikap pemerintah-pemerintahnya, pujian mereka terhadapnya, dan pembelaan mereka terhadap banyak lembaga-lembaga jahiliyyahnya serta keikutsertaan mereka di dalamnya dengan keikutsertaan yang aktif. Ini semua padahal mereka itu—sebagaimana telah kami uraikan—tidaklah jahil bahkan mengetahui manhaj salaf dan thariqah para sahabat dalam sikap menjauh dari kejahiliyyahan dan kebusukan masyarakat-masyarakat ini.. bagaimanapun jahiliyyah-jahiliyyah ini menghiasi dirinya dengan perhiasannya dan memancarkan kilauannya...

Wahai penjual barang mahal dengan hal murah yang kontan
Seolah kamu tak tahu.. ya pasti kamu kan mengetahui
Bila kamu sok tak tahu, maka itu adalah musibah
Dan bila kamu tahu, maka musibahnya adalah lebih besar


Dan mayoritas mereka lalai atau pura-pura lalai terhadap apa yang diwasiatkan Nabi Shalalallah alaihi wasalam dalam kondisi-kondisi dan zaman-zaman seperti ini tatkala berkata kepada Abdullah: “Bagaimana engkau, wahai Abdullah ibn Amr, bila engkau berada di tengah manusia-manusia hina yang janji-janji serta amanah mereka kacau, dan mereka berselisih sehingga menjadi seperti ini—seraya beliau menyilangkan antara jari-jarinya—?” Dia berkata: Saya berkata: Wahai Rasulullah apa yang engkau perintahkan kepada saya? Beliau berkata: Urusilah keluarga kamu dan tinggalkanlah urusan orang umum. (Dikeluarkan oeh Ibnu Hibban dan yang lainnya, dan hadits ini shahih)

Seandainya setiap muslim pada zaman seperti ini memegang nasihat Nabi Shalalallah alaihi wasalam ini, dia memusatkan dan mementingkan urusan keluarganya, dia menjaga, mendidiknya, dan mengarahkan sebaik-baiknya, tentulah telah ada pada setiap rumah dari rumah-rumah kaum muslimin rijal yang jujur yang dengannya umat ini mengambil manfaat, dan dengan mereka masyarakat-masyarakat ini bisa berubah, serta dengan mereka urusan masyarakat umum menjadi baik, akan tetapi, mayoritas manusia wal iyaadzu billaah telah mencampakkan wasiat nabawiyyah yang mulia ini dan mereka menelantarkan urusan keluarganya dan keturunannya serta mereka mencampakkan mereka di sekolah-sekolah yang busuk, yang memerangi Allah dan Rasul-Nya, mereka membiarkan tarbiyah dan taujihah anak-anak mereka kepada para thaghut dan kurikulum-kurikulumnya yang busuk, dan mereka sibuk dengan urusan yang umum, meninggalkannya keluarga sendiri, bahkan sesungguhnya banyak dari mereka, kita memohon ‘afiyah kepada Allah, tidak merasa cukup dengan menyerahkan anak-anak mereka dan mempercayakan urusan pendidikannya kepada para thaghut dengan cara mengirimkan mereka ke sekolah-sekolah ini, bahkan mereka memasukkan ke rumah-rumah mereka kerusakan yang lebih dahsyat dari kerusakan sekolah-sekolah itu. 

Itulah kerusakan, kehancuran dekadensi, bahkan kekafiran, kezindikan dan ilhad(penyimpangan) yang ditebarkan para thaghut dan auliya’-nya lewat televisi yang dimasukkan oleh orang-orang bodoh itu ke rumah-rumah mereka untuk menyampaikan dan memindahkan kerusakan itu ke dalam hati anak-cucu mereka dan kepada anggota keluarga lainnya, yaitu istri-istri dan para ibu mereka yang mengurung diri di dalam rumah, bahkan sampai-sampai salah seorang dari kalangan yang intisab (menisbatkan diri ) kepada dakwah dan didiennnkan serta dinilai ahli ilmu dan ulama menurut banyak orang bahkan namanya hampir tidak pernah didengar kecuali didahului dengan gelar syaikh, dia menyatakan dengan tanpa rasa malu: (Orang yang tidak memiliki televisi di rumahnya adalah keledai.) dengan dalih tabashur (mengetahui) kondisi-kondisi kaum muslimin dan talbis-talbis setan lainnya. Kita berlindung kepada Allah dari kebutaan hati dan penghapusan bashirah. Kita berlindung kepada Allah dari keburukan zaman yang mana seseorang di dalamnya melihat orang-orang terdekatnya di atas kemunkaran dan kebatilan namun dia tidak melarang darinya dan dia melihat di atas tepi jurang yang rapuh namun dia tidak menyelamatkannya darinya.


Andai mereka melihat dengan hati-hatinya, tentulah mereka bisa melihat
Dan berbeda orang yang buta bashirahnya dengan yang buta penglihatannya

Dan yang sangat mengherankan, sesungguhnya mereka bersama ini mengklaim bahwa mereka itu sangat antusias terhadap dien dan mendakwahkannya dan bahwa mereka itu merana lagi cemas terhadap apa yang dialami awam kaum muslimin dan tidak ragu dan tidak syak lagi bahwa ini adalah termasuk talbis setan yang terbesar terhadap mayoritas du-at masa kini, yaitu kesibukan mereka dengan urusan orang-orang umum dan meninggalkan urusan dengan sanak keluarga yang mana mereka akan ditanya tentangnya sebelum yang lain di hadapan Allah. Semoga Allah merahmati orang-orang yang berkata:

Wahai pembenah manusia, andai saja engkau membenahi rumahmu
Seperti pembawa pakaian manusia untuk dia cuci
Sedangkan pakaian sendiri tenggelam dalam najis dan kotoran
Engkau cari keselamatan sedang engkau tidak meniti jalannya
Sesungguhnya bahtera tak bisa berjalan di tanah kering

Mereka tidak membenahi keluarganya dan mereka tidak berhasil (sukses) bersama umumnya kaum muslimin, bahkan mayoritasnya, kecuali orang yang dirahmati Tuhanmu adalah dakwah-dakwah yang terkontaminasi yang mana para penganutnya mengajak dengan selain tuntunan Nabi Shalallah alahi wassalam, mereka mencontoh dengan selain sunnahnya, mereka mudahanah dan bahkan banyak dari mereka muwala’ah terhadap para penguasa dan memusuhi serta bara’ dari orang-orang yang baik lagi muslim.

Oleh sebab itu, sesungguhnya mayoritas dakwah ini tidak diberkahi oleh Allah ’Azza wa Jalla dan juga para pengikutnya tidak mendapat berkah, justru mayoritas hasil upayanya lenyap begitu saja, tidak menetap dan tidak membekas di bumi ini, bahkan tidak memberikan pengaruh di jiwa banyak para du-atnya. Maha Benar Allah Subhanahu wa Ta'la dengan firman-Nya:
”Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya, adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.” (QS. Ar-Ra’d:17)

Selesai bagian pertama dari kitab Mempersiapkan Para Panglima yang Pawai dengan Meninggalkan Kerusakan Sekolah.

I’daad al-Qaddah al-Fawaaris bi-Hajri Fasaad al-Madaaris

Abu Muhammad ’Ashim al-Maqdisiy

Note:

[1] Hadits perintah anak kecil shalat pada usia tujuh tahun diriwayatkan al-Imam Ahmad dan yang lainnya dengan sanad yang shahih.
[2] Sebagaimana dalam hadits Umamah dalam al-Bukhari dan yang lainnya, dan hadits al-Imam Ahmad, an-Nasa’iy dan yang lainnya, dari Abdullah Ibnu Syaddad dari ayahnya, berkata: (Rasulullah SAW keluar dalam salah satu shalat maghrib atau isya, sedangkan beliau menggendong Hasan atau Husain, maka Rasulullah SAW maju, terus meletakkannya kemudian takbir untuk shalat.)
[3] Sebagaimana dalam hadits Abu Bakrah dalam al-Bukhari : (Saya mendengar Nabi SAW di atas mimbar sedangkan Hasan ada di sampingnya.)
[4] Sebagaimana dalam khabar turunnya beliau SAW dari mimbar menghampiri Hasan dan Husain serta menggendong keduanya dan ucapannya Maha Benar Allah “Harta dan anak-anak kalian ini hanyalah fitnah.” Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad, Abu Dawud, dan yang lainnya.
[5] Shalat beliau SAW sedangkan beliau menggendong Umamah, diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim serta yang lainnya.
[6] Sebagaimana dalam hadits al-Imam Ahmad, an-Nasa-iy, dan yang lainnya dari Abdulah Ibnu Syaddad dari ayahnya, berkata: (Rasulullah SAW keluar kepada kami...) telah lalu dalam ucapan kaki atas.
[7] Hadits Rasulullah SAW memendekkan shalat karena tangisan anak kecil diriwayatkan al-Bukhariy dan yang lainnya.
[8] Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam ath-Thabaqat (4/63) dengan isnad para perawinya tsiqat dari Hisyam Ibnu ‘Urwah dari bapaknya: Bahwa Nabi SAW mengakhirkan ifadhah dari Arafah karena menunggu Usamah, maka datang anak pesek lagi hitam, maka orang-orang Yaman berkata: Kita duduk hanya karena ini! Berkata: Oleh sebab itu kekafiran orang-orang Yaman karena hal ini. Ibnu Sa’ad berkata: Saya berkata kepada Yazid Ibnu Harun: Apa maksud ucapannya, “Kekafiran orang-orang Yaman karena hal ini.”? Beliau berkata: Riddah mereka saat murtad pada zaman Abu Bakar, yaitu penyepelean mereka terhadap perintah Nabi SAW.” Lihat: Siyar A’lam an-Nubala (2/500).
[9] Sebagaimana dalam hadits (Wahai Au ‘Umair, apa yang dilakukan Nughair.) Dalam al-Bukhari dan yang lainnya. Dan begitu hadits Mahmud Ibnu ar-Rabi’ dalam al-Bukhariy juga, berkata: Saya mengingat dari Nabi SAW semburan yang beliau semburkan di wajahku saat saya berumur lima tahun dari ember.” (1=172 dari al-Fath)
[10] Pengucapan salam beliau SAW terhadap anak-anak adalah tsabit dari riwayat Anas darinya dalam al-Bukhariy dan yang lainnya.
[11] Sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Abbas yang akan datang: (Wahai anak, sesungguhnya aku akan ajarkan kepadamu beberapa kalimat) dan dalam hadits ini dijelaskan bahwa beliau berada di belakang Nabi SAW.
[12] Sebagaimana dalam hadits Umar Ibnu Salimah dalam al-Bukhariy, Muslim, dan yang lainnya: (Wahai anak, bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah yang dekatmu.)
[13] Hadits (Wahai anak, sesungguhnya aku akan ajarkan beberapa kalimat kepadamu, jagalah Allah tentu Allah menjagamu...) hadits riwayat Imam Ahmad dan yang lainnya, ia adalah shahih.
[14] Bagian dari hadits riwayat Ibnu Hibban dan al-Hakim, dishahihkan oleh beliau dan disetujui adz-Dzahabiy.
 

© Copyright Indahnya Islam 2010 - 2016 | Powered by Blogger.com.